Da Vinci dan mata seniman

Da vinci pernah berujar, "pelukis yang menggmbar berdasarkan kebiasaan atau pertimbangan indera penglihatan belaka tanpa menggunakan nalar, ibarat cermin yang memantulkan apa saja yang ada di hadapannya tanpa mengetahui apa-apa mengenai keduanya."

Apa yang tak bisa seutuhnya ditangkap oleh kamera, digenapkan oleh perupa dalam karya visualnya. El Pisgon misalnya. Kartunis sebuah media cetak di Mexico ini, punya mata yang jangkauannya masuk ke dalam lapisan kenyataan. Karikaturnya bertutur secara ideologi perihal kerja-kerja pemodal dalam membangun gurita bisnis.

Indonesia punya Affandi yang sempurna sekali memadukan teknik otentik dan kemampuan menghasilkan suasana lukisan. Walau, saya tak terlalu mampu meresap lukisan beliau. Namun, nama Affandi berada di urutan pertama jika membahas seni rupa Indonesia modern.

Semsar Siahaan juga cukup punya daya gugah karya-karyanya. Ia menyedot kesengsaraan, pilu korban pembangunanisme orde baru dengan karya kebanyakan hitam putih dengan figur-figur rakyat kecil yang tatapannya memilukan. Ia adalah tipe seniman yang terlibat dalam kehidupan perlawanan aktifis dalam menjungkalkan Soeharto.

Di Aceh, Mahdi Abdullah punya pandangan yang khas dalam mengakumulasi penderitaan korban konflik Aceh. Dalam istilah Merwan Yusuf, kurator seni rupa Indonesia, Mahdi adalah pelukis "realisme piktural". Subjek lukisannya real dihadirkan dengan sentuhan surealis. Hingga, ungkapan visualnya menusuk benar.

Pelukis yang memindahkan saja apa yang disaksikan, sebenarnya tukang belaka.

Salam hangat wahai steemian Indonesia pecinta keindahan:

@marxause