Bike Sharing di Banda Aceh, Mungkinkah?
Bike Sharing di Indonesia, Mungkinkah?
Kota kami Banda Aceh merupakan ibukota Provinsi Aceh dengan populasi sekitar 250.000 jiwa. Kota ini tumbuh dengan pesat. Mobilitas warganya tinggi namun tergantung pada kendaraan pribadi. Saat ini, empat dari lima penduduk Kota Banda Aceh memiliki kendaraan pribadi. Akibatnya, kota ini rawan bagi moda tidak bermotor, seperti pejalan kaki dan pesepeda. Kondisi nyaris sama terjadi di banyak kota di Indonesia.
Pemerintah kota Banda Aceh saat ini telah membangun sistem bus rapid transit Transkutaraja. Namun sistem transportasi publik yang baik juga memerlukan peran dari NMT (Transportasi Tidak Bermotor/ non motorized transportation) yang bisa diandalkan seperti suasana berjalan kaki yang nyaman, fasilitas trotoar dan jembatan penyeberangan yang baik, jalur sepeda dan lain-lain. Saat ini, kualitas fasilitas NMT di Banda Aceh seperti trotoar, jembatan penyeberangan dan lain-lain masih belum memadai. Kondisi sama juga terjadi di banyak kota di Indonesia.
Penggunaan NMT/ kendaraan tidak bermotor di Banda Aceh sendiri masih sangat terbatas. Penggunaan sepeda misalnya masih sekedar pada fungsi olahraga dan rekreasi. Jarang sekali ada siswa atau pekerja berjalan kaki dan sepeda untuk tujuan sekolah dan bekerja. Padahal, NMT penting sekali untuk menciptakan kota yang sehat.
Bike Sharing
Bike sharing merupakan salah satu program transportasi berbasis NMT paling popular di dunia. Bike sharing bisa diartikan bebas sebagai “berbagi sepeda”. Fasilitas utama bike share adalah sepeda dengan desain khusus, rak sepeda, kotak penyimpanan kunci, papan informasi serta kendaraan pendistribusi sepeda. Selain itu, juga diperlukan teknisi yang merawat sepeda dan fasilitas. Pemerintah menyediakan fasilitas, kemudian warga bisa menggunakan sepeda tersebut. Sepeda diambil dari satu stasiun dan dikembalikan ke stasiun lainnya setelah selesai digunakan.
Konsep bike-sharing lahir tahun 1965 di Kota Amsterdam, Belanda. Sejak itu, bike sharing semakin popular. Saat ini, ada ratusan kota dunia yang menerapkannya. Contoh sistem bike sharing yang cukup terkenal adalah Velib di Paris, Bike share di London, Wuhan Tiongkok dan Barcelona Spanyol. Bike share bisa diterapkan baik di kota megapolitan seperti London, New York dan Paris, hingga kota kecil seperti La Rochelle di Prancis. Di Indonesia, program bike share telah mulai diterapkan di Kota Bandung sejak tahun 2012 namun belum berkembang baik.
Teknologi bike sharing berubah seiring waktu. Perubahan ini menyediakan solusi bagi semua permasalahan yang mungkin terjadi di lapangan, misalnya pencurian, kehilangan, vandalisme, stok sepeda, kondisi lalu lintas kawasan yang tidak ramah sepeda dan lain-lain. Untuk mencegah pencurian misalnya, sistem bike sharing bisa menggunakan kartu identitas reguler seperti KTP, SIM dan passport. Kombinasi dengan teknologi juga memungkinkan untuk mencegah pencurian dan kehilangan seperti teknologi sidik jari pengguna hingga dan teknologi lainnya seperti sepeda yang dilengkapi GPS. Kemajuan teknologi dan informasi membuat sistem bike share terus berkembang. Bahkan telah ada sistem bike sharing yang telah mulai mengaplikasikan teknologi lebih lanjut misal universal card, solar cell dan terintegrasi dengan sistem transportasi publik lain.
Potensi Bike Share di Kota-Kota Indonesia
Penerapan bike share di Indonesia tidak bisa dibantah akan menghadapi tantangan utama berupa temperatur udara yang tinggi, koridor hijau yang terbatas, kondisi transportasi dan lalu lintas yang tidak ramah pejalan kaki dan pesepeda, serta pencurian dan vandalism. Meskipun demikian, potensi program bike share juga cukup besar misalnya meningkatkan jumlah transaksi ekonomi, berkurangnya polusi serta meningkatkan kunjungan pariwisata.
Kesuksesan bike share harus didukung dengan kebijakan sosial, politik dan spasial pendukung, seperti penetapan zona ramah sepeda, dimana pesepeda diprioritaskan dalam manajemen lalu lintas, misal: prioritas dalam penyeberangan, boleh melawan arus di area tertentu, dan sebagainya. Selain itu, fasilitas juga harus dirancang ramah sepeda, misalnya trotoar yang rendah, lampu penyeberangan jalan. Selain itu, diperlukan perluasan koridor hijau untuk menambah bayangan pohon sehingga menciptakan iklim mikro yang nyaman.
Partisipasi masyarakat memegang peranan kunci dalam kesuksesan program bike sharing. Kerjasama dengan pihak swasta bisa dibangun sebagai bagian dari promosi untuk menarik pelaku bisnis. Program Bike Share juga perlu diintegrasikan ke dalam sistem transportasi massal misal di kota kami Banda Aceh BRT Transkutaraja, misalnya dengan penyediaan rak sepeda di sekitar halte bis, penggunaan universal card untuk sistem BRT sekaligus Bike Share oleh publik, dan sebagainya.
Intinya, bike share bisa menjadi alternatif solusi transportasi yang ramah lingkungan. Harus diakui, banyak tantangan yang harus dihadapi untuk menerapkan bike share di Banda Aceh khususnya dan kota-kota di Indonesia umumnya. Tapi hal ini bisa diatasi dengan penerapan teknologi bike share yang tepat serta didukung dengan kebijakan dan komitmen pemerintah.
Mantap kawan
Thanks
stop beli motor, desak pemerintah bangun fasilitas kendaraan umum yang lebih baik, mending pajak buat transportasi umum daripada buat kendaraan yang bikin sesak jalan
Satu lagi merubah budaya yg sudah terlanjur bergantung pada kendaraan pribadi