Independensi Media dalam Politik [8]

in #indonesia6 years ago (edited)

Contoh yang dikemukakan salah seorang pelaku media yang diwawancarai, adalah bahwa di dunia Barat sekarang ini masalah homoseksualitas sudah merupakan topik yang lazim dibahas dalam media, sementara orang Jepang tidak bisa menerima hal tersebut, atau menolak untuk mendengar hal semacam itu dibicarakan dalam media. Pers Jepang memahami hal tersebut.


coffee-cup-1797283_960_720.jpg

Contoh lainnya adalah mengenai pemberitaan orang-orang Jepang yang diculik oleh Korea Utara pada masa perang dulu, dan sampai sekarang masih belum dikembalikan ke Jepang. Orang Jepang dapat menerima pemberitaan tersebut sebagai bagian dari agenda berita, karena mereka memang bersimpati kepada keluarga yang diculik.

Padahal pemberitaan tentang masalah Korea Utara itu sendiri sesungguhnya merupakan upaya campur tangan pemerintah dalam menentukan isi media, agar kebijakannya mendapatkan tempat di hati masyarakat”

Dalam kebudayaan atau cara hidupnya, banyak orang Jepang lebih memikirkan atau memperhatikan hubungan antarmanusia yang diharapkan berjalan harmonis. Karena itulah pemberitaan masalah-masalah yang berkaitan dengan keluarga kerajaan kemudian dijadikan sebagai hal yang tabu oleh awak media Jepang. Inilah yang disebut sebagai langkah ”sensor-diri”.

Situasi atau hubungan yang harmonis lebih diutamakan ketimbang kebebasan, meskipun hak tersebut “dijamin secara konstitusional dan media massa di Jepang diperbolehkan untuk beroperasi secara bebas”—meskipun “terdapat bukti bahwa pemerintah melakukan pengawasan tidak langsung dan mempengaruhi peliputan media”.

Sensor-diri merupakan langkah sukarela dari media; media mengikuti norma masyarakat yang mementingkan keharmonisan hubungan antar manusia; media takut dikecam atau mendapat makian masyarakat sebagai ”orang yang tidak baik”.
Uniknya,

“Di Jepang tindakan pembatasan langsung atau sensor terhadap pers oleh pemerintah atau kelompok berkuasa lain mungkin tidak perlu dilakukan, karena pers atau kalangan media Jepang sendiri telah dengan cermat, rajin, dan hati-hati melakukan pengawasan terhadap dirinya sendiri. Sensor-diri telah menjadi semacam hal yang terinternalisasi dan dengan penuh kesadaran dan sukarela mereka lakukan. Keadaan budaya masyarakat Jepang yang lebih mementingkan hubungan harmonis daripada kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat, sistem politiknya serta perkembangan sejarahnya, menjadikan lebih diutamakannya praktek sensor-diri pada media Jepang. Terlebih bagi media mainstream, sensor-diri ini dituntut darinya seakan sebagai imbalan dari fasilitas yang diterima dalam keanggotaan klub kisha. Keunikan keadaan pers yang terkait dengan nilai budaya di Jepang ini—dan mungkin juga hal yang sama terdapat di negara-negara Asia lain dengan kekhasan konteks budayanya masing-masing—menjadikan teori-teori pers dasar tidak dapat sepenuhnya diterapkan di Jepang”


MASRIADI.gif


BACA JUGA

Ilya Revianti Sudjono Sunarwinadi, “Budaya Sensor-Diri dalam Kebebasan Pers di Jepang”, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni 2006.

Sort:  

luar biasa inspirasi dari segelas kopi :)

bisa juga kita terapkan di indonesia asalkan koruptor di indonesia di hukum mati dulu....

^^ mari kita saling bersilaturahmi supaya mudah rezeki

^^

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.028
BTC 59926.69
ETH 2622.88
USDT 1.00
SBD 2.38