Mengembangkan Sop Rasa Tamora
SIANG itu, pengunjung mulai memadati Warung Tamora di Desa Blang Pase, Kecamatan Langsa Kota, Kota Langsa. Tampak para pekerja lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing pun duduk di warung itu. Sebagian lainnya, para pegawai negeri, remaja, dan pelajar. Di depan mereka, sup buntut dana sup tulang terhidang rapi. Suara senyap. Sesekali derdengar ketawa di salah satu meja. Seakan para pengunjung sibuk menikmati lezatnya sup itu.
Foto Adji Langsa
Pedagang sup di Kota Langsa terbilang lumayan. Jumlahnya mencapai 20 pedagang. Namun, Tamora, menjadi primadona. Sup di sini disebut-sebut sebagai sup paling enak di Kota Langsa. Ini pula yang membuat pelanggan tak bisa melupakannya. Istilahnya, jika sudah datang sekali, pasti akan datang untuk kali berikutnya.
Itulah lakon Tamora. Adalah Rika Lestari (55 Tahun) yang mengembangkan sop itu. Dia asli warga Tamora, Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara. 45 tahun silam, bersama suami tercinta, Rika pindah ke Langsa.
Nasib baik yang diimpikan tidak berbuah manis.Konflik menyalak di Aceh. Dia tak bisa berbuat banyak. Kurun waktu 1989-1998, dia hanya berjualan di kantin SMP Negeri 1 Langsa. Saat itu, pemerintah sedang memberlakukan daerah operasi militer (DOM) dengan sandi operasi jaring merah. Praktis, Rika tidak bisa mengembangkan bisnis sup itu.
“Berapalah hasil jualan di SMP. Uang jajan anak SMP tau sendirilah. Sangat kecil,” ujar Rika, Sabtu (30/5). Kenangnya melambung ke puluhan tahun silam. Dimana dia berjualan harus berangkat agak siang. Pukul 09.00 WIB. Jika berangkat terlalu pagi, khawatir ada kontak senjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan aparat keamanan.
Saat itu, dia hanya mampu menghasilkan uang Rp 100.000 per hari. “Itu penghasilan kotor. Bersihnya hanya Rp 30.000 per hari,”ungkap ibu delapan orang anak ini.
Memasuki tahun 2000 silam, dia ingin usaha yang lebih besar. Tahun itu, konflik mulai mereda. Tidak lagi terdengar suara senjata saban hari. Dia pun menyewa warung di Desa Blang Pase, lokasi usahanya saat ini. Lokasi ini sekitar dua kilometer arah timur Kota Langsa. Tepat di depan Kantor Telkom Cabang Langsa.
Di sini, rezeki mengalir. Dia menjual sup buntut, sup tulang, dan pecel. Rasanya khas. Sangat berbeda dengan sup kebanyakan. Rika mengaku, dia meracik bumbu sendiri. Cara meracik bumbu ini, juga diajarkan pada anak-anaknya. Kini, disaat usianya mulai sepuh, sang anak, Yaser El Suni.
Lima orang anaknya pula turut membantu mengembangkan usaha itu. Promosi yang dilakukan hanya dari mulut ke mulut. Namun, rasa memang memikat lidah konsumen. Saat ditanya, tentang daging yang lembut, Rika terbahak.
“Wah saya tidak tahu. Saya hanya membuat seperti orang kebanyakan. Namun, saya selalu memilih jenis dagingnya. Tidak semua daging bagus seratnya,” terang Rika.
Kini, wanita gaek itu duduk di balik meja. Tidak lagi melayani pembeli. Dia berada pada meja kasir. Lima orang pekerjanya sibuk melayani pembeli. “Saya ajarkan mereka semua kiat membuat sup. Jadi, semua harus bisa. Tidak mungkin mereka hanya duduk di sini, bekerja di sini selamanya. Mereka harus bangkit, dan jika ada modal, bisa buka usaha sendiri,” terangnya.
Kini, penghasilan per hari meningkat. Rika mampu meraih untung Rp 2 juta per hari. Gaji karyawan per hari mencapai Rp 25.000 per orang. Sedangkan untuk sewa warung, dia harus merogoh kocek Rp 35.000 per hari.
Tak Dapat Kredit
Delapan tahun silam, Rika mendapat bantuan kredit dari PT Telkom Langsa. Dia sudah lupa angka kredit dan nama kredit itu. Namun, saat disinggung bantuan dari Pemerintah Kota Langsa, Rika mengaku belum pernah mendapatkannya.
“Saya ini orang zaman dulu. Jadi tidak mengerti kredit ada atau tidak dari pemerintah. Jelasnya, sampai sekarang saya tidak pernah mendapat kredit dari pemerintah,” kata Rika.
Padahal dia ingin lebih berkembang. Cita-citanya mendapatkan bantuan modal usaha, dan menambah tenaga kerja. “Sup ini mulai digemari banyak orang. Saya ingin menambah usaha ini, ingin pula menambah tenaga kerja. Agar gadis-gadis yang tak punya pekerjaan bisa bekerja di sini,” terang Rika.
Dia ingin satu waktu, bisa membeli satu unit rumah dan took (Ruko) untuk membuka usaha itu. Ini tampaknya perlu diperhatikan Pemerintah Kota Langsa. Apa pun ceritanya, sup itu kini mulai menjadi ikon kota tersebut. Ya, sup rasa Tamora yang membuat semua orang ingat dan pasti singgah ke Langsa. Kapankah pemerintah memperhatikan usaha kecil namun mempromosikan nama Kota Langsa? Entahlah. Jelas, Rika Lestari terus berharap, agar pemerintah peka padanya.
I invite you to go through my post to vote, comment, share and follow that I will also help you for help .. THANK YOU
Yes thaks brother
pingin coba sup nya
Sudah kami resteem