Panau

in #indonesia7 years ago (edited)

Semalam saat membuka linimasa twitter, langsung terlihat oleh saya tweet Ivan Lanin, seorang aktivis internet Indonesia yang sering membagikan padanan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di akun media sosial miliknya. Baik di facebook maupun di twitter, tweet Ivan Lanin selalu muncul duluan di linimasa saya. Di Facebook, saya memang sengaja mengatur agar status Facebook Ivan Lanin muncul duluan saat saya membuka Facebook, tetapi tidak demikian dengan di twitter. Saya tidak mengatur apa-apa di twitter, tetap saja tweet Ivan Lanin sering muncul duluan.

Sebagai seorang penulis, saya harus mulai membiasakan menulis dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Apakah berdosa jika menulis tidak sesuai kaidah? Tidak juga. Setiap orang punya pilihan masing-masing. Ada yang peduli dengan kaidah bahasa, ada yang tidak peduli. Dalam ragam Bahasa Indonesia, ada yang namanya ragam santai. Kalian boleh menulis dengan ragam bahasa santai atau menulis dengan bahasa baku. Saya sering memakai keduanya. Namun, meski santai, saya selalu mengusahakan agar kata-kata yang saya tulis sesuai dengan EBI dan kaidah Bahasa Indonesia. Kata ‘saksama’ misalnya, selama ini kata tersebut sering ditulis―dan dulu saya juga sering menuliskan―’seksama’ padahal yang seharusnya adalah yang pertama menurut KBBI. Saya lebih memilih menggunakan bagaimana yang seharusnya menurut KBBI. Atau kesalahan yang paling sering dilakukan oleh jutaan orang Indonesia yaitu penggunaaan ‘di’ sebagai kata depan dan awalan yang tertukar.

Tugas penulis bukan hanya menulis, penulis juga harus memperkaya dirinya dengan kosakata-kosakata baru, harus belajar menguasai kaidah bahasa―karena seiring berjalannya waktu, tulisan-tulisan tersebut harus semakin baik dari segi bahasa dan diksi. KBBI dan Tesaurus adalah aplikasi yang wajib dimiliki oleh penulis jika ingin terus belajar dan mengembangkan diri. Saya hanya baru beberapa tahun belakangan ini saja mulai sadar menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika menulis, jadi saya masih jauh dari baik dan benar, saya masih sering asal menulis.

Lantas, apa hubungannya dengan panau, seperti judul tulisan ini?

Well, tweet Ivan Lanin yang saya maksud semalam adalah ini.

Panau, IMG_20180301_000033.jpg

Saya kaget, tersentak, dan terhenyak (lebay) karena ternyata saya salah selama ini. Hahaha. Saya salah menduga kalau ‘panu’adalah kata baku dan ‘panau’ adalah bahasa daerah dari ‘panu’―dalam hal ini yang saya tahu panau adalah bahasa Jamee dari panu. Ternyata kenyataan yang saya ketahui kemarin adalah sebaliknya.

shock, giphy.gif

Mengingat panau adalah juga mengingat masa kecil saya dulu ketika saya pernah berpanau. Ya, waktu kecil dulu saya pernah beberapa kali berpanau dan saya tidak malu untuk menuliskan ini. Masa kecil saya yang tinggal di pelosok kampung mungkin sama dengan masa kecil anak-anak yang tinggal di pelosok kampung lainnya: ingusan, bau asam, dekil, malas mandi, dan berpanau. Lalu saya akan mendengar Mamak merepet kecil―agar tidak terdengar oleh tetangga―kalau saya berpanau. Panau bukan penyakit mematikan, tetapi itu bisa membuat rasa percaya diri kalian mati―jika diketahui oleh khalayak. Mamak bukan berasal dari suku Jamee, tetapi beliau menggunakan kata ‘panau’ alih-alih ‘panu’. Mungkin karena tinggal di selatan Aceh, Bahasa Indonesia kami sedikit banyak dipengaruhi oleh Bahasa Jamee. Kalau boleh saya bilang, Mamak saya sedikit lebih baik dibanding saya soal perpanauan. Hahaha.

Saya yang bertahun-tahun menulis ‘panu’ karena kebelumtahuan selama ini, tentu berterima kasih kepada Ivan Lanin. Padahal ‘panau’ bukanlah kata baru, tetapi saya saja―dan sebagian besar orang―yang tidak pernah memeriksa kata-kata di KBBI, seolah-olah itu sudah terjamin kebenaranya. Di sebuah grup WA, panau ini sempat bikin heboh. Bukan heboh karena penyakitnya, tetapi karena kata itu sendiri. Mungkin masih terdengar lucu, asing, atau aneh. Meskipun demikian, tetap saja terlihat bahwa semua orang menulis ‘panau’ dan bukan ‘panu’ saat membalas komentar. Hahaha.

Lantas, apakah salah jika kemudian ada penulis atau wartawan atau pelaku media online atau blogger tetap menulis 'panu' ? Tidak salah. Boleh-boleh saja. Tetapi saya memilih untuk menulis bagaimana seharusnya dan sebenarnya. Ini agar saya terbiasa menulis dengan baik.

Pada akhirnya, tulisan tentang panau menjadi sepanjang ini. :v

eky 2.jpg

Sort:  

Hm, akhirnya bahasan di kota 'New York City' itu nangkring manis dan teratur di sini, ya? Hihi

Kami sama dengan @ihansunrise, lebih familiar dengan panu dan glum. O, jadi mulai sekarang mari kita jauhi panau!

Hahahahaaaa.... memang topik di Kota NYC itu adalah ide-ide yang bertebaran :v

Di Aceh yang sangat getol dengan hal itu adalah Yarmen Dinamika. Dia menurut saya adalah seorang Kamus berjalan. Sangat tertib bahasanya. Saya salut

Betul Bang. Nanti kapan-kapan saya tuliskan tentang Pak Yarmen

Beliau sangat betpengalaman dlam dunia menulis puluhan tahu.

Bagaimana kalau nantinya akak juga membuat postingan tentang menulis dengan bahasa santai serta menulis dengan bahasa baku? Nampaknya itu penting untuk diketahui banyak Steemian.

Salam sesama penderita panauan. ehehe

Boleh tuuh idenya, Za. Aku pun mulai terpikir untuk bikin postingan ttg kaidah Bahasa Indonesia. Karna kan, aku lihat, masih banyak yang bahasanya acak adut paraaah 😰😫

Kulit Anda berpanau? Minum Combantrin haha.. eh salah ya? 😂

Untung Anda bukan dokter yaaa 😂😁

Hmmm panau bukan kosakata khusus di hidupku hahahhaa, apalagi kami biasa melafalkannya dengan kata 'glum', penyakit yang disebabkan oleh jamur ini memang sangat rentan dengan kondisi lembab, makanya dulu sering kita lihat di pemuda-pemuda kampung yang sering lelah lelah berkeringat hehhe

Nah, sebaliknya aku, panau adalah kosakata yg akrab di hidupku, krn bahasa Jamee menyebut panau. Sungguh panau punya berstigma negatif yaaaa, hahahaha

Referensi paling gampang sekarang kan Google, kalau kita ketik panau, malah ga muncul itu bercak putih, malah definisi lain seperti ini:
Screenshot_20180301-081510.png

Sedangkan jika panu, lengkap muncul bahasan bercak putih kulit:
Screenshot_20180301-081527.png

Bahasa perlu dikembalikan ke Ejaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Nah, ini membuktikan bahwa Google masih memakai kata tak baku, yaitu panu. Hahaha. Sayangnya dia tak kenal dengan panau :D

Start from now; panau... Hehehe

I started already, di tulisan ini, hahaha

Panau setahu aku memang sudah lama ada di kbbi. Aku sering baca sari 2011 sih, ahahha ketika rajin buka kamusbahasaindonesia.org ahahaha. Selamat berpanau 🤣🤣🤣🤣

Berarti aku yg gak tahu ya, huhuu.
Tp bahkan Google pun menulis panu, kalau panau udah lain lagi menurut Google 😁😁😁

Saya sungguh setuju pada pemikiran Fardelyn ini. Sudah sepatutnya kita sebagai pemakai bahasa Indonesia taat pada EBI. Lebih-lebih dalam bahasa tulis. Jadi, tiap ragu ttg kebakuan suatu kosa kata jangan malas mengecek KBBI. Siap...

Betuuul, Bapak. Terima kasih sudah mampir, Pak.

Ternyata bahasa aneuk jamee yang betulnya ya, hahaha. Kami emang biasa bilang panau, bahkan saat baru2 hijrah ke Banda Aceh ketika Yel bilang panau ke teman, dia heran? Panu maksudnya? Katanya. Dan Yel jadi bahan tertawaan.

Karena gak biasa ya Yeeel. Nyatanya di grup kita, sebagian masih merasa geli menyebut panau, hahahahaaa.

Itulah pentingnya membaca. Kita bisa bisa mendapatkan banyak pengetahuan. Coba kalau kita tifak membaca. Akan selamamnya kita tidak akan pernah tahu yang semestinya. Menulis perlu banyak tahu tentang kosa kata. Agar tulisan kita bisa memenuhi syarat tulisan yang bagus. Selagi nafas masih berhembus, maka kita akan terus belajar. Belajar dan belajar tentang segala hal. Sukses dan saleum bahagia.

Betul Kak. Penting bagi penulis untuk banyak-banyak membaca ya.
Btw, yang betul adalah napas kak, bukan nafas, hahahahaa :p

eh.. iya ya? KBBI nya napas .. bukan nafas, mak?

iScreen Shot 2018-03-09 at 12.38.56 PM.png

iyaa yaa... ternyata napas dan bernapas yang benar.

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.20
JST 0.037
BTC 94588.50
ETH 3439.35
USDT 1.00
SBD 3.95