Meurhëh dan Meukalheueh Aju..!
Meurhëh dan Meukalheueh Aju..!
Sebagai orang Aceh yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari tentu perkara-perkara agama adalah bahagian yang tak dapat dipisahkan dalam keseharian hidup ini.
Apapun tingkah polah umat manusia standarnya adalah agama tak terkecuali terkait perkara aksi online-online sekarang yang masih ramai dibincangkan pengguna media sosial atau percakapan sehari-hari di warung kopi.
Banyak warga Aceh tentunya mengecam aksi-aksi demikian karena mencoreng keluhuran nilai-nilai syariat Islam yang berlaku di Aceh. Kecaman-kecaman seperti itu dapatlah dimengerti karena memang aksi-aksi prostitusi online ataupun tidak online adalah tindakan paling memalukan dan menghinakan.
Namun, kecaman-kecaman tersebut anehnya diplesetkan dengan kata-kata yang harusnya kata tersebut adalah sebuah kata sakral dan dihormati dalam adat orang Aceh yaitu Apam.
Khanduri Apam adalah salah satu nama bulan Aceh yaitu bulan Rajab dimana disebutkan bahwa dalam rangka menghormati bulan Rajab sebagaimana Hadits Nabi yang menyatakan bahwa bulan Rajab adalah bulannya Allah, maka orang Aceh dianjurkan untuk melaksanakan khanduri Apam di rumah-rumah penduduk dan dibagikan di bale-bale gampong atau meunasah dan juga di komplek pemakaman. Dalam khanduri tersebut biasanya anak-anak begitu gembira dengan menikmati khanduri Apam, bahkan jika tak ada wadah untuk Apam dan kuahnya, on lubue (daun talas) dan on lawaih (daun jarak) pun menjadi wadah alternatif tempat makan khanduri Apam.
Selain itu guna menyiapkan khanduri Apam warga Aceh dahulu kala telah menyiapkan wadah berupa belanga kecil dari tanah sebagai salah satu perlengkapan dapur yang tidak boleh tidak untuk ada.
Dari sedikit cerita diatas dapat digambarkan bahwa memang Apam mempunyai posisi sakral dan dihormati dalam adat istiadat Aceh. Sehingga akan sangat tidak menyenangkan dan akan sangat menghinakan nilai-nilai adat tersebut ketika begitu gampangnya diplesetkan oleh sebahagian orang-orang yang mungkin tidak pernah menikmati khanduri Apam diwaktu masa kecil dahulu.
Gaya-gaya meurhëh dan meukalheueh aju dalam metasbitkan kepada nama-nama tertentu khususnya kepada nama-nama organ reproduksi tidak hanya penyebutan nama Apam, akan tetapi tak bermoralnya mereka adalah mentasbitkan nama-nama nabi mulia kepada organ reproduksi pria.
Lihatlah tulisan-tulisan koran-koran lokal yang begitu bombastisnya menulis Mak Akob untuk alat reproduksi pria. Bukankah Mak Akob itu sebutan orang Aceh untuk nama Muhammad dan Ya'kub?Bukankah nama itu adalah nama-nama mulia?
Akan bisa dimaklumi jika yang menulis atau yang menyebutkannya itu adalah orang-orang yang tak berpendidikan dan tak pernah mengikuti ujian penerimaan mahasiswa baru.
Akan tetapi sangat tidak lucu dan sangat menginakan jika kalangan orang-orang berpendidikan dan pernah mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri ikut-ikutan bahkan menjadi pelopor penyebutan nama-nama mulia terhadap aksi-aksi yang berhubungan dengan alat reproduksi.
Begitu meurhëh dan meukalheueh aju mereka menyebutkan sesuatu yang mulia memjadi sesuatu yang lucu tetapi menghinakan.