Kampung Kecil Bernama Steemit

in #indonesia6 years ago (edited)

Steemit itu adalah platform media sosial yang menampung banyak kreasi, mulai dari tulisan, foto, desain, video, sound, game, dan sebagainya. Tulisan ini hanya fokus pada tulisan.

ilustrasi - kampung - village -- foto pixabay dot com.jpg

Ilustrasi: Pixabay

Ternyata kritik teman-teman penulis, pegiat sastra dan budaya terhadap sebagian tulisan di Steemit yang "tak layak" membuat sebagian Steemian marah. Kami sudah memprediksi hal itu bakal terjadi. Tidak mudah bagi sebagian orang menerima kritik. Apalagi, mereka yang merasa sudah lama menjadi bagian dari Steemit dan merasa paling tahu segalanya.

Sehingga ketika kitik itu disampaikan, mereka langsung menangkis: "Anda belum tahu Steemit." Sekilas, seolah apa yang dikatakan benar. Tapi ia lupa, mempelajari apa itu Steemit tidak butuh waktu lama. Banyak referensi yang bisa dibaca, termasuk Steem Bluepaper dan Steem White Paper yang bisa diperoleh dengan mudah di bagian dasbord kita di Steemit.

Di zaman digital seperti sekarang mendapatkan referensi apa pun semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi bagi para penulis yang berprofesi wartawan, yang tiap hari bergelut dengan informasi. Bagi wartawan, apalagi yang pernah menjadi wartawan investigasi, mendapatkan informasi-informasi penting (bahkan rahasia) adalah tantangan yang harus ditaklukkan. Apalagi cuma referensi yang dengan mudah dibuka di internet.

Tapi boleh jadi memang orang yang berpikir orang lain tak tahu "sesuatu" masih membayangkan hidup di pelosok gunung di mana jaringan internet dari telepon seluler hanya dapat 1G (GPRS), belum 3G, apalagi 4G. Bahkan sebagian wilayah mungkin masih blankspot. Untuk memperoleh informasi tertentu hanya mengandalkan televisi, radio dan kabar burung.

Masalahnya, para pegiat sastra, seniman dan pegiat budaya adalah mereka yang tiap hari bergelut dengan berbagai referensi. Sebagian besar dari mereka berpendidikan tinggi, master (S2) hingga doktor (S3). Jadi menjadi sangat lucu ketika ada yang mencap dengan ngototnya bahwa "Anda tidak tahu apa-apa tentang Steemit. Steemit tidak seperti yang Anda pikirkan."

Meetup Stemit Kalibata 24 Maret 2018 - foto musismail.jpg

Diskusi Steemit di Kalibatas City, Jakarta, 24 Maret 2018.

Jika diingat-ingat menggelikan juga. Ini persis mirip orang pacaran: dunia hanya milik dia saja, yang lain numpang. Kebenaran hanya milik mereka, sementara orang lain "tak mengerti apa-apa". Cara berpikir seperti inilah yang sebetulnya menjerumuskan seseorang dalam jurang jumawa. Hanya dia tahu segalanya. Lain tak tahu apa-apa.

Peristiwa seperti ini bukan sekali ini terjadi di media sosial. Belasan tahun lalu, ketika dunia internet baru menggejala di Indonesia, sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda melemparkan sebuah kritik terhadap puisi-puisi yang dimuat di sebuah website internet. Dalam sebuah artikel di Harian Republika, Ahmadun menyebut bahwa karya sastra yang muncul di internet itu di bawah standar.

Dalam artikel berjudul "Puisi Cyber, Genre atau Tong Sampah”, Ahmadun mengatakan bahwa media online itu tidak ubahnya tong sampah yang menampung karya-karya yang ditolak media mainstream, dalam hal ini koran. Kritik lebih pedas lagi disebut Presiden Penyair Indonesia Sutarji Coulsoum Bachri menanggapi antologi puisi yang dikumpulkan dari karya yang pernah dimuat di dunia maya.

Kata Sutardji: "tahi yang dikemas secara menarik akan lebih laku dibandingkan dengan puisi yang dikemas secara asal-asalan." Tulisan hal di atas bisa dilacak dalam artikel Sastra Cyber dan Sejarah Sastra Indonesia dan Sastra Cyber: Genre Baru dengan Kualitas Meragukan?.

kreativitas -- menulis - pixabay.jpg

Ilustrasi: Pixabay.com

Tentu saja kala itu juga terjadi penolakan hebat dari para pegiat sastra. Mereka tidak diterima disebut media online dan blog adalah "tempat sampah" bagi tulisan-tulisan yang tak laku di koran. Persis sekarang ketika sejumlah penulis sastra dan budaya yang mengkritik tulisan di Steemit. Bedanya, dulu para pegiat sastra cyber terus belajar untuk menunjukkan diri bahwa karya mereka layak dihargai.

Sejumlah penulis yang dulu muncul di dunia maya kemudian menjadi sastrawan yang karyanya dimuat koran. Tidak perlu menyebut nama, karena ada banyak nama di barisan ini. Rupanya, kritikan Ahmadun, Sutardji dan beberapa sastrawan lainnya terhadap pegiat sastra cyber menjadi vitamin untuk melecut mereka berkarya lebih bagus, belajar lebih giat dan membuktikan bahwa karya mereka juga bisa diterima koran.

Tapi tidak jelas apakah kritik dari teman-teman penulis akan menjadi vitamin bagi sebagian Steemian untuk meningkatkan kualitas tulisannya. Steemit Budaya sendiri akan terus mengingatkan anggotanya untuk memposting konten bagus, setidaknya konten menarik dan bisa berguna bagi orang lain. Konten bagus bukan hanya dari isi, tapi juga dari bagaimana karya itu dikemas dan dihidangkan.

Masakan enak menjadi tidak menarik ketika ditaruh di piring tak bersih, apalagi "meulaphuek". Sehingga kualitasnya menjadi rendah. Makanan berkualitas itu mencakup seluruh kesatuan: isi, tampilan, bungkus dan hidangan. Nah, konsen Steemit Budaya adalah menyajikan konten berkualitas. Kami selalu mengingatkan teman-teman untuk melupakan vote.

"Buat apa vote, jika nilai total ketika dirupiahkan hanya dapat beberapa potong tempe goreng. Kalau cuma dapat nilai vote 2.00 hingga 5.00 Steem berhentilah bermimpi indah. Fokuslah pada kualitas konten. Belajarlah menulis dengan baik bagi Anda yang baru memulai belajar. Belajarlah berkreasi sesuai hobi dan kesenangan Anda.

rapat arisan steemit budaya.jpg

Sebagian Steemian Budaya saat rapat mempersiapkan sebuah kegiatan.

Bagi yang tertarik dunia tulis menulis tekunilah dengan baik. Penggemar foto, video, games, desain dan seterusnya ekspresikan gagasan-gagasan dahsyatmu sambil terus belajar meningkatkan kemampuan. Tidak perlu cari muka, menyindir teman, apalagi sampai menjilat dan menghasut hanya untuk dapat vote. Anggap saja Steemit ruang baru untuk berkreasi dan berekspresi. Tak perlu mengejar dolar.

Toh, hidup tidak hanya melulu urusan Steemit. Dunia ini luas sekali, tidak sesempit Steemit. Anda boleh hebat dan merasa selebritas di Steemit, tapi di luar itu Anda bukan siapa-siapa. Steemit itu hanya sebuah kampung kecil di antara begitu banyak kampung lainnya yang jauh lebih besar-besar. Mari rileks saja, tidak perlu merasa jumawa.

Jakarta, 5 April 2018
@steemitbudaya

Sort:  

Tulisan ini jika ditanggapi dengan bijak adalah suatu bentuk support ataupun motivasi yang keluar dalam bentuk pencerahan. Mari kita hidup untuk saling membuka diri, mengendalikan ego dan amarah. Memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam bentuk ilmu yang bermanfaat juga. Agar supaya apa yang kita miliki bisa tersalurkan dan mendapat berkah-Nya jika kita membaginya dengan keikhlasan. Pahamilah berbagai makna tulisan dan konten yang disampaikan dari berbagai macam profesi. Jika kita mengenalkan suatu wadah untuk menampung segala macam bentuk profesi dalam bentuk tulisan, maka jadikanlah wadah itu berkah dan bermanfaat. Memang tidak mudah untuk mecapai sukses karena butuh proses. Tapi wejangan-wejangan seperti ini yang menyegarkan dan membentuk diri agar lebih termotivasi untuk menjadi lebih baik itu adalah suntikan infus yang memberi kekuatan bagi sang penulis. Sekali lagi mari berpikir jernih, mari sukses bersama, mari berkarya, mari bersaing sehat, buktikan bahwa semua bisa menjadi hebat jika berproses dan menjalaninya dengan riang gembira . Orang yang sukses adalah orang yang membuka dirinya dari segala macam bentuk kritikan baik itu positif maupun negatif. Karena dari situ kita belajar. Dan ambilah sisi positif dari segala bentuk pencerahan agar kita menjadi lebih bijak dan bisa berpikir dewasa. Ingatlah tidak ada yang lebih indah selain kebersamaan yang solid.

Terima kasih @steemitbudaya untuk support, motivasi , dan pencerahannya. Tetap semangat, tetap riang gembira. Semoga kita semua mendapatkan keberkahan yang hakiki. Salam damai untuk kita semua. Mohon maaf jika ada kesalahan dan khilaf saya dalam komentar saya ini. Tebarkan energi positif dan jauhkan energi negatif agar kita mendapatkan power yang smart.

terima kasih komentarnya @willyana. terima masih telah menambah dan mempekaya penjekasan ini

Mantap, tulisan yang penuh masukan di sampaikan, sungguh luar biasa...

siap Pak Mus, bagi yang masih belajar menulis macam saya, hal ini sangatlah penting. Fokus ke ke konten, bukan iming-iming vote. Kalau kualitas bagus, inshaa Allah vote mengikuti. Ini mirip dengan obsesi "menjadi penulis terkenal" tapi tak menunjukkan kualitas, ya sama aj bohong. hihihihihhihihi, salam,

Dengan jumlah anggota berKTP steemit tentu tidak bisa lagi dianggap sbg kampung kecil. Ini adalah sebuah pulau besar

saya bantu jawab ya. Sekarang pengguna Steemit di seluruh dunia masih 20.000 orang. Dari mana datanya? Coba cek followernya @ned -- pendiri dan CEO Steemit cuma 21.000. Kita yakin 80 persen Steemian pasti memfollow @ned. Untuk Indonesia penggunanya masih di bawah 5 000 orang

bandingkan dengan pengguna Facebook, yang di Indonesia saja jutaan orang. Jadi Steemit bahkan bisa disebut sebuah RT. Bukan kampung. Hehe

Sangat sangat sangat setujuuu...!
mari kita tingkatkan kualitas dalam menulis

Buat apa vote, jika nilai total ketika dirupiahkan hanya dapat beberapa potong tempe goreng. Kalau cuma dapat nilai vote 2.00 hingga 5.00 Steem berhentilah bermimpi indah. Fokuslah pada kualitas konten. Belajarlah menulis dengan baik bagi Anda yang baru memulai belajar. Belajarlah berkreasi sesuai hobi dan kesenangan Anda.

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.16
JST 0.030
BTC 59527.28
ETH 2462.24
USDT 1.00
SBD 2.49