Kedatangan Haji Uma dalam acara meurukon grub desa cot batee vs grup desa boenyoet

in #indonesia6 years ago (edited)

Lokasi : meunasah desa cot batee

Penyerahan sedikit sumbangan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, H Sudirman alias Haji Uma di sambut langsung oleh pak keuchiek azwani desa cotbatee. Dalam rangka acara meurukon grub desa cot batee vs grub bunyoet bireuen

image

Meurukon, sebuah tradisi yang hidup dalam budaya masyarakat Aceh. Kehadirannya tidak terlepas dari budaya kehidupan masyarakat Aceh yang Islami. Dalam tradisi Meurukon, antara irama dan pesan agama di kolaborasikan menjadi satu yang dinamakan “Meurukon”.
Tidak banyak generasi muda Aceh yang mengetahuinya atau bahkan mengerti bagaimana sebuah kesenian Meurukon tersebut. Tradisi yang akrab dalam keseharian masyarakat Aceh Tempoe Doeloe itu, kini mulai jarang terlihat pementasanya. Utamanya di wilayah perkotaan. Sedangkan di wilayah perkampungan pedalaman Aceh, tradisi itu masih terpelihara meski pelaksanaannya terkadang harus ada momen-momen tertentu.

image

Sebagimana tercatat dalam literaratur sejarah kebudayaan masyarakat Aceh, bahwa Meurukon itu adalah sebuah seni yang Islami dalam keseharian masyarakat. Meurukon bukanlah sebuah paguyuban atau kelompok masyarakat. Melainkan sebuah kesenian yang bentuknya berkelompok (kafilah), materinyapun adalah persoalan agama yang kemudian disampaikan dalam bentuk syair yang sangat spontanitas.
image

Kata-kata Meurukon sendiri jika ditilik dari segi bahasa Aceh. “Meu” adalah kata penghubung terhadap suatu persoalan yang sifatnya kepada perbuatan. Sedangkan “Rukon” itu sendiri adalah arti daripada Rukun. Maka dalam kesenian ini, materi yang dibahas atau dibawakan, semunya lebih dititik beratkan pada pembahasan soal keagamaan.

Kesenian Meurukon itu sendiri biasanya dilakukan di meunasah atau surau. Waktu pelaksanaannya pada malam hari sehabis waktu shalat Isya hingga berakhir larut malam atau bahkan menjelang subuh.
Pada kesenian Meurukon itu, para peserta bukanlah dua atau tiga orang. Melainkan dilakukan secara berkelompok. Tiap kelompok di sebut dengan Kafilah. Tiap-tiap kafilah bisa terdiri dari lima orang atau lebih, yang dipimpin oleh seorang yang disebut dengan syech yang kapasitasnya pengetahuan agamanya lebih dari anggota kelompok lainnya. Dalam sebuah ajang bisa jadi terdapat dua kelompok atau tiga kelompok.

image

Tiap anggota kelompok duduk secara bersila secara terpisah disudut-sudut dinding meunasah. Awal mula pelaksanaan kesenian Meurukon, diawali dengan Khutbah Rukon. Setiap syeh menyampaikan mukaddimah (kata-kata perkenalan atau pembukaan kelompoknya), kepada para penonton dan kelompok lainnya.

Setelah khutbah rukon, syeh kuna akan mengajukan beberapa pertanyaan pembuka kepada tiap kafilah secara bergiliran. Syeh kuna akan menilai tingkat kebenaran dan rincian jawaban masing-masing kafilah. Untuk selanjutnya syeh kuna tidak lagi mengajukan pertanyaan. Pertanyaan selanjutnya akan diajukan oleh satu kafilah ke kafilah lain.

Materi yang di disampaikan oleh tiap kelompok sudah tentu persoalan agama. Pada saat berlangsungnya kegiatan. Acara akan dinilai oleh beberapa orang hakim yang disebut dengan “Syeh Kuna”. Peran syeh kuna itu sangat penting, apabila tidak ditemukan jawaban atau sama-sama dianggap benar. Maka syeh Kuna inilah yang menjawabnya dengan berdasarkan dalil-dalil agama yang kuat. Dalam menanyakan penilaian kepada syeh Kuna pun, dilakukan dengan bersyair. Seperti,

Tengku ka meunan kamoe ka meuno

Bak masalahnyo bek ta meudawa

Wahe teungku guree dikamoe

Lon pulang jinoe nibak syeh Kuna

Selanjutnya, Syeh Kuna akan menjawab pertanyaan berdasarkan dalil-dalil agam yang ada sesuai dengan pertanyaan atau materi pembahasan yang dibahas. Terkadang, untuk satu masalah saja, butuh waktu yang lama untuk membahasnya. Tentu semua proses dalam kesenian Meurukon ini, di sampaikan dalam bentuk irama syair.
image
image

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.13
JST 0.030
BTC 66699.04
ETH 3509.12
USDT 1.00
SBD 2.71