Independensi Media dalam Politik [18]

in #indonesia6 years ago (edited)

Kampanye hitam dengan cara ini dilakukan dengan pertemuan-pertemuan langsung dengan para pemilih. Ketiga, lewat iklan (advertisements). Cara ini menggunakan sejumlah iklan politik di media massa cetak dan elektronik, maupun melalui sosial media. Kesemua metode tersebut akan efektif manakala orang-orang yang disasar tidak memiliki kecerdasan politik, sehingga gampang terpengaruh atau percaya dengan isu-isu yang diterimanya.

Para pengelola media tersebut, berserta orang-orang yang menyebarkan berita-berita fitnah yang dihasilkan, bukannya tidak tahu kampanye hitam dilarang secara regulatif. Mereka tahu di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kampanye hitam dilarang. Mereka tahu pada pasal 41 ayat 1 (c) dikatakan kampanye tidak boleh menghina seseorang, ras, suku, agama, golongan calon dan/atau pasangan calon yang lain dalam kegiatan kampanye. Pun mereka tahu di ayat 1 (d) dilarang untuk menghasut dan mengadu domba perseorangan maupun masyarakat. Hanya saja mereka mengacuhkan hal itu, karena sangat berambisi dalam persaingan politik.


computer-3204251_960_720.jpg

Persamaan media-media besar—yang jelas asal-usulnya—dengan media abal-abal tersebut terletak pada dimasabodohkannya prinsip independensi karena ambisi politik. Maka yang terjadi kemudian adalah media-media yang dikenal kredibel sebelumnya dan tercatat secara badan hukum ikut memublikasikan “berita-berita sampah” dalam kampanye pilpres.

Menurut A Zaini Bisri dalam artikel Parsialitas Media Ancaman bagi Pemilu yang Jurdil, pilpres-pilpres sebelumnya berlangsung aman dan relatif lebih “sehat” ketimbang Pilpres 2014. Menurutnya, rekor ini tergerus pada Pilpres 2014. Dalam artikel tersebut, Bisri menggunakan pendekatan perbandingan politik (comparative politics) antara pilpres di Indonesia dengan di Amerika. Ia mendeskripsikan bahwa

“Tiga kali pemilu di Indonesia pada masa reformasi diakui banyak kalangan sebagai pemilu yang lancar dan aman ... Selama reformasi, media massa juga menyajikan liputan pemilu yang relatif berimbang dan adil.

Di Amerika, setiap pemilihan presiden digelar, media-media utama sudah mempunyai calon yang didukung pemberitaan. Kemenangan Barack Obama adalah berkat dukungan media ... Kecenderungan media di Indonesia saat ini dikhawatirkan akan melampaui pemihakan media Amerika Serikat dalam pilpres.

Sejak Hari Pers Nasional (HPN) pada 2012, tema netralitas media dalam pemilu sudah menjadi perdebatan. Pemicunya adalah pemberitaan sejumlah media sebagai alat pencitraan bagi pemiliknya atau corong politik bagi pemodalnya.

Jika parsialitas media Amerika terhadap calon presiden tertentu didasarkan pada pertimbangan rasional dan ekonomis, pemihakan berita atau program acara media di Indonesia, khususnya televisi, berkiblat pada kepentingan pemilik. Ketika pemilik atau pemodal media punya kepentingan politik dalam pemilu, maka terjadi klaim pribadi atau korporasi atas frekuensi siaran yang merupakan ranah publik”.


MASRIADI.gif

BACA JUGA :
Arfianto Purbolaksono, “Kampanye Hitam Jelang Pilpres 2014 Rugikan Masyarakat”, The Indonesian Institute, 6/6/2014.

A Zaini Bisri, “Parsialitas Media Ancaman bagi Pemilu yang Jurdil”, Suara Merdeka, 2/3/2014.

Sort:  

Menarik @masriadi, kampanye hitam bisa terjadi kapan saja. Pengawasan yang sulit bila media sosial jadi corong utama.

mungkin itu udah seperti tradisi/adat bagi politisi bg, kalau tanpa black campaign mungkin belum bisa di katakan politisi , hahaha

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 63191.06
ETH 2551.41
USDT 1.00
SBD 2.65