Surat Khusus “Berbuka” Puasa

in #indonesia6 years ago

”ayah yok kita pergi belik makanan untuk bebuka puasa, kita belik kue mie kek kemaren, oke bay...”

Sahabat steemian...

Cuplikan kalimat di atas adalah sebuah pesan yang ditulis di secarik kertas oleh si Abang, anak laki-laki pertama saya yang memiliki nama lengkap Nabhan Fathani. Umurnya baru menginjak tujuh tahun. Dia baru duduk di bangku kelas satu madrasah ibtidaiyah. Sebuah madrasah yang berada tidak jauh dari rumah kami. Kertas bertuliskan kalimat itu diberikannya kepada saya Senin sore (21/5/2018), pas saat saya tiba kembali di rumah setelah seharian bekerja.

Ketika menerima surat tersebut dan membacanya berulang kali, saya tersenyum. Diikuti senyuman anggota keluarga yang lain. Kami semua tersenyum. Saya merasa bangga dan sangat berbahagia kala itu. Rasa capek yang sangat sore itu sehabis pulang bekerja, seakan hilang entah kemana. Yang tinggal hanya segudang rasa yang sulit dingkapkan dengan bahasa dan kata-kata.
Foto: Makan eskrim bersama keluarga, hanya sebagai iluastrasi yang menggambarkan keadaan bahagia yang sangat

Sore itu kami bertiga --saya, si Abang dan Ardis Aufa, adik laki-lakinya-- jalan-jalan dengan menggunakan motor honda scoopy merah kami. Rencananya kami hanya ke Kuta Blang, pasar yang tidak terlalu jauh dari rumah kami untuk membeli makanan berbuka puasa sesuai pesanan si Abang di suratnya. Namun tidak terasa, perjalanan kami sore itu sudah sampai ke kota Bireuen. Jaraknya sekitar 20 km dari rumah.

Di kota keripik-Bireuen kami hanya berkeliling melihat pemandangan kota ketika sore. Belum lama di kota itu, si Abang minta untuk menjenguk Cek Mis --adik bundanya yang beberapa waktu lalu tinggal bersama kami--. Lalu kami menyempatkan singgah sebentar ke rumah almarhum Pak Nek (baca: kakek, bapak mertua) di Gampong Cot Trieng, di mana Cek Mis menetap selama ini. Waktu semakin sore, setelah bertemu beberapa saat dengan Cek Mis kamipun permisi pulang.
Foto: Ketika barada di jalan elak, bekas jalur rel kereta api

Sahabat steemian...

Dalam perjanan pulang, kami singgah di beberapa tempat yang menyediakan jajanan berbuka puasa. Tempat pertama yang kami singgah adalah pasar Matangglumpangdua, di jalan Jangka. Di sana kami hanya membeli sebungkus gado-gado dan beberapa potong kue. Selebihnya hanya cuci mata saja.
Foto: Rak gado-gado di jalan Jangka, Matangglumpangdua

Persinggahan selanjutnya adalah di pasar “kaget” Krueng Panjoe. Pasar yang hanya ada ketika bulan puasa seperti ini. Di sana si Abang membeli sendiri es bandung dan bakso bakar --jajanan ekstra di luar agenda surat si Abang--. He... Sementara Ardis tetap duduk di motor bersama saya.
Foto: Si Abang sedang membeli es bandung dan bakso bakar pasar di Krueng Panjo

Menjelang waktu berbuka, kami melanjutkan perjalanan pulang dan rencananya singgah di satu tempat lagi. Kali ini kami betul-betul berniat mencari menu utama pesanan si Abang, seperti yang ditulisnya di surat itu. Ya.... sasarannya adalah mie. Mie aceh yang dicampur pecal, plus taburan bumbu kacang pecal di atasnya.

Mie yang akan dimakan bersama nasi inilah yang menjadi menu utama berbuka puasa si Abang setiap hari dalam bulan puasa tahun ini. Tidak sehat memang, mengonsumsi mie pertama sekali ketika perut masih kosong setelah berpuasa sehari penuh. Apalagi perut seorang anak. Saya menyadari itu. Namun apa hendak dikata, karena ikan dan sayurpun dia tidak suka.
Foto: Keadaan pasar Kutablang, saat mie dipesan

Setelah pesanan mie siap dibungkus, kami bayar dan langsung tancap gas untuk pulang karena waktu berbuka tinggal beberapa menit lagi. Sesampai di rumah kami disambut bunda dan dua adik mereka yang masih kecil. Kami menyerahkan hasil pencarian kami sore itu. Bunda langsung membereskan dan mengatur menu berbuka puasa kami.

Kami langsung duduk di hadapan menu berbuka. Tidak lama berselang, terdengar suara azan magrib berkumandang dari arah mesjid gampong kami. Pertanda waktu berbuka puasa tiba. Alhamdulillah, kami mengakhiri puasa hari itu dengan sukacita.
Foto: Dua penulis Aceh, @razack-pulo dan @tinmiswary pada acara promosi steemit beberapa waktu lalu.

Sahabat steemian...

Inilah cerita kami yang berawal dari sepucut surat si Abang sore itu. Saya sangat senang dengan generasi yang membiasakan belajar menulis seperti ini. Karena sesungguhnya mendokumentasikan suatu keadaan dengan cara menulis akan lebih bermakna daripada meneriakkannya (baca: cerita tutur).

Karena itu nak, “teruslan menulis apa yang kamu ingin sampaikan kepada ayah, bunda dan orang-orang. Jika saat ini kamu baru bisa menulis sekedar menyampaikan keinginanmu yang sifatnya sesaat. Itu wajar untuk anak seusiamu. Namun Ayah yakin suatu saat nanti kamu akan mampu menuliskan pikiran-pikiran dan pengalamanmu secara sistematis, mengeksplorasi prediksi dan berbagai kemungkinan tentang masa depan. Ya... jadilah seorang penulis yang futuris.”

Demikian sahabat steemian, semoga sajian saya siang ini bermanfaat.

Salam,
@farizalm

Sort:  

Ka lon done beuh 😊

Gata bek bree, haha...

He.... Makasih mister

Luar biasa semangat terus Tgk...
Kebahagiaan adalah kepemilikan kita..
Insyaallah jika seseorang anak senang hati dengan kasih sayang seorang ayah, maka ank tersebut akan mengambil suri tauladan yang baik dari sang ayah insyaallah.
Saleum neuk dari adun...
Semoga rayek gata beujet keu Aneuk yg mutuah, beuek tabalalah gaseh sayang ma dan ayah. Amin 😍😘

Makasih saudaraku @syakiran.balya atas komen dan doanya

Wadouhh surat si Abang bikin lapar

He...... Silakan berbuka tgk @dedycado, nanti pada waktunya.

Kami mau kirim surat juga lahhh 😀😀

Siap kak @ijas.jaswar.
Saya juga sedang menunggu surat ni utk dibaca.he...

Subhanallah dalam puasa semua makanan laris manis, mie caluk menu favorit si Abang.
Es Bandung kesekuaan siapa ya...yang penting sikecil senang ....hehehe.

Selamat berbuka puasa, kebahagiaan sangat mahal harganya.

Bukan berkah, penuh rahmat bang. Es bandung kesukaan semua bang @danisyarkani. Cuma tahan diri aja gak sering2 diminum krn cuaca kurang mendukung.he...

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.17
JST 0.033
BTC 63915.30
ETH 2740.13
USDT 1.00
SBD 2.59