Menikmati label pengajar

Ada saat pengajar merasa jemu dengan rutinitas mengajar dan hal yang berbau dengan pengajaran tapi bagi saya kapanpun dan dimanapun sangat menikmati, alhamdulillah masih Allah titip rasa aman dalam mengajar, dan itu adalah anugerah yang tidak pernah dijual di pasar manapun.

Dan dari hal yang sangat mencabar yaitu harus membantu di hari libur seharusnya bersama keluarga, di sini harus memahamkan kepada semua anggota keluarga yang pengajar itu adalah milik ummat bukan milik pribadi dan harus rela ditinggalkan kapan saja waktu harus ditinggalkan dengan mengkondisikan segala keadaan terpenuhi segala keperluan dan kebutuhan keluarga.

Mengajar bukan hanya saja memahamkan satu pelajaran yang harus mereka tahu tapi lebih dari itu sampai memahamkan kewajiban kita sebagai hamba Allah, karena inti dari hidup kita untuk hidup dan harus kembali. Dan kehidupan setelah itu yang akan kekal abadi. Dunia ini fana dan hanya sementara

Disinilah kita memompa anak didik menjadi pribadi yang bukan hanya mementingkan diri sendiri tapi juga harus peduli dengan keadaan sekitar, dan peka terhadap permasalahan yang terjafi, peduli dengan solidaritas sesama, karena hidup bukan saja untuk makan tapi untuk bisa bermanfaat kepada sesama, harus cerdas secara intelektual, spritual dan emosional.

Dan hal yang sering saya terapkan dengan anak didik adalah membersamai mereka tanpa harus menjaga jarak dan sampai menjadikan mereka adalah relasi kerja demi menghasilkan jiwa-jiwa produktif dengan senantiasa dirangkul dan dipahamkan sedikit demi sedikit.

Bahkan untuk menghilangkan rasa sungkan dari mereka dengan mengajak mereka belajar lesehan di taman, atau di tempat yang layak dijadikan tempat belajar, makan bersama.

Semoga apa yang dicita-citakan para pengajar bisa terlaksana dengan baik dalam mencerdaskan anak bangsa yang bukan hanya cerdas secara intelektual tapi harus matang secara emosional, spritual dan sosial. Kalau bukan kita yang memulai siapa lagi?