NYOE TANOH KAMOE, NYOE NANGGROE KAMOE

in #indonesia6 years ago

with vita.jpg

Tahun 2014, tepat beberapa saat sebelum wisudaku di kampus UNIDRA PGRI Jakarta, disebuah warung Mie Aceh dibilangan Cilandak, Jakarta Selatan, aku bertemu seorang pria Aceh yang mengaku bekerja sebagai konsultan Migas. Perkenalanku dengan Tengku yang satu ini dikenalkan oleh sang empunya warung, Mister Doel yang berasal dari Reubee, Pidie. Setelah sedikit berbahasa-bahasi dengan menanyakan tentang kampung asal dan kegiatan yang kulakukan di Jakarta, Yusuf, dengan penambahan Aceh dibelakangnya sebagai pentasbihan bahwasanya beliau adalah aneuk nanggroe mulai bercerita tentang keberadaannya di Jakarta.

"Lon ka lon merantau sejak usia muda. Man saboh nyan kalheuh lon jak. Troh u Kalimantan. Man kalinyoe lon ka menetap di Jakarta." bang Yusuf mulai berkisah. "Kegiatan utama nakeuh sebagoe konsultan migas. Lon satu-satunya orang Aceh yang punya akses untuk berhubungan dengan orang-orang di bidang migas di tingkat nasional. " beliau menambahkan.

Aku mendengarkan dengan seksama. Tertarik dengan penuturannya, aku mulai memperhatikan penampilan, cara berbicara, dan gesture tubuhnya ketika bercerita. Pakaian yang dikenakan tergolong simple dan sporty. Fit dengan potongan tubuhnya yang atletis dan kekar. Berkulit hitam, pria asal Aceh utara ini bisa dideskripsikan sebagai orang Aceh tulen yang sangar dan punya kepercayaan diri yang tinggi. Tongkrongannya yang sangar sedikit kontras denga logat bicara Aceh Utara yang halus dan teratur. Gesture ketika berbicara sangat confident dengan senyuman dan penekanan kata dibagian tertentu untuk meyakinkan lawan bicaranya.

"Jadi droeneuh guru bahasa Inggris disinoe?" Tanyanya. "Nye bang. Kebetulan cek lon na kursus bahasa Inggris di Puri Kembangan. Jadi lon bantu genyan sinoe. Sambelan lon peulheuh kuliah bacut teuk bang." Jawabku sedikit panjang. "Ooo kuliah pue S2? Dia kembali bertanya. "Kon bang. S1 tan lheuh-lheuh karap 16 thon." Jawabku kecut. "Man pajan lheuh kira-kira?" Tanya dia lagi. "Kabereh nyoe bang. Tinggai preh wisuda teuk". Jawabku. "Man pue rencana lheuh nyan?" dia bertanya lagi. "Rencana neuk gisa u Aceh bang. Neuk buka tempat les rencana." Tambahku.

Dia terlihat sedikit kaget dengan jawabanku. Pandangannya terlihat aneh ketika menatapku. Aku tidak tahu apakah aku yang aneh atau dia yang demikian. Namun memang tak terlintas dibenakku untuk bertahan lebih lama di kota Jakarta ini. Aku benar-benar tidak bisa menikmatinya. Disini adalah kota untuk pekerja dengan segala kesibukannya. Dan panggilan tempat kelahiran seolah terdengar setiap waktu. Aku ingin pulang dan mengaplikasikan sedikit ilmu yang kupunya disana, Aceh. Klise dan terdengar idealis. Namun itu yang aku rasakan. Berbuat sesuatu ditanah kelahiran adalah impian terbesar semua orang. Tapi tidak semua orang mendapatkan kesempatan itu. Banyak yang mental dari tanah kelahiran karena kurang kreatif dan berbagai hambatan lainnya.

" Meunyo neuwoe u Aceh hanya untuk nyan tujuan pakon han sinoe mantong." Kata Bang Yusuf. "Jakarta lebih menjanjikan untuk semuanya. Tapi meunyo memang droeneuh keuneuk woe u Aceh lon na tawaran. Na tom neudingo tentang Geothermal? Tanyanya. "Sekilas bang. Hana that meuphom." Jawabku. "Geothermal nyan istilah awam jih energi panas bumi. Nyoe akan na eksplorasi di beberapa titik di Aceh. Salah satu jih di Jaboy, Sabang. Droeneuh lon tawar untuk posisi LO (Liason Officer) atawa Juru bicara. Gaji kisaran 10-15 juta/bln. Neupeugot laju CV keu formalitas mantong. Nyoe kartu nama lon. CV jeut neukirem keu alamat e-mail lon. Model droe neuh cocok bagian nyan. Nye neuteumeunyok ngon wie ureung langsong seungap. Droeneuh rame ngon yang aktivis bagian lingkungan dan sejenis jih? Dia bertanya setelah sedikit berbicara panjang lebar. "Watee di banda lon rame ngon aneuk Pecinta Alam, bang." Jawabku. "Nyan kapah that. Eunteuk job desk droeneuh adalah menghadapi MUSPIKA/MUSPIDA setempat serta berkomunikasi dengan elemen lain yang mungkin saja tidak berkenan dengan projek eksplorasi ini." Dia kembali berbicara panjang lebar.

Yang kemudian datang dan bermain di pikiranku adalah pengulangan sejarah. Sejarah ketika sebuah perusahaan gas berskala internasional yang ada di bumoe Aceh menguras habis sumber gas alam. Aset perusahaan tersebut kini terancam menjadi besi tua setelah berpuluh tahun melakukan eksploitasi secara beradab. Beradab karena mereka didukung oleh negara. Namun sesungguhnya hanya kebiadaban yang tersisa bagi masyarakat Aceh, terutama masyarakat yang mendiami kota atau wilayah tersebut. Sematan nama yang begitu membius, "KOTA PETRO DOLLAR", ternyata tidak membuat masyarakatnya bergelimang dollar. Bahkan menjelang tutupnya perusahaan tersebut masih ada masyarakat yang berdemo menuntut janji yang ditebarkan. Dan kini Sabang, aku belum pernah menginjakkan kakiku di kota ini. Namun dari apa yang kubayangkan, terasa ada sesuatu yang sakit yang tidak aku tahu dimana. Ada sesuatu yang tidak boleh terjadi. Apalagi ketika bang Yusuf kemudian menambahkan;

"Nyoe buet kon gura-gura. Untuk bagian ceumeucor biasa mantong perusahaan harus na sertifikasi Migas. Ka umum bak geutanyoe akan na yang yak lakee projek-projek remeh temeh lagee nyan. Tapi adak remeh, nyan hanjeut tepeulheuh keu perusahaan yang hana sertifikasi. Jadi tugah droeneuh hadapi ureung yang lagee nyan eunteuk. Neubi pemahaman bahwa tanyoe kon tapubuet buet cilet-cilet." Urainya. "Tapi lhee go cilet nye bang? cilet, cilet,cilet..hahahaha." Aku mencoba bercanda sambil tertawa getir. "Kiban? bek lee neupike panyang. Gaji lagee lon peugah bunoe. 10 ka lon jamin nyan. Beulaku golom S1. Meunan lheuh S1 langsong 15. Kon haba buhak nyoe. Lon ngon tim akan na di Banda Aceh untuk survey lokasi lam padum uroe nyoe. Lon harap minggu ukeu CV droeneuh ka lon teurimong." Dia menutup pembicaraan.

Setelah bertukar nomer handphone, aku pulang dengan pikiran mengembara. Mendapatkan pekerjaan dengan income besar adalah impian banyak orang. Aku tentu termasuk didalamnya. Namun ada pengecualian untuk beberapa kasus. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang tidak nyaman untuk kulakukan. Intinya kupingku tidak cukup berlemak untuk menahan kritikan dan cibiran dari banyak orang. Aku sempat mengirimkan CV ke Bang Yusuf. Dia tertawa membaca CV-ku. Terlalu cekgu sekali katanya. Dia mengirimkan contoh yang tepat. Tepatnya dia memodifikasi CV-ku. Setelah aku pulang ke Aceh, beberapa hari kemudian bang Yusuf menghubungiku. Dia berkabar kalau dia sudah di Banda Aceh. Sebelumnya dia sempat berkabar akan ke Banda. Namun aku tidak antusias dan malah kabur ke Sigli menghindarinya. Saat aku mengatakan bahwa aku sedang di Sigli dia memutuskan komunikasi yang kami lakukan via handphone. Sampai kini kami sudah tak berkabar lagi. Dua tahun lalu aku ke Sabang bersama Komunitas @kanotbu untuk sebuah event. Dan kudengar projek drilling geothermal itu telah berjalan. Ada sedikit hal aneh ketika tawaran uang yang lumayan itu hilang menguap begitu saja. Namun aku lebih merasa lega ketika aku dengan sadar telah berani menolak untuk hal yang tidak aku suka.

Dengan Cinta,

Reza Sofyan

Sort:  

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by reza sofyan from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Kah nah. Han ek peng tamong!

Gak bisa boleh itu bro @marxause. Pok maseng alias peng masok bisa dikoder itu. Tapi jangan jual kita pu tanah tumpah darah to...heee

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.17
JST 0.032
BTC 63701.73
ETH 2723.12
USDT 1.00
SBD 2.56