[SteemiTrip - Get Lost In Pulo Aceh] DAY 3: Demi Sotong: Pulang Untuk Kembali!

in #indonesia6 years ago

IMG-20180201-WA0014-01.jpeg

Day 3: 1 Februari 2018

Itu adalah pukul 07.15 WIB saat pagi mulai merekah. Aku bangkit dari tidur dan mendapati @fauziulpa sudah tak berada di tempat tidurnya. Sementara itu, @fooart dan @homalamba masih lelap dalam dengkur. Susah payah aku menghalau kantuk yang masih tersisa. Aku duduk sejenak di lapak tidur sembari mengumpulkan kembali kesadaran. Hari ini, kami rencananya akan kembali ke Banda Aceh. Keuangan kami mulai menipis dan tak ada satupun bank yang beroperasi di Pulo Breuh.

Sepuluh menit kemudian Fauzi kembali dengan wajah yang segar dan basah di sana-sini. Rupanya tadi Fauzi pergi sejenak untuk membasuh diri. Segera saja ia membangunkan dua temanku yang lain dan membereskan barang bawan kami. Aku sengaja membungkus semua perlengkapanku semalam sebab tak ingin tergesa saat pagi harinya. Bukan apa-apa, aku tahu diri agak sedikit pelupa dan ketergesaan membuatnya semakin parah.

Kami tiba di pelabuhan Gugob yang ramai setelah singgah ke Masjid sebentar untuk mencuci muka sekenanya saja. Fauzi menyarankan kami membungkus kopi dan beberapa kue untuk sarapan di atas kapal. Sekali lagi, agar kami tak tergesa-gesa menikmati sarapan sementara kapal sebentar lagi akan berangkat. "kalian ngopi di kapal aja nanti", begitu katanya. Ia menggunakan kata 'kalian' sebab ia sendiri akan bertahan di sana dan tak ikut pulang dengan kami.

Kapal Motor Jasa Bunda yang kami tumpangi bertolak dari pelabuhan Gugob pukul 8 tepat. Setelah singgah sesaat di pelabuhan Serapung di seberang sana, kapal kami langsung berangkat menuju Pelabuhan Lampulo di Banda Aceh. Kami memilih duduk di haluan kapal pagi itu sebab buritan sedang penuh-penuhnya dengan penumpang yang akan menyebrang. Pun lagi, matahari pagi tak terlalu terik. Cukup hangat dan aku menyukainya. Tak apa kurasa mendapati kulit yang sedikit menghitam disengat surya.

IMG-20180205-WA0033.jpg

Perjalanan pulang itu kulalui dengan tidur dan sesekali terjaga saat kapal bergoyang dihantam ombak. Memang tak terlalu besar, namun sentakannya amat terasa jika kau berada di haluan kapal. Pukul 10 lewat limabelas menit kapal kami merapat di Pelabuhan Lampulo. Setelah motor diturunkan dan kami membayar ongkos menurunkan barang kepada buruh pelabuhan, kami langsung bergerak menuju #bivakemperoom. Kami tiba di bivak saat semua orang masih terlelap dibuai mimpi. Disini, pagi selalu telat datang dan malam seakan tak pernah ingin beranjak.


image.png

Sudah pukul setengah duabelas siang saat bang Andre datang ke #bivakemperoom memanggul sebuah tas yang kelihatannya penuh sesak. Sepasang gagang pancing diselipkan di sampingnya bersama sebuah matras yang digulung.

"Kok udah pulang? katanya tunggu kami", Tanya bang Andre kepadaku.

"Uangku habis bang, dompetku kangen sama mesin ATM. Jadi berangkat kalian?", Kutanya ia kembali

"Jadilah! kau ikut nggak?"

"Ikut!", Jawabku cepat. Aku memang sudah berniat untuk kembali jika Bang Andre dan kawan-kawan Mapala jadi berangkat hari ini. Mereka awalnya akan berangkat bersama-sama dengan kami selasa lalu tapi batal karena suatu dan lain hal. Dan niatku kembali ke Pulo sudah kusampaikan kepada Fauzi dan kawan-kawan.

Singkat cerita, tepat pukul dua aku, bang Andre, @only.home, @omarkhayyam, dan @mikramaulia sudah berada di atas kapal yang akan membawa kami ke Pulo Aceh. Mereka semua adalah teman Mapala ku. Perjalanan kedua ini bagiku ibarat pembalasan dendam setelah pada perjalanan pertama tak sempat merasakan nikmatnya makan ikan segar di Pulo Aceh. Dan kami membawa serta bang Andre, pendekar sakti yang menguasai ilmu kanuragan menaklukkan ikan melalui ujung kail di benang pancingnya. Terakhir pergi ke Pulo bersama bang Andre, aku kewalahan mengolah ikan yang berhasil di kailnya. Banyak sekali.

IMG-20180204-WA0003.jpg

Sesampainya di Pulo Aceh, aku bertemu dengan Fauzi saat kami sedang menikmati kopi di pelabuhan Gugob. Kutebak dari air mukanya, ia sedikit terkejut dengan keberadaanku yang benar-benar kembali setelah baru tadi pagi diantarnya ke dermaga. Mungkin ia tidak tahu, kalau jalan-jalan adalah sebuah ideologi, maka aku termasuk penganut garis kerasnya. Mungkin cenderung masuk kategori ekstrimis. Pernah sekali aku bersama seorang teman nekat motoran ke Tangse tengah malam buta. Saat itu, motor yang kami kendarai tidak dalam keadaan sehat betul; tanpa rem depan dan ban yang sudah kelewat aus.

Tapi bagaimanapun, jika urusannya adalah jalan-jalan, maka kakiku seperti tak pernah mau menerima perintah otak dan terus berjalan sesukanya. Pernah juga saat berada di jogja aku nekat keliling kota sendirian meninggalkan teman-teman yang sedang sibuk leyeh-leyeh di kamar hotel. Padahal itu adalah pengalaman pertamaku mengunjungi Jogja. Pun lagi, aku belum punya gawai canggih yang bisa menunjukkan tempat-tempat dalam bentuknya sebagai peta. Pulang-pulang, aku membawa sekawanan anak Flores dan dalam keadaan setengah teler akibat kelewat lelah Reggae Party di kawasan Parangtritis. Besok paginya saat terjaga, aku lupa nama mereka semua.

Kembali ke Pulo Aceh. Sore itu setelah ngopi kami bergegas menuju tujuan pertama kami. Ialah pelabuhan Ujung Pieneung yang letaknya hanya terpaut sekitar 2 KM dari Mercusuar William Torent. Disini terdapat reruntuhan bekas dermaga yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Reruntuhan tersebut berada di sebelah timur dermaga yang baru, berjarak hanya beberapa puluh meter saja. Disinlah, malam ini kami akan mengahabiskan waktu. Memancing dan membalaskan dendam menikmati ikan dari laut yang dengan senang hati dipancing bang Andre untuk kami.

IMG-20180205-WA0034.jpg

Malam itu terang bulan dan menurut penerawangan bang Andre, adalah waktu yang cocok berburu sotong. Dan tentu saja, setelah melakukan teknik Popping dengan sedikit menarik-narik pancingan, beberapa ekor sotong plus dua ekor ikan seukuran telapak tangan berhasil ditarik ke darat. Aku langsung menyiapkan peralatan memasak. Sotong dan ikan tadi ku olah sendiri sebagai santapan malam kami.

Saat begini, aku tak pernah melepaskan dapur kepada siapapun yang belum pernah kudapati portofolionya dalam urusan masak-memasak. Melepaskan kendali dapur kepada mereka bagiku adalah sama saja dengan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada akhir perang dunia ke dua. Dulu, saat sedang aktif-aktifnya menjadi anggota Mapala, oleh teman-teman aku dipercaya sebagai kepala dapur. Alasannya, mereka bosan tiap pendakian harus menyantap mie instan rebus dan ikan kalengan. Dan bagiku, makan enak selama perjalanan adalah sebuah keharusan.

image.png

IMG-20180204-WA0023.jpg

Kami melewati malam di Ujung Pieneung sambil bercanda dan tertawa. Debur ombak yang menepuk-nepuk pantai semakin membuat suasana terasa nyaman. Saat malam makin merambat larut, aku merebahkan diri di atas ayunan gantung sambil menikmati musik dan memperhatikan langit. Bulan bersinar terang malam itu dan angin laut mengahantarkanku ke alam mimpi. Aku terlelap dalam ayunan beratapkan langit indah, bermandikan cahaya bulan dan gemintang yang bersinar terang.

IMG_20180130_155337.jpg

Bersambung...

Simak Juga Cerita Sebelumnya:
Part 1: [SteemiTrip - Get Lost In Pulo Aceh] DAY 1: Hari Keberangkatan

Part 2: [SteemiTrip - Get Lost In Pulo Aceh] DAY 2: Lapeng: Sekeping Surga Yang Tercecer Kedunia

Part 3: [SteemiTrip - Get Lost In Pulo Aceh] DAY 2: Berburu Gerhana Di Ujung Paling Barat Indonesia

image.png

image.png

Sort:  

Memang yang pas judulnya tu " Untung ada bg andre". Hahaha...

bang andre memang pahlawan kita!

Nggak kesemprot tinta sotong pas mancing mereka?! Hehehe...

hitaaaam semua tanganku mba.... hehehe

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.13
JST 0.030
BTC 65641.09
ETH 3479.54
USDT 1.00
SBD 2.50