Penyebab Indonesia tutup Facebook
PEMERINTAH mengancam akan menutup media sosial dan situs berbagi, seperti Facebook, Twitter, Instagram, hingga Youtube jika mereka tidak menutup akun-akun yang berisi muatan radikalisme.
Sebanyak 11 domain name system Telegram bahkan sudah diminta untuk diblokir.
Ancaman tersebut disuarakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara seusai menghadiri deklarasi antiradikalisme di Universitas Padjadjaran Bandung, kemarin.
Alasannya, permintaan pemerintah kepada mereka untuk menutup akun yang bermuatan radikalisme belum sepenuhnya dituruti.
"Sepanjang 2016 hingga 2017 baru 50% dipenuhi. Ini sangat mengecewakan. Saya saat bulan puasa mengutus dirjen untuk mendatangi (penyedia platform). Kalau tidak ada perbaikan, kita akan serius," tegas Rudi.
Ia menambahkan, platform medsos tersebut enggan menutup seluruh akun berkonten radikalisme karena di negara asal mereka harus melalui pengadilan.
"Namun, mereka ke sini kan karena bisnis. Iklan-iklan juga dari sini. Oleh karena itu, perlu mematuhi peraturan yang ada di sini."
Kementerian Kominfo telah melakukan berbagai upaya mencegah penyebaran radikalisme, antara lain menutup situs dan pemblokiran akun di medsos.
Namun, pemblokiran akun perlu melibatkan platform.
Kementerian Kominfo kemarin juga telah meminta internet service provider untuk memblokir 11 domain name system (DNS) milik Telegram.
Ke-11 DNS itu ialah t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org,
desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org. Dampaknya, layanan Telegram versi web tidak bisa diakses melalui komputer.
"Kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia apabila Telegram tidak menyiapkan prosedur operasional standar penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka. Ini dapat membahayakan keamanan negara," tandas Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A Pangerapan.
Pemblokiran harus dilakukan karena banyak kanal di aplikasi layanan pengiriman pesan itu bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, dan paham kebencian.
Bertebaran pula ajakan atau cara merakit bom. Telegram pun menjadi favorit teroris, termasuk Islamic State, karena enkripsi tingkat tinggi sehingga pesan-pesannya sulit diendus aparat.
Chief Excecutive Officer (CEO) Telegram, Pavel Durov, melalui cicitan, mengungkapkan keheranannya mengapa layanan mereka diblokir.
"Aneh, kami tidak pernah mendapatkan permintaan/protes dari pemerintah Indonesia. Kami akan selidiki dan membuat pengumuman," kata Durov dalam akun Twitter-nya, @durov, membalas cicitan seorang netizen.
Resteemed your article. This article was resteemed because you are part of the New Steemians project. You can learn more about it here: https://steemit.com/introduceyourself/@gaman/new-steemians-project-launch