Pancasila dan Media Massa Zaman Now

in #indonesia7 years ago

microsoft1.jpg

Berbagai perkembangan terakhir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menunjukkan gejala yang memprihatinkan, mencemaskan, bahkan sudah di tahap merusak. Dalam ranah politik, misalnya, Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi preseden di mana isu SARA (suku, agama, ras dan antaergolongan) dieksploitasi, bahkan dimanipulasi, secara vulgar untuk sekadar meraih kemenangan.

Hal-hal ini menimbulkan pembelahan di antara sesama warga DKI Jakarta. Bahkan pengaruh negatifnya meluas sampai ke tingkat nasional, karena eksploitasi isu SARA ini tersebar atau disebarkan dengan mudah melalui media sosial. Ketika aksi massa 212 digalang untuk menjatuhkan kandidat petahana Basuki Tjahaja Purnama lewat isu penodaan agama, yang digalang bukan cuma massa dari Jakarta, tetapi juga dari daerah-daerah dan provinsi lain.

Hal lain yang memprihatinkan adalah menyebarnya dan menjamurnya berita-berita palsu atau hoaks di media sosial. Berita bohong dan berita plintiran ini juga banyak yang mengeksploitasi isu SARA, sehingga berdampak pada perpecahan dan konflik terbuka antarwarga. Keberhasilan memainkan isu SARA dalam Pilkada DKI diperkirakan akan diulang lagi dalam Pilkada serentak 2018 dan Pemilu serta Pilpres 2019.

Ini hanya dua contoh, sekadar untuk menunjukkan keparahan tingkat kerusakan yang harus ditanggulangi. Dua contoh ini juga menunjukkan, Pancasila sebagai ideologi ternyata sudah makin tergerus, karena Pancasila tidak lagi menjadi pegangan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi itu, Pancasila tak bisa tidak harus “dihidupkan kembali.” Nilai-nilai Pancasila harus dihayati, disosialisasikan, diaktualisasikan, dan menjadi pegangan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam kaitan itu, media massa dan media sosial memiliki peran strategis, dalam upaya membangun kehidupan kebangsaan dan kenegaraan berdasarkan Pancasila. Selain itu, media sekaligus bisa didayagunakan untuk mengembangkan potensi Pancasila, bukan hanya sebatas sebagai ideologi tetapi juga sebagai paradigma ilmu.

Yang menjadi masalah kemudian adalah: bagaimana media massa dan media sosial bisa berperan, dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila? Kriteria dan persyaratan apa sajakah yang harus kita siapkan, agar media massa dan media sosial bisa mewujudkan peran penting itu?

Untuk membahas peran media, kita harus melihat kondisi media zaman sekarang yang secara populer disebut “Zaman Now.” Media saat ini memiliki karakteristik yang jauh berbeda dari media konvensional zaman sebelumnya. Selain itu, platform-platform media –berkat kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi—telah berkembang sedemikian rupa, sehingga mempengaruhi format pesan yang mau disampaikan.

Media massa Zaman Now memiliki beberapa ciri yang bisa kita kenali. Saat ini ada tren bahwa media cetak seperti suratkabar dan majalah berita semakin surut jumlah pembacanya, sedangkan media digital semakin menguat. Kaum muda lebih banyak mengonsumsi media digital ketimbang media cetak.

Keunggulan Media Digital Zaman Now antara lain:

  1. Interaktivitas seketika (Instant Interactivity).
  2. Mengatasi tantangan geografis.
  3. Sifat multimedia atau multimediality (mengakomodasi dan menyalurkan konten dalam berbagai bentuk: teks, grafis, audio, audiovisual).
  4. Mudah dihubungkan ke sumber-sumber informasi lain (misalnya, via Google)
  5. Cocok untuk gaya hidup baru yang menuntut keluwesan (fleksibilitas) dalam memperoleh informasi: Di mana saja, kapan saja, dan dengan cara apa saja.

Maka untuk menyampaikan suatu pesan melalui media digital atau media online, komponen teknologi menjadi faktor penentu dalam hal perumusan operasional. Sebagai pengguna yang ingin memanfaatkan media, dalam upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila, sebelumnya kita harus memutuskan hal-hal sebagai berikut:

  1. Format media yang mana, yang terbaik untuk menyampaikan suatu berita/pesan (multimediality).
  2. Apakah kita akan memberi pilihan pada publik untuk memberi tanggapan, berinteraksi, atau bahkan meng-customize (menyesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan publik bersangkutan) terhadap berita-berita/pesan tertentu (interactivity).
  3. Kita perlu mempertimbangkan cara-cara untuk menghubungkan (connect) berita/pesan yang kita buat dengan berita/pesan lain, arsip, sumber data, dan seterusnya lewat hyperlinks (hypertextuality).

Konsekuensi Perkembangan Media Zaman Now untuk Pelaku Media:

Makin berkembang jurnalisme multimedia. Media online dengan semua produk sampingannya, seperti blog, dan sebagainya, telah mengubah peta jurnalisme.

Era konvergensi media sudah datang. Jurnalis akan ditugaskan bukan hanya membuat laporan untuk satu media, tetapi beberapa media (radio, TV, Internet, sekaligus media cetak). Newsroom pun akan berubah, juga proses dalam rekrutmen jurnalis. Artinya, kualifikasi calon jurnalis yang direkrut juga semakin ketat karena menuntut kemampuan untuk mengisi berbagai platform media.

Dalam suatu grup media, efisiensi akan mendorong peliputan multimedia. Di sebuah grup media tertentu, misalnya, tak perlu lagi mengirim reporter yang berbeda-beda untuk mengisi konten media cetak, media online, dan media elektronik di grup media tersebut, untuk meliput peristiwa tertentu. Secara teoretis, seorang reporter, yang bisa mengisi konten untuk tiga platform media yang berbeda akan lebih efisien, ketimbang mempekerjakan tiga reporter untuk tiga platform media.

Kebangkitan teknologi-teknologi baru juga telah mempromosikan perubahan dalam gaya hidup (life-style) dan cara orang memperoleh informasi. Oleh karena itu, pengelola media juga harus mengikuti perkembangan. Misalnya, kini makin banyak orang mengakses informasi lewat smartphone, tidak lagi lewat piranti yang konvensional. Maka format pesan yang terlalu panjang juga harus diperpendek untuk menyesuaikan dengan ukuran layar smartphone dan kenyamanan membaca di smartphone.

Hal ini juga mengubah cara jurnalis dalam meliput berita dan menyajikannya. Pencarian informasi lewat Googling sebagai tambahan liputan lapangan menjadi keharusan. Ini ditambah dengan pengembangan berita, dari deadline 24 jam ke deadline berkesinambungan.

Kecepatan penyampaian pesan menjadi semakin penting. Inilah yang membedakan antara “What News” dan “How News”. Yang menjadi masalah adalah ketika kecepatan penyebaran pesan mengalahkan atau lebih diutamakan ketimbang kredibilitas pengirim pesan. ***

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 63267.39
ETH 2572.65
USDT 1.00
SBD 2.80