Kamu NU atau Muhammadiyah?

in #indonesia6 years ago (edited)

image

Saya sudah berdomisili di Jogja sejak tahun 2013. Sebenarnya tahun 2012 sudah pernah ke Jogja, tapi tidak menetap, hanya dua hari dalam rangka agenda study tour ke beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Jogja. Kota yang terakhir disebut akhirnya bersua kembali pada tahun berikutnya. Namun kali ini saya harus menetap untuk melanjutkan jenjang studi pada salah satu universitas di kota pelajar itu. Perjalanan kedua itu berbeda karena murni untuk menuntut ilmu sedangkan yang pertama hanya bungkusnya saja study tour padahal isinya lebih kepada liburan dan hora-hore bersama.

Tahun pertama ketika menetap di Jogja saya diasingkan ke sebuah pesantren di kawasan Krapyak. Kementerian Agama mewajibkan seluruh penerima beasiswanya untuk tinggal di pesantren karena ada kewajiban menghafal Al-Quran yang harus ditunaikan. Di tempat pengasingan itulah saya dipertemukan dengan teman-teman baru dari berbagai daerah Indonesia. Kita dipertemukan dengan berbagai macam background latar belakang kehidupan. Ada yang dari Sumatera, beberapa dari Sulawesi dan Kalimantan, dominannya dari Pulau Jawa.

Persinggungan dengan kultur baru di tempat yang baru, dan dengan orang-orang yang baru tentunya, kelak menjadi satu titik baru yang amat penting dalam garis sejarah kehidupan saya. Tapi satu hal yang cukup mengganggu pikiran tatkala munculnya sebuah pertanyaan yang belum pernah terdengar sebelumnya, bahkan terpikirkan saja tidak. "Kamu NU atau Muhammadiyah?" Duaaarr!!! Pertanyaan macam apa ini. Soal ini tidak hanya diutarakan oleh teman-teman di pesantren tapi juga diinterogasi oleh teman-teman di kampus. Ini adalah pertanyaan yang super tidak penting bagi saya saat itu, hahahaha.

Agak sulit memang untuk menjelaskannya karena corak keber-agama-an di Aceh, tanah kelahiran saya, sangat khas dan tidak serta merta dapat dipertautkan dengan ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU). Organisasi Muhammadiyah lahir pada tahun 1912 di Jogja. Selang beberapa tahun kemudian muncul organisasi NU, mungkin sebagai counter terhadap paham modernisme yang merebak pada saat itu. Tapi yang perlu diketahui narasi keberislaman di Aceh sudah ada jauh sebelum kedua organisasi itu lahir. Sendi-sendi keislaman sudah mengakar jauh-jauh hari dalam kehidupan masyarakat.

Ketika Islam masuk ke Aceh sistem nilainya juga ikut menyertai dalam cara berpikir. Kosmologi Aceh sudah menyatu dengan spirit islam, hal ini mungkin yang membedakan dengan Indonesia secara umum, khususnya di pulau Jawa. (Untuk kajian lebih mendalam lihat Acehnologi, Volume II)

Di Aceh bukannya tidak ada kedua organisasi tersebut. Bahkan Aceh memiliki beberapa organisasi serupa semacam Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Namun kini narasinya sudah tidak galak lagi bersamaan dengan tergerusnya identitas secara perlahan demi kepentingan nasional. Keberadaan PUSA yang juga mengusung paham modernisme sebenarnya menunjukkan khas keislaman Aceh. Padahal Muhammadiyah juga terpengaruh oleh narasi pan-islamisme yang subur di abad 20.

Meski berlandaskan paham yang sama keduanya tampak tidak senasib. Mereka yang aktif di Muhammadiyah tidak serta merta dapat berjalan beriringan dengan PUSA, begitu juga sebaliknya. Juga yang menjadi keunikan PUSA adalah hari lahirnya bersamaan dengan peringatan hari lahir atau maulid nabi Muhammad SAW, padahal notebenenya gerakan yang seperti ini cukup gencar menolak TBC -- Takhayul, Bid'ah dan Churafat.

Begitu juga PERTI dengan ciri ke-tradisional-annya yang merupakan hasil ekspansi kaum tua dari Minangkabau. Secara pemikiran PERTI mirip dengan NU. Tapi NU di Aceh agak berbeda dengan NU di daerah lain. Misalnya relasi NU dan FPI, di Aceh keduanya menjadi pasangan yang cukup serasi ibarat air dan kopi, pahit atau nikmatnya tergantung selera yang menilainya. Sedangkan di tingkat nasional keduanya seperti air dan minyak, sangat berseberangan, berbanding balik baina sama' wa sumur bor. Belakangan gologan tradisional ini justru lebih gencar dan percaya diri menggunakan nama ASWAJA yang dimotori oleh kaum intelek dayah. disini nama NU justru tidak terlihat padahal haluan pemikirannya sejalan.

Maka kekhasan tradisi keberislaman di Aceh yang mungkin dianggap ke-arab-araban atau apalah namanya lumayan rumit jika harus membebek kepada logika "Kamu NU atau Muhammadiyah?". Makanya narasi Islam Nusantara yang sempat heboh beberapa tahun terakhir ini tidak laku di beberapa daerah khususnya di Aceh. Karena tawaran gagasannya dinilai terlalu jawa-sentris. Beberapa rekan juga sempat berdiskusi mengenai partanyaan yang sama sekali tidak keren tersebut. Maka tidak ada pilihan yang terbaik bagi kami saat itu selain menjadi non-blok.

Sampai disini yang penting untuk dipahami bahwa konstruksi keislaman Aceh sudah terbentuk sejak Islam pertama kali bertransformasi menjadi kerajaan di Aceh. nilai Islam yang mengakar dalam budaya masyarakat turut mempengaruhi sistem berfikir dan kosmologi Aceh. ia sudah wujud jauh hari sebelum Muhammadiyah, NU, PERTI, PUSA dideklarasikan. Kalaupun Muhammadiyah dan NU mempengaruhi sistem nilai Aceh maka itu terjadi pasca integrasi Aceh dalam Indonesia demi kepentingan nasional.

Nah, di saat yang seperti ini saya jadi bingung, sebenarnya saya ini NU atau Muhammadiyah? Atau jangan-jangan Wahabi!


Tuah Sigö, Fadhli Espece | @cucoraja
Tubôh Lam Rantoe Hate Lam Nanggroe

Sort:  

Mungkin anda lempap

Papskipapskipap

Preman preman oooo papskipapp Pap metropolitan

Tulisannya nikmat..bertoih..

Terima kasih telah berkenan membaca
Kehadiran pembaca lebih berharga dari sekedar reward
Tabek!

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.13
JST 0.030
BTC 65133.17
ETH 3480.37
USDT 1.00
SBD 2.52