Aku, si setan
Aku tahu bos besar benci sekali pada manusia. Aku juga demikian. Tapi aku sungguh tak tahan. Merayu manusia bukan lagi pekerjaan penuh tantangan, terlalu mudah bahkan membosankan. Karenanya aku mengusulkan agar kami para setan berlibur sebentar. Setelah pengalaman ribuan tahun mulai dari Adam, Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim hingga Muhammad toh bisa diambil kesimpulan bahwa manusia tidak memerlukan setan untuk bisa menjadi ahli neraka. Mereka semua punya potensi ke sana.
Di luar dugaanku, bos besar marah. Ia menatapku lekat-lekat dan berkata dengan suara cukup tinggi: „Umat Muhammad itu bisa mendapat syafaat dari Nabi-Nya. Mereka beribadah di waktu tertentu dilipatgandakan pahalanya. Belum lagi sejuta janji ampunan dari Tuhan. Mereka mendapat kemudahan banyak sekali. Kau mau sebagian besar mereka tidak bersama kita di neraka?“.
Aku diam beberapa saat lalu mengajukan usul.
„Beri aku manusia yang paling susah untuk digoda. Maka aku akan bahagia. Kau tak perlu mendengar protesku lagi“
Demikianlah. Bos besar memberiku tugas spesial: menggoda seorang Ustad. Kabarnya setan X yang cukup berpengalaman saja angkat tangan menghadapi Ustad ini. Aku pernah melihat metode setan X menghasut manusia memusuhi manusia lain. Sungguh lihai dan brilian. Manusia-manusia yang dihasutnya itu kemudian saling mengkafirkan, mencaci, mengumbar kata-kata kotor tak senonoh hingga ada yang saling membunuh. Aku teringat kejadian di Karbala beberapa ratus tahun lalu, saat aku membisikkan ke telinga orang-orang yang berkuasa untuk menyingkirkan cucu Muhammad, Husein. Mereka kemudian membunuhnya dengan kekejian yang sulit dipercaya dengan nurani dan akal, terutama pada orang-orang yang katanya memahami Al-Qur‘an. Mereka mengaku menjadi pengabdi langit tapi tak segan menumpahkan darah sesama pemuja Sang Penyayang. Mulutnya berceloteh tentang akhirat namun matanya memandang dunia. Sungguh, saat itu pun aku tak berbuat banyak. Hanya menghasut sedikit saja. Seperti yang kukatakan: manusia itu tak perlu setan untuk jadi ahli neraka. Kejadian Karbala bukanlah prestasiku yang paling besar namun hingga saat ini, aku selalu tersenyum simpul jika mengingat bagaimana mereka mencari alasan untuk menghalalkan pembunuhan cucu pembawa Al-Qur’an itu. Ah bodohnya manusia!
Aku menuju mesjid yang disebut bos besar sebagai tempat sang Ustad menghabiskan banyak waktunya. Mungkin kalian manusia mengira kami para setan tak suka berlama-lama di mesjid. Ah bodohnya kalian! Kalian pikir kami para setan sudi menghabiskan waktu kami di tempat-tempat maksiat? Di sana manusia-manusianya sudah menzalimi diri mereka sendiri sehingga kelihaian kami tak dibutuhkan lagi. Sama seperti kalian, kami pun tak tahu kapan kiamat itu, jadi kami harus berpacu dengan waktu, menerapkan metode yang paling efisien untuk menjerumuskan manusia. Memang, ada juga setan-setan malas yang kerjanya hanya menghasut para penjahat menjadi lebih jahat lagi. Tapi jika bos besar tahu, maka ia akan marah habis-habisan: „Buat apa kalian menggoda manusia yang sudah bejat. Biarkan saja mereka, hawa nafsunya akan membuat mereka menjadi tambah bejat. Kalian tak perlu menghabiskan waktu kalian yang berharga untuk menggoda mereka. Pergi ke mesjid, rasuki jiwa orang-orang yang mengaku muslim, goda mereka yang merasa sudah mu’min. Merekalah yang harus kita waspadai, bukan manusia-manusia yang berkeliaran di tempat-tempat maksiat itu!“
Jadi, wahai manusia-manusia bodoh, tempat yang paling banyak kami kunjungi bukanlah tempat pelacuran atau perjudian tapi mesjid dan ruang pengajian.
Ternyata setan X pun ada di sana.
„Kudengar kau meminta tugas menggoda manusia spesial“ katanya tanpa basa-basi.
„Aku rasa, aku hanya butuh sedikit tantangan“ kataku pendek.
„Aku sudah berusaha membuatnya tidur malam lebih lama sehingga tak mau bangun untuk shalat malam, menggodanya dengan rasa lapar hingga ia tak senang berpuasa, termasuk membisikkannya kenikmatan dunia agar dia tak senang berlama-lama di mesjid atau membaca Al-Qur’an. Tapi dia tak bergeming. Kurasa kau harus mencoba metode lain“ kata setan X lalu berlalu.
Demikianlah serah terima tugas di antara kami para setan: pendek, padat dan efektif. Tak perlu ritual-ritual tak banyak makna yang cenderung membuang waktu ciri khas manusia. Kami sadar kami bukan penguasa waktu, kami pun tak mau membuangnya percuma.
Aku melihat sang Ustad. Wajahnya bersih, kata-katanya pelan dan teratur, matanya berbinar menyapu ruangan mesjid, memandangi jamah satu per satu. Busananya rapi, kepalanya ditutup peci hitam. Ia terlihat berwibawa di atas mimbar, sama seperti kebanyakan Ustad, para pendakwah pada umumnya. Namun bahkan sejak ribuan tahun lalu, aku tak pernah menilai manusia dari penampilan fisik apalagi hanya pakaiannya. Karena aku tahu, untuk soal tipu menipu penampilan, manusia bahkan jauh lebih maju daripada aku.
Aku berpikir menyusun rencana. Saat ini, di negeri ini, manusia senang sekali sembahyang, berlomba membaca Al-Qur’an, bernafsu memburu surga, bahkan akan menepuk dada jika dianggap pengikut setia Muhammad. Ada baiknya keadaan ini digunakan untuk menjatuhkan mereka dalam buruan nafsunya sendiri. Kesucian adalah hadiah dari langit, namun merasa suci adalah ciptaan hati manusia. Ketakwaan adalah karunia Sang Maha Pengasih namun merasa takwa adalah karya orisinil manusia. Bisa jadi, aku membantu manusia menciptakannya. Namun seperti halnya kejadian Karbala, sungguh peranku tak banyak.
Demikianlah, sang Ustad kuperkenalkan dengan „kemampuan dirinya“ yang luar biasa hingga lulus dari salah satu Universitas Islam tertua di dunia, kuajari mengapresiasi prestasinya yang mampu menghafal Al-Qur’an, kuperlihatkan nikmatnya disanjung, diikuti dan dihormati manusia. Setiap ia shalat tahajud, kubisikkan ke dalam hatinya betapa suci dan mulianya ia di hadapan Tuhan karena bersedia meninggalkan tidur demi memuja Sang Pemilik Malam. Setiap ia puasa, kuyakinkan ia akan mendapat surga karena mau menahan lapar demi mencari ridha Sang Pemberi Rejeki. Setiap kali bibirnya melantunkan ayat Al-Quràn dan zikir, kupastikan ia meyakini bahwa ia adalah bagian dari golongan kanan yang akan disambut ucapan „Salam“ oleh malaikat di hari pembalasan. Setiap hari kuajari ia kesombongan. Ya, hanya kesombongan.
Si Ustad memang termasuk manusia tangguh. Awalnya ia masih mengoreksi diri, selalu berhati-hati dan memperbaiki diri. Namun aku juga bukan setan junior. Pengalamanku ribuan tahun, ketangguhan dan kesabaranku jauh lebih teruji daripada sang Ustad. Hanya beberapa tahun, perubahan mulai terlihat. Sang Ustad yang tidak pernah menetapkan honor ceramahnya, sekarang menjadikan hal itu sebagai ukuran untuk menentukan menerima panggilan dakwah. Sebelumnya, ia tak pernah memilih siapa yang mengundangnya. Ia pernah berceramah di pelosok kampung yang pendengarnya tak lebih dari 10 orang dan datang ke mesjid kecil di tengah-tengah perkampungan kumuh di kota. Tapi sekarang ia hanya memilih mesjid besar, kalau bisa pengundangnya adalah pemerintah atau tokoh-tokoh politik yang memiliki kekuasaan.
„Aku Ustad terkenal, sayang jika waktuku hanya untuk mereka di pelosok kampung atau orang-orang kecil yang tak punya kekuasaan berbuat amar maruf nahi munkar“ itu yang kubisikkan ke telinganya beberapa bulan lalu saat karirnya mulai menanjak. Pagi ini sang Ustad bertemu seorang wanita di pengajian. Cukup muda dan menarik. Aku melihat ada potensi yang bisa berkembang, maka kuhasut pikirannya: „Nabi Muhammad junjungan alam itu mempraktekkan poligami. Maka sebagai umatnya harusnya aku juga berpoligami“ Lalu ia meminta izin istrinya menikah lagi. Sang istri terkejut dan kemudian menangis. Namun beberapa waktu setelah itu sang wanita mengangguk lemah dan merestui keinginan suaminya. Sang Ustad girang. Kuolah lagi pemikirannya: „Memang aku adalah suami yang mampu meyakinkan istri. Orang lain membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan izin poligami. Aku hanya butuh beberapa minggu saja“ Sang Ustad tak tahu, setiap tahajud malam sang istri pertama selalu menangis mengadu pada pemilik Arasy. Bergemuruh dadanya setiap kali suaminya menyebut nama sang madu. Apalagi saat anak mereka sakit sang suami tak kunjung datang dengan alasan: „Hari ini giliran istri muda, kasihan dia sedang hamil“ Sang Ustad sudah berbuat zalim pada keluarganya. Bukankah itu pintu gerbang menuju kejahatan yang lebih besar? Aku menyungging senyum. Harta, tahta dan wanita. Ketiga hal ini selalu efektif menjatuhkan manusia, terkecuali Muhammad bin Abdullah. Aku pun tak tahu manusia satu itu terbuat dari apa. Mungkinkah ada manusia yang terbuat dari cahaya sehingga tak mempan digoda? Pagi ini Ustad berceramah di hadapan ribuan jamaah. „Menurut Fulan bin Fulan, diriwayatkan oleh Fulan, A adalah haram. Juga kalau melakukan B tidak akan mendapat ridha Allah“ demikian kata-katanya lantang dipantulkan oleh pengeras suara. Semua orang manggut-manggut, memandang Ustad takjub karena ia tahu banyak riwayat. Ustad pun bertambah tenar, panggilan ceramah datang bertubi-tubi, pengikutnya tersebar di seluruh negeri. Seorang penguasa mendekati Ustad. Mengajaknya berkampanye, memajukan umat Islam yang katanya diambang kehancuran. Amar ma
ruf nahi munkar. Kata-kata itu berkali-kali mereka bicarakan. Sang Ustad kini ikut bermain politik. Dari mulutnya tidak hanya keluar ayat suci namun juga nama partai. Waktu sang Ustad tidak lagi hanya untuk keluarga dan dakwah tapi juga untuk partai. Sungguh, aku tak melakukan apa-apa saat sang Ustad mengeluarkan fatwa melakukan apa saja halal asal persoalan partai beres.
Sang Ustad tetap dipanggil Ustad. Ia tetap shalat malam, membaca kitab suci dan melantunkan kata-kata bijak di atas mimbar. Tapi aku kembali bosan. Mungkin inilah saatnya kembali meminta tantangan baru pada bos besar.
Tidak masalah bu, bos besarnya orang baik, beliau hanya konsisten dengan tugasnya saja. Memang tugasnya menjadi katalisator umat manusia kok bu. Si bos besar sangat menghormati mahluk paling mulia di alam semesta, buktinya si bos ketika dipanggil menghadapnya dan disuruh menjabarkan taktik menjerumuskan manusia ya mau-mau saja. Jika si setan paham hal ini mungkin saja si setan tidak terlalu susah payah menggoda manusia sampai mati-matian, toh manusianya yang terjerumus sendiri.
Setuju sekali dengan komen Anda. Buat pengingat kepada kita semua agar lebih hati-hati terhadap diri sendiri daripada terhadap setan.
Congratulations @shally.novita! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!