Antara Pamrih dan Menjilat
Bagaimana mungkin seseorang bisa bertahan pada sebuah blog umum, jika tiada pamrih baginya? Menulis pada blog pribadi tentu tanpa pamrih. Kenikmatannya muncul tatkala ada yang meninggalkan komentar bahwa mereka senang mendapatkan apa yang mereka cari di blog itu.
Sebaliknya, menulis di blog umum, selalu ada harapan imbalan. Jika ia memberikan komentar pada tulisan orang, selalu ada harapan imbalannya diberikan komentar balik. Jika seseorang mengevote artikel orang lain ada harapan orang lain itu mengevote tulisan dia pula.
Cara berpikir seperti ini sejatinya bukan penulis sejati. Mereka yg berpikir serupa ini adalah tipikal pamrih, tepatnya penulis pamrih. Ujung-ujungnya akan terjun ke lembah menjilat, yakni menjilat kurator.
Misalnya begini, seseorang selalu menyelipkan nama-nama kurator dalam tulisannya. Dengan menyanjung kurator pada tulisannya, ada harapan kurator tersebut akan memberikan vote.
Ketika sang kurator tak mampir pada tulisan orang tersebut, orang itu akan berpikir negatif untuk si kurator. Inilah yang saya maksud penulis pamrih dan penulis penjilat. Bukan penulis sejati.
Menulis butuh keikhlasan. Anggap sebagai amalan. Jika menulis untuk mengejar vote, nanti akan kecewa tatkala tak ada yang vote. Maka, menulis itu perlu kelurusan niat.
Catatan penting bagi setiap kurator, semoga bisa melakukan kurasi akurat, bukan karena dijilat. Semoga!
oman, bg, pakon hana neupakat lon
Ho lon pakat?