"Steemian Gila"

in #indonesia6 years ago (edited)

“Hai, Steemian @munawar87. Kamu di sini rupanya? Sejak kapan?”

“Hai juga, Steemian. Aku sudah di sini sejak sebulan yang lalu.”

MYXJ_20180302123616_save.jpg

Steemian itu ikut membawa beberapa buku tebal dengan mamakai baju kaos Steemit. Aku langsung berpikir, bahwa sebuah buku tebal yang dibaca berhari-hari, itu mungkin uraian hasil satu menit pikiran penulisnya. Kemungkinan ini bisa dibuktikan dengan yang sering dialami masing-masing pribadi. Contoh, sebuah lintasan pikiran yang berdurasi nol-koma-sekian-detik, kalau diurai bisa menghabiskan beruntai-untai kata, sejumlah kalimat atau berlembar-lembar halaman ketikan.

Tapi di sini bisa juga terjadi yang sebaliknya, misal, “Belanda butuh 300 tahun untuk menguasai seluruh Nusantara”. Itu berarti susah-senang suka-duka petualangan Belanda sepanjang 1595 s/d 1895 hanya dihadirkan dalam satu kalimat tersebut.

Atau, sebuah lintasan pikiran yang berisi, misalnya, “Belanda tidak pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun, karena Indonesia baru berdiri sejak 17 Agustus 1945”, kalau sejarah ini diluruskan, bisa menghabiskan ratusan lembaran buku.

Dalam geografi, itu disebut skala pemetaan, di mana, bumi seluas Sabang-Merauke bisa terhampar hanya di atas setengah meja kerja (dalam wujud selembar peta). Atau “G.30-S/PKI”, misalnya, betapa frasa itu telah menjadi miniatur segenap kengerian bagi rasa jutaan warga Indonesia.

Eh, rupanya persoalan skala perbandingan belum selesai hanya di sebatas “buku dan pikiran”, “Frasa dan kengerian kolektif” serta “bumi dan peta”, tapi juga manusia perseorangan dan alam raya. Dikatakan bahwa, setiap orang adalah mewakili kesempurnaan dari wujud alam raya; atau, manusia adalah wujud terkecil dari kosmos. Atau, dengan kata lain, “Jika ingin melihat semesta, maka perhatikanlah seorang manusia.”

Terjebak pada ‘taklid’ yang demikian, si Stemian itu, setiap ia berada di tengah-tengah pasar yang ramai, selalu bergumam pada diri sendiri, “Aduh, banyak sekali alam raya di pasar ini.” Atau, “Wah, semesta-semesta sedang asyik berbelanja.” Atau, “Nah, kosmolitan-kosmolitan lagi asyik minum di warung kopi.”

Maka, pada hari ini, ketika oleh keluarganya Steemian kita ini dibawa ke Rumah Sakit Jiwa, ia tak merasa harus memberontak. Malah, selama dirawat di sini, nyaris tiap tiga jam sekali ia bergumam pada dirinya, “Dari keseluruhan mayapada ini, maka sejumlah alam semesta harus dipulihkan di Rumah Sakit Jiwa.” Atau, “Alam raya ternyata memiliki kecendrungan gila juga.” Atau, tiap ia melihat perawat yang menurutnya berwajah cantik, ia mendesis, “Nah, ini galaksi Bima Sakti yang indah ciptaan Tuhan.”

Begitulah, bahwa saya telah meliterasikan sejumlah kalimat sampai membentuk lima alinea, padahal tadi, yang terpikirkan cuma: alam raya ini adalah subtansi terkecil yang mampu kita raba dan pahami secara empiris untuk menjangkau Yang Lebih Besar daripadanya. Jika pelik memahami alam raya, pahami saja diri sendiri; itu sudah mewakili. Jika diri pun pelik dipahami, mungkin bagusnya kita berada di Rumah Sakit Jiwa. Karena, abnormal merupakan lompatan besar untuk sesuatu yang tak dapat dijangkau dengan langkah-langkah biasa.

MYXJ_20180302133953_save.jpg

Maka, buku adalah suatu bentuk abnormal dari keseluruhan alam pikir manusia. Peta adalah suatu bentuk abnormal dari keseluruhan atau suatu kawasan permukaan bumi. Manusia adalah suatu bentuk abnormal dari keseluruhan jagat raya. Saudara-saudara kita yang menghuni Rumah Sakit Jiwa adalah suatu bentuk abnormal dari keseluruhan petualangan dan keberanian manusia hingga mencapai penemuan-penemuan terbaru yang memungkinkan kita berada di lompatan-lompatan besar peradaban terkini. G.30S/PKI adalah suatu bentuk abnormal dari keseluruhan dinamika dan trik politik negeri kita.

Buku memungkinkan kita menelusuri sejarah tiga abad hanya dalam durasi baca tiga hari. Lompatan besar peradaban memungkinkan kita benar-benar pergi melintasi rentangan bumi azali berdasarkan peta yang hanya seluas setengah meja kerja. Alam raya ini memungkinkan kita menjangkau suatu rahasia di balik system pikir ‘kebetulan’, bahwa, jika semua ini hanya kebetulan, kenapa yang terjadi justru bukan kebetulan yang sebaliknya, yakni, tidak adanya alam semesta ini.

Begitulah, bahwa saya telah meliterasikan sejumlah kalimat sampai membentuk, ya, dari yang tadi hanya lima paragraf, kini sudah tujuh paragraf, padahal tadi, yang terpikir cuma: alam raya ini adalah subtansi terkecil yang mampu kita raba dan pahami secara empiris untuk menjangkau Yang Lebih Besar daripadanya. Jika pelik memahami alam raya, pahami saja diri sendiri. Jika diri pun pelik dipahami, mungkin bagusnya kita berada di Rumah Sakit Jiwa. Karena, abnormal merupakan lompatan besar untuk sesuatu yang tak dapat dijangkau dengan langkah-langkah normal.

“Jadi, Steemian @munawar87 merekomendasikan agar semua orang muda Indonesia berada pada kondisi abnormal? Untuk apa? Untuk menormalkan semua ketidaknormalan yang ada?” tanya temanku yang sejak hari ini resmi menjadi penghuni Rumah Sakit Jiwa ini.

“Ya, begitulah. Makanya kupakai "87" diujung namaku sebagai simbol kegialaan.” jawabku yang juga sudah dirawat di sini sebulan sebelumnya.

MYXJ_20180302135320_save.jpg

MYXJ_20180302134947_save.jpg

videotogif_2018.02.23_13.46.44[1].gif

Sort:  

Hahahaha, mantap.

Semakin mantap untuk gila hahaha

Rebes, smakin gila smakin bnyak penghasilan. Hehehe

Yaahh.. Gila-gilaan donk.hahaha

Mantap that babg, tapi hana vote back hana takira mantap

Hahahahaha nyan berarti super mantap

Thank you

Very nice steemit group

Thank's from atention @flysky

Coin Marketplace

STEEM 0.35
TRX 0.12
JST 0.040
BTC 70557.88
ETH 3560.83
USDT 1.00
SBD 4.75