Nenek-Kakek Melawan Klaim Tanah Oleh Edward Soeriadjaya

in #indonesia5 years ago

edward (1).jpg
Hukum di Indonesia tak jarang seperti golok. Yakni, tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah. Artinya. Hukum itu sering hanya diberlakukan pada rakyat kecil yang tak berdaya. Tetapi hukum itu seolah-olah lebih memihak orang yang kaya atau berkuasa. Bahkan orang kaya yang sudah di dalam bui karena kasus korupsi masih bisa melaksanakan aksi jahatnya.

Ini kisah pasangan nenek-kakek Hj. Aminah binti Yasin (84 ) dan suaminya H. lnayat Ravasia (85), warga Kelurahan Tanah Sareal, Kecamatan Tanah Sareal, Bogor. Mereka berjuang demi memperoleh keadilan, dengan melawan pengusaha besar Edward Soeriadjaya yang ingin menguasai tanah miliknya.

Aminah dan Inayat telah menjadi tersangka perkara pidana yang dipaksakan. Nenek dan kakek yang sudah renta ini dilaporkan oleh pengusaha Edward Soeriadjaya, atas dugaan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam Akta Otentik (surat tanah) dan atau penggelapan.

Laporan Edward diajukan pada 20 April 2016 ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Umum (Bareskrimum) Polri. Edward, yang kebetulan saat ini berstatus tahanan dalam tindak pidana korupsi, mengaku-aku sebagai pemilik PT. Panca Muspan dan mengklaim hak atas tanah milik terlapor. Hal itu diungkapkan konsultan hukum Bambang Slamet Riyadi, yang kebetulan adalah juga dosen kriminologi di Fakultas Hukum Universitas Nasional, Oktober ini kepada wartawan di Jakarta.

Menurut Bambang, Aminah dan Inayat tidak percaya bahwa Edward adalah pemilik PT. Panca Muspan. Sebab saat perjanjian jual-beli tanah antara pihak Aminah dengan PT Panca Muspan pada 1991, tidak terdapat nama Edward Soeriadjaya dalam Akta Pendirian perusahaan PT. Panca Muspan.
Bambang - Foto2.jpg

Batal Demi Hukum

Jual-beli itu sendiri pada 1991 sudah batal demi hukum, karena PT. Panca Muspan wanprestasi atau gagal melakukan pembayaran sesuai perjanjian. Sehingga hak atas tanah tetap pada pemilik awal dan tidak pernah berpindah ke PT. Panca Muspan.

Anehnya, kenapa sesudah hampir 23 tahun, tiba-tiba Edward mengaku-aku sebagai pemilik PT. Panca Muspan dan mengklaim tanah yang sudah batal terjual itu. Edward malah menuduh seolah-olah Aminah dan Inayat membuat keterangan palsu dalam surat-surat kepemilikan atas tanah, dan melakukan penggelapan.

Menurut Pasal 266 dan atau Pasal 372 KUHP, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat 1 KUHP, pelaporan yang dilakukan Edward seharusnya juga sudah kedaluwarsa. Karena Edward mendasarkan laporannya pada Bukti Pernjanjian Pelepasan Hak Dan Kepentingan Atas Tanah Nomor 46 Tahun 1991, tertanggal 14 November 1991.

Maka, berdasarkan kronologi dan peraturan perundang-undangan serta argumentasi hukum para tersangka, membuktikan bahwa penyidik yang menangani perkara ini tidak objektif dan telah berpihak kepada pelapor. Atau, telah melakukan konspirasi perbuatan melawan hukum dan dapat dinyatakan tindak pidana yang dipaksakan kepada nenek-kakek tersebut.

Karena itu, Aminah dan Inayat selaku tersangka pada 16 September 2019 telah mengirim surat memohon perlindungan hukum kepada Bapak Ir. H. Joko Widodo selaku Presiden RI, untuk dapat memberikan rasa keadilan terhadap warga negaranya dalam kasus ini.

Nenek-kakek ini berharap mendapatkan kepastian hukum dengan segera, untuk tidak dilanjutkan perkara ini atau pemberhentian perkara pidana (SP3) Laporan Polisi Nomor 1910/IV/2016/Dit. Reskrimum tanggal 20 April 2016 pada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri.

Kronologi Kasus

Jika kita ikuti kronologi kasusnya, itu bermula pada 1991. Terdapat pernjanjian pelepasan hak dan kepentingan (jual beli) tanah yang berlokasi di Jalan Karet, Pasar Baru Timur V RT.010/RW.05 Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, antara dua pihak.

Pihak penjual atau pemegang hak atas tanah Sertipikat Hak Milik Nomor 3/Karet (sisa) seluas 4.145 m2 itu adalah janda Ny. Chodidjah Tambunan (almarhumah) dan Ny. Aminah Tambunan (Hj. Aminah binti Yasin), yang sudah mendapat persetujuan dari suami, H. lnayat Ravasia.

Pihak pembeli adalah Angki Hermawan, berdasarkan surat kuasa dan persetujuan di bawah tangan dari PT.Panca Muspan. Pada saat itu, tidak terdapat atau tertera nama Edward Soeriadjaya dalam Akta Pendirian perusahaan PT. Panca Muspan.

Dalam perjanjian, disepakati tanah dijual dengan nilai Rp 620.506.500, dengan dua tahap pembayaran. Tahap pertama, pembayaran dengan uang tunai Rp 427.000.000. Sedangkan sisanya, atau pembayaran tahap kedua dengan bilyet giro Bank Industri Nomor G.496898, bertanggal 13 November 1991 senilai Rp 193.506.500. Tetapi faktanya, sampai saat ini Giro tersebut tidak dapat dicairkan oleh pemilik sertipikat.

Dalam Perjanjian itu dinyatakan, jika sampai selambat-Iambatnya pada 16 Desember 1991, pihak pembeli belum melunasi pencairan bilyet giro senilai Rp 193.506.500, berikut bunga-bunganya, maka perjanjian jual-beli batal demi hukum dan nilai uang yang telah diterima menjadi milik Pihak Pertama. Perjanjian jual beli tanah itu juga bisa dinyatakan tidak sah untuk mendaftarkan pelepasan hak, sebagaimana diatur dalam Pasal 60 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan.

Pada 2014, berdasarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 118I1X/JP/2014 Tanggal 09 September 2014, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Cq. Kantor Pertanahan Kota Adminstrasi Jakarta Pusat, telah terbit beberapa sertipikat sebegai pemegang hak atas tanah atas nama janda Ny. Chodidjah Tambunan (almarhumah) dan Ny. Aminah Tambunan (Hj. Aminah binti Yasin).

Namun pada April 2016, Edward Soeriadjaya (posisi saat ini dalam tahanan dalam tindak pidana korupsi) yang mengaku-aku sebagai pemilik PT. Panca Muspan, telah melaporkan Hj. Aminah binti Yasin dan suaminya H. lnayat Ravasia, sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana Menyuruh Menempatkan Keterangan Palsu kedalam Akta Otentik dan atau Penggelapan.

Edward Soeriadjaya membuat laporan berlandaskan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 118/1X/JP/2014 Tanggal 09 September 2014, yang telah menerbitkan beberapa sertipikat sebegai pemegang hak atas tanah atas nama janda Ny. Chodidjah Tambunan (almarhumah) dan Ny. Aminah Tambunan (Hj. Aminah binti Yasin).

Maka, laporan Edward itu seharusnya dapat dinyatakan tidak sah dan cacat hukum, karena alat bukti tersebut tidak dapat digunakan untuk alat bukti pidana yang disangkakan kepada para Tersangka Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP.
Bambang - Laporan.jpg
Dalam upaya mencari keadilan, pasangan Aminah-Inayat telah mengirim surat permohonan untuk perlindungan hukum kepada Presiden RI Joko Widodo. Permohonan ini juga telah ditembuskan ke Ketua Komisi Kepolisian Negara, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Ketua Ombudsman, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia, Kapolri, Kejaksaan Agung RI, Kepala Inspektorat Pengawasan Umum Polri, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, dan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.

Pasangan Aminah-Inayat berharap, pihak penegak hukum dapat dengan segera memberhentikan perkara pidana yang dipaksakan tersebut, atau mengeluarkan SP3 dari para Penyidik di Mabes Polri Jakarta. ***

Sort:  

Kasihan.... apa sudah ada pendampingan dari LBH atau Advokasi dari Advokat?

Coin Marketplace

STEEM 0.27
TRX 0.20
JST 0.038
BTC 97065.72
ETH 3594.48
USDT 1.00
SBD 3.94