Perempuan Penjual Ikan
Penjual ikan di pasar Luengputu, Pidie Jaya
Deretan perempuan duduk berjajar, sambil memanggil-manggil pelanggan untuk membeli dagangannya. Berbagai jenis ikan segar ditumpuk-tumpuk di depannya. Ada yang sudah dipesing ada juga masih utuh.
“Ungkot nuek? Udeung na, bileh na, sure na, tiram na. Ungkot pue yang galak dron? Joek peng limong blah ribe. Cok jue.” (Ikan Nak? Udang ada, bilis ada, tongkol ada, tiram ada. Ikan apa yang suka kamu? Kasih duit lima belas ribu. Ambil terus). Sambil memasukkan satu tumpuk udang segar ke dalam kantong plastik dan memberikannya kepadaku.
Begitulah kesan pertamaku saat berbelanja ikan di Pasar Nasabe Peunayong, Banda Aceh. Aku terlihat seperti orang kebingungan karena heran melihat perempuan penjual ikan itu.
Di kampungku Aceh Selatan, tidak ada perempuan yang menjual ikan. Pekerjaan itu biasanya dilakoni oleh lak-laki, bahkan dulu perempuan yang berbelanja ke pasar ikan pun dianggap tabu kerena pasar ikan dipenuhi oleh kaum laki-laki.
Aku orang yang sangat risih saat berbelanja ikan ke pasar ikan. Selain tempatnya yang didominasi laki-laki, bau amis ikan membuatku pusing setiap kali memasuki pasar ikan. Aku hanya bisa bersembunyi di punggung Makku sambil menutup hidung, bila Mak mengajakku ke pasar ikan.
Sampai akhirnya saat kuliah ke Banda Aceh, aku tidak pernah membeli ikan ke pasar ikan kecuali ikan yang sudah dimasak di warung makan.
Selesai kuliah, aku masih tetap di Banda Aceh. Namun, uang belanja tentu harus kucari sendiri alias tidak ada lagi kiriman dari kampung, jadi aku harus berhemat. Hidup gaya anak kuliah yang dulunya apa-apa harus siap saji, harus kutinggalkan. Aku harus bisa memasak sendiri dan tentunya harus bisa berbelanja ikan dan bahan dapur.
Untunglah ada para perempuan penjual ikan ini di pasar ikan Peunayong, jadi setiap aku ingin berbelanja ikan segar selalu kutuju kepada mereka. Memang di tempat ini masih dominan penjual ikannya laki-laki. Para perempuan ini hanya diberi tempat di paling pojok pasar. Di situ berderet para penjual ikan perempuan yang rata-rata usianya lebih dari 45 tahun. Kepada merekalah biasanya aku membeli ikan dan memilih ikan yang kusuka.
Penjual Ikan di Pidie Jaya
Dua bulan yang lalu saat meet up KSI Chapter Pidie, aku diajak @ihansunrise menginap di rumah neneknya di Teupian Raya, Geulumpang Minyeuk, Pidie.
Pajak ikan Luengputu, Pidie Jaya
Paginya kami pun pergi ke pasar Luengputu, Pidie Jaya untuk berbelanja. Sesampainya ke pasar, aku melihat di pasar ikan didominasi oleh perempuan. Rata-rata penjual ikannya perempuan, sedangkan yang membeli ikan ialah kaum laki-laki.
Aku sempat heran dan bertanya kepada Kak Ihan. “Kok rata-rata penjual ikannya perempuan kak?”
“Kalau di sini memang begitu, kebanyakan yang jualan adalah perempuan.” Dia menjawab singkat pertanyaanku sambil memilih bumbu masakan yang akan dibelinya dan penjualnnya juga perempuan.
Penjual bumbu masakan di pasar Luengputu, Pidie Jaya
Aku kagum kepada perempuan penjual ikan ini, demi mencari rezeki yang halal mereka mau berjualan sekalipun berjualan ikan. Aku sempat terpikir dari mana mereka mendapatkan ikan-ikan itu? Apakah mereka juga melaut? Sungguh para perempuan ini luar biasa.
Di daerahku tabu bagi perempuan berprofesi sebagai penjual ikan, tapi tidak untuk daerah lain seperti Banda Aceh dan Pidie. Mereka rela bergelut dengan bau amisnya ikan dan kemudian ketika pulang ke rumah harus memasak makanan lagi untuk keluarganya.
Bila ada yang mengatakan perempuan itu lemah, dia hanya melihat dari sudut pandang perempuan di kartu tanda penduduk (KTP) yang berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Padahal apa saja bisa dilakukan oleh perempuan asalkan dia mau dan bersedia melakukanya.
Di aceh banyak ikan-ikan segar ya yang berlimpah ya,. Rutin para nelayan menjual hasil tangkapan setiap harinya sama seperti didaerahku di bengkulu.
Iya, dan penjualnya perempuan. Apa di daerahnya @azroel juga ada penjual ikan perempuan?
Salam kenal juga 😊
Sebenarnya kiprah perempuan lah yang paling tangguh karena mampu berperan ganda, selain menjadi guru pertama bagi anak-anaknya, perempuan juga sebagai penyokong ekonomi keluarga. Bukan hanya sebagai penjual ikan Bu @yellsaints24, perempuan juga hadir dari seumula sampoe dengan keumukoeh dan itu masih banyak kita dapati di gampong-gampong wilayah Aceh.
Tulisan ini mengingatkan kami kepada seorang ibu yang terus-menerus berjuang ikhlas untuk anak-anaknya tanpa ada istilah berhenti.
Begitulah kasih ibu sepanjang jalan, karena tak berujung. Sering-sering sajalah kita melihat dan memperhatikan kaum perempuan yang bekerja banting tulang untuk menghidupi keluarganya, karena dengan begitu kita akan selalu bersyukur dan menyayangi ibu kita.
Terima kasih sudah berkunjung. :0
Kak Yel, Teupin Raya masuk kawasan Pidie, belum sampe ke Pidie Jaya. Di Pidie Jaya juga banyak penjual ikan karena penduduknya cukup banyak tinggal di kawasan pesisir pantai, salah satu mata pencarian utama masyarakat Pidie Jaya.
Aku menginapnya di Pidie, tapi belanjanya ke Pidie Jaya, biar lebih seru aja belanja antar kabupaten :D
Yang membuatku takjub ialah kebayakan penjualnya perempuan. Sungguh luar biasa perempuan Pidie ya?
di Idi Rayek tempat kami juga tidak ada penjual ikan perempuan, memang lain lubuk lain ikan, lain ladang lain belalang, lain daerah lain pula kebiasaan.
Iya kak, makanya kita butuh jalan-jalan supaya kita bisa nelihat kebiasaan daerah orang lain. Ntar selepas lebaran, kita traveling lagi ya. Kalau bisa ke negri tetangga. Ajak @akbarrafs yang biasa bolak-balik ke sana😁
insya Allah, Yell semoga ada kemudahan.
Karena para lelaki melaut yang perempuan jual, husnudhan
Hehehe, iya kak. Berpikir baik sajalah kan?😁