Seniman Perempuan Aceh

Cut Aya Sofia. Atau dalam akun steemit-nya memilih nama @paskadom. Ini adalah foto saat saya potret di samping lukisan sendiri yang menempati juara harapan pada sebuah lomba lukis yang diadakan oleh DISBUDPAR Aceh via TBA (Taman Budaya Aceh). Ini adalah keharusan seorang seniman ketika berada di samping karya sendiri. Bangga pada apa yang telah kita hasilkan, setidaknya meneguhkan kembali keberadaan kita yang kadang sedang krisis kepercayaan diri (mulai terdengar seperti motivator yang bergentayangan dari workshop ke workshop).

Lukisan tersebut dilukis bersama puluhan peserta. Seniman, mahasiswa dan siswa berbaur melukis bersama dengan pendekatan teknik dan eksplorasi topik masing-masing sesuai juknis (petunjuk teknis) ala dinas pemerintah. Cut hari itu pergi jam 8 pagi dan pulang jam jam 14.00 siang. Setelah pajoh bu, atau makan siang, ia berangkat lagi melanjutkan melukis dan mendengar pengumuman hasil lomba. Dan, dia mengabari saya di rumah mendapat beberapa juta duit pemerintah, yang kalau kita ajukan proposal, ribetnya setengah mati.

membuat mural di #bivakemperom
Semalaman ia mengonsepkan lukisan itu sendiri dengan bantuan ejekan dari saya. karena beliau tak terbiasa melukis media kanvas, juga jarang secara tematik merakit narasi lukisan. Sebagai komikus, menggambar di atas kertas adalah hal paling mudah jika didasari pada naskah yang sudah jadi. Sementara melukis dalam beberapa jam seperti lomba itu, adalah tantangan terberat dihadapi. Apalagi, dalam kerumunan seniman rupa yang sudah tentu berkemampuan di atas beliau, pastinya riuh dan bikin salah tingkah sekali.

Mungkin karena menggunakan kuas sudah sangat biasa baginya, goresan bagaimana pun akan lebih mudah. Tinggal membuat komposisi hingga benar-benar enak dipandang oleh dewan juri terhormat.

Lukisan ini kalau saya tidak keliru berjudul "sampah peradaban". Nanti akan saya sunting jika salah. Dalam bingkai cermin dengan sentuhan ornamen simetris, luapan air keruh Krueng (sungai) Daroy, menumpahkan sampah. Termasuk alat yang biasa digunakan dalam seni tradisional. Tangkulok dan seurunee kale seperti mengalami kesunyian teramatnya di atas lantai. Seekor tikus hendak keluar dari lubang dinding seperti baru memulai jam 'dinas'.

Oh iya, Krueng Daroy adalah sungai buatan peninggalan negara Aceh pada masa kejayaannya dahulu. Sungai ini membelah Banda Aceh dan bermuara di Krueng Aceh yang tak berhenti mengalir. Krueng Daroy yang kerennya melewati komplek meuligo (pendopo dalam bahasa Jawa) gubernuran. Dahulu katanya ini pertapakan istana raja Aceh. Tapi Belanda memodernisasi sesuai selera baratnya yang asing bagi masyarakat lokal. Ya, namanya juga Penjajah.

Dalam cermin meluap itu, pinto khop (peninggalan Iskandar Muda) terlihat seperti kebisuan yang memang dibungkam. Walau Cut melatari dengan langit cerah, kesan muram dari lukisan ini terasa benar. Sesuai dengan nasib peninggalan masa lalu Aceh yang satu persatu beralih tangan atau dilupakan. Baik itu seni, tanah wakaf Blang Padang, dan aset masa lalu yang lain. Cut mungkin menangkap kesuraman itu hanya dalam seni belaka. Ini lumrah karena generasi sebayanya tidak banyak mendapatkan info dari informan yang menangani itu hal ikhwal.

Cut atau @paskadom adalah seniman perempuan Aceh yang pada 2015 lalu mendapat kesempatan residensi seniman perempuan pada perhelatan Jakarta Biennale. Paseban merupakan lokasi ia membaur dan membuat mural seukuran lapangan bulutangkis lebih kurang. Mural berjudul "saling pancing" menceritakan tentang lahan perkotaan yang menjadikan pemukim kota terdesak dalam ruang sempit macam Paseban. Sehingga banyak masalah timbul dan mencekik warga kota seperti rezim jahat dalam orde yang lalu. Bersama anak-anak teater binaan seorang seniman yang tinggal di sana, Cut membuat mural itu dengan riang gembira.

Cut Aya Sofia hingga kini tinggal serumah dengan saya karena kami telah terdaftar di KUA secara sah dan meyakinkan. Serumah dengan seniman, tentu sebuah kebahagiaan. Untuk itu, menikahlah dengan seniman.

Lagee nyan!

Salam sayang