Sebuah Penerimaan [An Acceptance]

in #indonesia6 years ago (edited)

Hal yang paling penting untuk mengubah keadaan jadi lebih baik dan menyelesaikan kendala-kendala pengasuhan adalah sebuah penerimaan. Mungkin bukan hanya pada anak berkebutuhan khusus, namun secara keseluruhan. Kita sudah selesai dengan bab membanding-bandingkan, namun itu saja belum cukup. Tidak membandingkan antara satu anak dengan anak lainnya, harus dilanjutkan dengan penerimaan.

Acceptance-300x229.jpg
source

Abah Rama Royani, seorang pakar Talents Mapping dengan tools-nya www.temubakat.com selalu menegaskan “Setiap anak adalah limited edition selalu memiliki fitur uniknya sendiri, beramal dengan konfigurasi bakat yang dibawanya sejak lahir.” Bahkan dalam seminarnya, ia menuturkan bahwa kita semua adalah ABK atau berkebutuhan khusus. Sebagaimana sidik jari kita tak pernah ada yang sama, seperti itu pula kita membawa keunikan kita masing-masing.

Kembali pada topik penerimaan. Ketika pertama sekali sulung kami dikatakan berbeda oleh guru TK-nya saat ia berusia empat tahun. Beliau mendiagnosa bahwa Akib hiperaktif. Sekiranya beliau lebih santun menyampaikan, lalu berbicara ilmu yang evidence based dan aku lebih paham dan cukup ilmu tentang ABK saat itu, tentu Akib akan lebih cepat mendapatkan penerimaan yang benar.

Di mana saat itu yang kami tahu adalah Akib sangat normal, cerdas, lucu, dan menggemaskan, dengan perkembangan motorik halus dan kasar yang nyaris tanpa gangguan bahkan ia lebih cepat dibanding dengan anak seusianya. Hanya saja, rentang fokusnya amat pendek.

Well, aku merasakan bagaimana sulitnya menerima ketika ada yang mengatakan anak kita berbeda. Tapi jangan ujug-ujug menyangkal. Sangkalan itu bisa membuat anak kita patah hati berkeping-keping. Jadi, tekanlah ego sesaat dan mulailah menuju jalan pencarian petunjuk. Yup, aku sering menamakannya dengan hidayah juga. Ia harus dicari, dikejar, dan diburu. Ia tak serta merta hadir. Diawali dengan membuka diri dan mengakui, maka semua pintu-pintu ‘hidayah’ terbuka dan saat itulah kita memulai hidup baru.

Hilangkanunderestimate mengenai anak berkebutuhan khusus yang terlambat, terbelakang, atau memalukan. Malu lah pada diri sendiri mempunyai pikiran semacam itu. Sebab Tuhan sudah menciptakan manusia sebaik-baik bentuk. Mengucilkan sama artinya mengejek ciptaan Tuhan. Bukankah itu pertanda kerdilnya hati?

“Anak saya nggak apa-apa, dia hanya malas. Dia bisa semuanya.” Itupun pernah kunyatakan saat pertama sekali mendengar anak kami berbeda. Pertama sekali yang kulakukan saat mendengar apa yang dikataka gurunya, bahwa ia harus dibawa ke psikiater atau psikolog, dia tidak normal. Hal itu memang masih menusuk-nusuk hati hingga kini. Walau harus aku luruskan juga, bahwa gangguan belajar bukan gangguan jiwa. Anak sama sekali tidak perlu dibawa ke psikiater. Ingin bawa ke psikolog tak ada salahnya, namun itu sama sekali tak membantu jika orang tua tidak paham. Orang tua yang harus berusaha menemui ahli dan belajar.

Kepanikan membawaku mencari literatur valid. Aku bertanya pada siapa yang kuduga mengerti mengenai hiperaktif dan sejenisnya. Dokter anak mengatakan ia bukan anak hiperaktif. Rentang fokus yang pendek dan kesukaannya bergerak tidak lantas membuatnya pantas disematkan sebagai anak hiperaktif. Ah, kalau sekarang aku bergumam "apa salahnya dengan anak hiperaktif"

Saat kubawa ke psikolog, dikatakan hal yang sama. Tak ada yang salah, hanya imajinasinya sangat tinggi dan cenderung berlebihan. Ia memiliki IQ yang bagus malah.

Aku terus bergerilya sambil belajar menerima. Sebenarnya penerimaan inilah yang membuat pintu petunjuk terbuka di mana-mana. Jalur-jalur terbentuk, persis seperti yang dikatakan Paulo Coelho dalam Sang Alkemis, “Ketika kau menginginkan sesuatu, maka alam semesta membantumu mewujudkannya” atau seperti kata orang, hasil tak pernah mengkhianati usaha.

Usia 10 jelang 11 tahun, aku bertemu Dokter Munadia di seminar yang digagas tim ADI Aceh. Jika ingin informasi terkini, bisa langsung menjenguk akun facebook Dokter Muna di sini, gerilya selama bertahun membuahkan hasil. Diagnosa Disleksia spesifik diskalkulia dan bersinggunangn dengan dispraksia dan disgrafia, itulah yang dialami anak kami. Sehingga manifestasinya terlihat ketika ia menjadi sangat sulit dan bingung melihat angka-angka berlompatan tak karuan, tulisan yang acakadut, dan terlihat ceroboh grasa-grusu.

Jika Rafa, disleksik lainnya di tempat terapi Dokter Muna, amat ahli di dalam dunia angka, usia PAUD bisa menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan rumit, namun Akib tidak seperti itu. Akib tidak telat berbicara. Ia tidak megalami speech delay sebagaimana anak-anak dengan diagnosa awal disleksia. Ia bisa membaca di kelas satu SD dan sangat kemaruk dengan buku-buku. Bahkan buku bacaan ibunya.

Aku sampaikan menabung membeli paket-paket buku hardcover dan ensiklopedia karena repot sekali bolak-balik ke perpustakaan wilayah atau rental buku. Kesulitan Akib pada angka semakin kentara di usia 11 tahun. Akan ada keringat jagung setiap kali melihat angka, wajah pucat pasi dan gejala psikosomatis lainnya. Di tempat terapinya Akib diajarkan matematika fungsional.

IMG-20171024-WA0011.jpg

Foto: Akib (mengenakan jaket) bersama teman-temannya di acara market day. Setelah penerimaan, ia menjadi siswa yang ceria dan supel.

Alhamdulillah dengan cara yang berbeda, ia bisa memahami angka dan semakin paham banyak hal, terutama jika media belajar yang dipakai adalah uang. belajar mengenai diskon dan matematika fungsional lainnya dengan mudah dipahami. Inilah yang dikatakan learn differently. Anak disleksia sama sekali bukan anak bodoh. Bahkan ada yang gifted. Ia hanya belajar dengan cara yang berbeda.

Aku tak bisa mengira bagaimana otaknya kemudian sangat bekerja menghapal kode-kode programming saat dia belajar sedikit pemograman –yang pada akhirnya harus berhenti karena coach-nya harus pulang kampung- lalu saat kutemani bermain Minecraft, dengan lancar ia mengetik kode untuk mengeluarka benda yang diinginkannya. Teman-temannya berebut bertanya, apa yang harus diketik untuk bisa mendapatkan itu. Aku berdecak kagum.

IMG-20180222-WA0013.jpg

Foto: gambar coretan Akib di waktu senggang. Ia punya banyak seperti ini. Doodle juga ada tapi tidak diarsip dengan rapi.

Bagaimana mengajarinya legawa berlapang dada saat perisakan terus terjadi, besar ataupun kecil “bodoh kali ke, itu aja nggak bisa!” atau bahkan orang dewasa pun bertanya. “Udah kelas berapa ini? Kok belum bisa begini dan begitu?” kalau sebagai orang tua, kami sudah biasa dicecar. Tak mengapa. Di sinilah fungsi penerimaan menjadi sebuah kekuatan dan tameng bertahan.

Mbak Trisa, agaknya aku akan selalu menyebut beliau, karena Akib juga melakukannya. Ia selalu menyemangati Akib mengasah kemampuan desain grafisnya. Akib sudah menerima beberapa job untuk mendesain, walau belum banyak. Lebih sering Bunda dan Ayahnya yang memesan desain dan memberikan fee-nya. Kalau bukan kami, siapa lagi, kan?

IMG-20180105-WA0003.jpg

foto: salah satu hasil desain Akib yang dipesan sahabat ayahnya.

Selain dari banyaknya informasi yang bisa kita cari di buku-buku ataupun di internet untuk mengetahui apa itu disleksia-nanti akan aku coba menulis detail yang kutahu sedikit demi sedikit di sini- ada satu tes online yang mungkin bisa kamu pakai untuk screening awal, coba kunjungi yang satu ini: https://www.learningsuccesssystem.com/dyslexia-test

Kelas Dokter Munadia juga selalu terbuka untuk umum dan bisa diikuti infonya di lini masa Facebook-nya. Selamat belajar!
IMG-20170506-WA0010.jpg

foto dokumen pribadi: saat mengikuti kelas Dokter Munadia

Sort:  

Wuih perjuangan hebat
Upvote saudara

Kekmanalah adek kami ya. Udah smp tapi masih susah berhitung. Ga ada yang bisa membantunya. :'(

Gak usah lagi fokus ke situ, Cit. Tapi bisa diajarkan sedikit2 pakai duit mainan atau pembagian ya pakai pizza aja. Matematika fungsional aja. Toh, kadang kalkulus integral, cosinus, tangen yang rumitnya kadang ga terpakai kalau dia seorang pelukis, atau bahkan dokter hewan kayak kakak. Hehe..untuk dosis obat aja pembagian sederhana udah cukup lah.

Jadi dia fokusnya ke mana? Itu aja dulu.

Eh sudah SMP ya, itu usia sudah balig dan sudah bisa fokus sama minat bakatnya?

Minatnya sekarang lebih ke sepeda, kak. Suka utak-atik sepeda.

Bantu dia mengenali minat bakatnya ya, Cit. Nanti kakak posting tentang panduan mengenali minat bakat. Masih ngedraft ini...

Oke kak. Nanti tulisan-tulisan kakak kami share ke grup keluarga ya.. Makasih banyak kak Aini.

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 58994.66
ETH 2596.74
USDT 1.00
SBD 2.43