Aceh, Jokowi dan Janji-janjinya

in #indonesia7 years ago

IMG_9569.JPG
PASANGAN Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah, resmi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Pelantikan itu dihadiri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang singgah dalam lawatannya ke Turki, dan bertemu duo pemimpin baru Aceh itu. Pertemuan itu berlanjut di Istana Merdeka, Jakarta, 11 Juli 2017. Bahkan, Irwandi-Nova datang mengenakan seragam pelantikan.

Hadirnya orang nomor satu saat pelantikan kepala pemerintahan Aceh itu dapat dimaknai sebagai dukungan politik dan dukungan seorang sahabat. Jokowi dan Irwandi pernah menonton konser band rock Metalica di Jakarta, 26 Agustus 2013 lalu. Saat itu Jokowi menjabat gubernur DKI, dan Irwandi mantan gubernur Aceh.

Bukan hanya itu, dukungan politik saat Irwandi maju sebagai calon kepala daerah juga berasal dari PDI Perjuangan-pertai yang mengusung Jokowi-maju dalam kontestasi presiden.

Menariknya, Irwandi mampu menyatukan PDI Perjuangan bersanding dengan Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasional aceh dan Partai Daulat Aceh. Publik tahu, bahwa PDI-Perjuangan dan Partai Demokrat kerap berbeda pandangan dalam sudut pandang membangun bangsa setidaknya 12 tahun terakhir. Namun, Irwandi menyatukan kedua partai berseberangan itu mengusung dirinya bersama kader Partai Demokrat, Nova Iriansyah.

Kehadiran dan pertemuan Jokowi dan Irwandi harus dimaknai sebagai kabar baik untuk menyusun pembangunan Aceh baru. Namun, patut dicatat, meski berkali-kali mengunjungi Aceh, beberapa janji Jokowi belum terealisasi hingga kini. Saat pertama kali berkunjung ke Aceh Utara, 9-10 Maret 2015 lalu, Jokowi menabur janji semisal memperpanjang landasan pacu (run way) sejumlah bandara di Aceh, seperti Bandara Malikussaleh di Aceh Utara, Rambele di Bener Meriah, Maimun Saleh di Sabang, dan sejumlah bandara kecil lainnya yang selama ini secara reguler didarati pesawat.

Pelebaran dan penambahan landasan bandara memang salah satu aspek penting untuk menunjang tumbuhnya kegiatan perekonomian dan mendorong pertumbuhan proferti. Bandara Malikussaleh, misalnya, saat ini panjangnya 1.850 meter dan dijanjikan Jokowi akan diperpanjang tahun ini menjadi 2.400 meter agar bisa didarati pesawat berbadan lebar. Keberadaan bandara ini penting untuk mempermudah akses barang dan jasa dengan beberapa daerah di wilayah utara Aceh.

Setelah kunjungan itu, Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib, empat kali menyurati Menteri Perhubungan RI, saat itu masih dijabat Ignatius Jonan agar Bandara Malikussaleh dikelola pemerintah pusat. Daerah itu merugi sebesar Rp 1,2 miliar per tahun karena mensubsidi pengelolaan bandara. Namun, hingga saat ini bandara itu masih seperti ketika Jokowi mengunjungi kabupaten tersebut dua tahun lalu.

Janji lainnya adalah membuka kembali PT Kertas Kraft Aceh atau KKA, sebuah BUMN yang bernilai historis karena Jokowi pernah bekerja sebagai konsultan kehutanan di perusahaan tersebut. Dalam konteks ini, belum terlihat realisasi dari janji mantan Walikota Solo itu. Sektor maritim, pembangunan tol laut di Aceh juga belum dimulai. Sedangkan pembangunan jalan tol lintas Aceh-Sumatera masih berkutat pada persoalan pembebasan lahan.

Di sektor pertanian, pemerintah Pusat membangun bendungan Keureuto di Payang Bakong, Aceh Utara, senilai Rp1,7 triliun. Realisasi janji ini terlihat lebih optimistik karena sudah dialokasikan anggarannya dalam APBN dan sudah mulai pelaksananya.

Janji lainnya soal regasifikasi dan pembangunan pembangkit listrik mikro hidro yang telah terealisasi. Proyek ini memang mulai dikerjakan sebelum kunjungan presiden.

Jika sebagian dari janji itu terwujud akan menimbulkan multiplier effect untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Aceh yang akhir 2014 hanya 1,65 persen atau melambat dari tahun sebelumnya 2,83 persen. Potensi pertumbuhan ekonomi ekonomi juga akan mengurangi jumlah pengangguran terbuka di Aceh yang menurut laporan BPS akhir tahun lalu mencapai 6,75 persen.

Jokowi tampaknya harus memahami psikologis politik masyarakat Aceh yang kehilangan kepercayaan pada pemerintah pusat, karena terlalu banyak janji saat kunjungan namun minus realisasi. Sepertinya, Jokowi harus mahfum dan tidak meneruskan tradisi pendahulunya berjanji saat ke daerah dan segera alpa usai tiba di Jakarta.

Proaktif
Pertemuan Jokowi dan Ireandi tentu berdampak politis bagi peningkatan hubungan Aceh-Pusat yang belakangan tidak lagi menjadi fokus utama setelah berakhirnya konflik bersenjata disusul perjanjian damai Helsinki, 15 Agustus 2005 silam. Maka, momentum pertemuan duo pemimpin itu menjadi titik balik bagi keduanya untuk mewujudkan pembangunan Aceh baru, memenuhi janji pada rakyat Aceh, baik ketika Irwandi maupun Jokowi berkampanye dulu.

Bagi Irwandi, momentum harmonis itu harusnya dimaknai sikap pro aktif menyusul janji-janji presiden itu ke sejumlah kementerian. Elit lokal Aceh harus berkomunikasi secara intensif dengan sejumlah pembantu presiden. Jangan pernah mengandalkan komunikasi via surat dengan elit kementerian dengan segala persoalan dan dinamika kerja yang mereka hadapi.

Dalam konteks komunikasi, hubungan personal, pertemuan dan diskusi telah menyelesaikan sebagian persoalan yang dibawa ke Jakarta. Tentu, persoalan itu terkait pembangunan dan janji presiden. Irwandi harus membuktikan bahwa dirinya berteman baik dengan presiden dan untuk itu sejumlah pembantu presiden berkewajiban memenuhi janji kepala negara pada rakyat Aceh selama enam kali kunjugan ke bumi serambi mekah itu.

Saatnya, elit Aceh tak berpangku tangan dan termangu. Saatnya menjemput bola agar kehidupan rakyat di ujung Sumatera itu semakin baik dan bermartabat.

STEMIANS
Jika anda tertarik dengan artikel ini silakan direstem dan follow saya ya @masriadi

Sort:  

Saya tertarik bang!! , udh di follow gk di flbck

mantap. udh sy folback

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 58119.05
ETH 2357.18
USDT 1.00
SBD 2.36