Program "mumang" ala Menteri Agama
Beberapa hari terakhir saya membaca sebuah kritik atas sebuah postingan dari seorang teman di sebuah media sosial. Ia memberi komentar terkait kartu nikah yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan banyak orang, bahkan tidak sedikit yang tidak sepakat atas ide itu.
"Apakah kartu itu bisa memberikan kita uang" begitu komentarnya terkait program menteri agama yang katanya akan membuat sebuah kartu nikah berukuran sebesar ukuran KTP, dengan alasan dapat dibawa kemana-mana.
DPR telah menyatakan agar setidaknya program tersebut dikaji ulang sebab tidak ada azasi manfaat yang di timbulkan, malah yang ada hanyalah potensi korupsi. Setiap orang yang menikah secara resmi telah terdaftar di kantor KUA urusan agama dan dibuktikan dengan adanya buku nikah. Dan tercatat di kantor dinas catatan sipil setempat. Hal itu sesuai UUD Nomor 1 Tahun 1974.
Usulan program ini dianggap lucu oleh banyak pihak, selain berpotensi menjadi ladang korupsi, program ini juga sama sekali tidak memberikan manfaat bagi pasangan yang menikah. Yang nada hanyalah pemborosan dan penggunaan uang rakyat yang berlebihan.
Buku nikah adalah sebagai salah satu bukti atas pernikahan yang dilakukan oleh pasangan. Lantas untuk apa pula Kemenag sibuk mengurusi dan memberikan kartu nikah.
Padahal jika ditinjau Kemenag tidak perlu repot memikirkan hal-hal yang memang sudah tidak menjadi sebuah kendala atau persoalan lagi. Bukannya sangat banyak persoalan lain yang seharusnya diselesaikan oleh lembaga agama itu. Seperti persoalan buku nikah yang sering tidak cukup di berbagai KUA tertentu.
Bukankah seharusnya Kemenag hanya fokus untuk penyelesaian soal biro jasa haji yang masih bersalah hingga saat ini. Bukankah seharusnya Kemenag hanya fokus utnjk menyelesaikan persoalan travel nakal yang menipu calon jamaah umroh dan sebagainya.
Bukannya harus mengeluarkan program yang hanya menghabiskan uang negara dan tidak memberikan manfaat sama sekali. Kenapa tidak Kemenag hanya fokus pada program nikah gratis saja, kan lebih bermanfaat.
