Antara The Godfather, G30S PKI dan Sang Pencerah

in #indonesia6 years ago (edited)

image

@GODFATHER, salah satu film gangster terbaik sepanjang masa itu dibesut oleh Francis Ford Coppola di Amerika pada tahun 1972. Film yang diangkat dari novel Mario Puzo itu dibintangi Marlon Brando dan aktor favorit saya, Al Pacino sebagai dua tokoh utamanya.

Film yang mengambil latar kehidupan di tahun 1945-1955 itu telah mendapatkan banyak penghargaan. Tiga Oscar pada tahun itu: Best Picture, Best Actor (Brando) dan kategori Skenario Adaptasi Terbaik untuk Puzo dan Coppola. Nominasi dalam tujuh kategori lainnya termasuk Pacino, James Caan, dan Robert Duvall untuk Aktor Pendukung Terbaik dan Coppola sebagai Sutradara terbaik membuat seluruh yang terlibat dalam Godfather menapaki puncak ketinggian karier di jagat perfilman dunia.

image

Awalnya saya membayangkan jika film gangster sarat dengan pertumpahan darah. Tetapi bayangan itu sirna seketika saat menikmati sajian senimatogragi estetis dengan narasi cerita romantis. Nuansa ritmis dan magis pun hadir di film ini lewat garapan musik Nino Rota dan Carmine Coppola yang berhasil membawa penonton ke dalam kehidupan tahun 45-55 an.

Selama seratus tujuh puluh lima menit kita disuguhi ungkapan-ungkapan rasa cinta Don Corleone kepada keluarga besarnya. Baik lewat pikiran maupun tindakan. Keberhasilan DC mengelola bisnis minuman keras, pelacuran dan tukang jagal (pembunuh bayaran) tak membuat DC abai dan lalai pada keluarga, tetapi justru malah sebaliknya.

Keluarga adalah segala-galanya bagi DC. Tak ada yang lebih berharga dari keluarga. Dalam film itu, sisi humanis seorang "Don" atau pimpinan gangster nampak kental digambarkan. Selain itu, ada kisi-kisi kelam dalam kehidupan yang disampaikan secara satire. Hal itu terlihat dari cara DC dalam satu scine saat menolak bekerja sama dengan kepala keluarga mafia lain untuk mengedarkan narkoba. Kalau saya tidak salah, waktu itu DC berkata;

Saya tidak ingin merusak anak orang lain

Saya menduga, bahwa film itu ingin menyampaikan pesan bahwa tak ada satu keburukan mutlak dan kebenaran absolut di dunia. Kedua-duanya berjalan relatif. Baik-buruk adalah soal persepsi. Sementara itu kita tidak boleh lupa bahwa persepsi orang itu tergantung pada baik-buruk orangnya. Propaganda semacam itu adalah salah satu senjata ampuh untuk melemahkan nilai-nilai religius-spiritualitas manusia. Sebagai penyampai pesan, film gangster, The Godfather berhasil dalam hal itu.

image

image

Tak ada film yang bebas nilai, semua film mengusung ideologinya masing-masing. Karenanya tatanan sosial kemasyarakatan bisa berubah.

Saya teringat efek sosial jika tak menyebutnya sebagai efek spiritual akibat dari film besutan Hanung, "Sang Pencerah". Film yang menceritakan perjalanan dakwah KH. Ahmad Dahlan saat mendirikan organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta itu telah berhasil menanamkan nilai tentang arah kiblat sholat kepada warga Muhammadiyah, sehingga banyak masjid-masjid Muhammadiyah menggeser arah kiblatnya.

Pula film besutan Arifin. C. Noer "G30S PKI". Film dokudrama yang diangkat berdasarkan buku tahun 1968 karya sejarahwan militer Nugroho Notosusanto dan investigator Ismail Saleh yang berjudul Percobaan Kudeta Gerakan 30 September di Indonesia ini, rilis tahun 1984. Film ini menyisakan polemik berkepanjangan di Indonesia. Karena menggambarkan masa menjelang kudeta dan beberapa hari setelah peristiwa tersebut.

image

Enam jenderal diculik dan dibunuh oleh PKI dan TNI Angkatan Udara, konon untuk memulai kudeta terhadap Presiden Soekarno. Jenderal Soeharto muncul sebagai tokoh yang menghancurkan gerakan kudeta tersebut, setelah itu mendesak rakyat Indonesia untuk memperingati mereka yang tewas dan melawan segala bentuk komunisme. Setidaknya inilah narasi yang dibangun oleh film tersebut.

Kekuatiran saya mungkin agak berlebih, tetapi jika melirik efek dari film "Sang Pencerah" dan "G30S PKI" agaknya akal sehat saya menyatakan bahwa tidak mungkin tidak ada efek sosial yang dihasilkan dari rilisnya film The Godfather. Minimal merubah cara pandang masyarakat (barat) terhadap mafia dan dunianya. Mungkinkah terjadi?

image

image

FILM tak bisa memilih siapa penontonnya, karena dihadapan film semua setara **(cak udin)

Garis lurus antara The Godfather dengan Sang Pencerah, selain aktor utamanya mendapatkan penghargaan sebagai yang terbaik, juga terletak pada nilai inspiratifnya. Di satu sisi penonton mendapatkan inspirasi tentang dunia hitam dan di sisi lain dunia putih. Kedua nilai itu sebenarnya selalu dipertarungkan dalam setiap film. Tetapi, tak semua film berhasil mempertarungkannya secara tuntas dan sukses sebagaimana Film G30S PKI, sehingga antar anak bangsa pun saling curiga mencurigai, tuduh-me nuduh, bunuh-membunuh dan sebagainya. Sebenarnya saya ingin mendiskusikan hal ini dengan @kemul dan @kitablempap bersama para @GSB an, supaya ada kopinya.... Hehehehe.

Kopi hitam.
Sambil ngantuk
Kehabisan Rokok.
Keterangan Foto: internet
Yogya 5, Maret 2018

Sort:  

FILM tak bisa memilih siapa penontonnya, karena dihadapan film semua setara **(cak udin)

Statement yang Menarik Čak.

Bukan untuk menggurui Tapi hanya ingin sekedar berdiskusi, pada proses kreatifnya yang saya pahami si film maker pasti menentukan target audiênce. Jika film bertarget anak anak. Maka cara bertutur seperti membaca dongeng, misalkan, agar si anak paham cerita atau pesan yang ingin di sampaikan. Begitu juga dengan film remaja. Bagaimana sih dialog dialog, atau pendekatan pendekatan yang harus dilakukan untuk membuat si remaja merasa dekat dgn narasi yang diceritakan di dalam film. Lain hal nya juga dengan target audiênce dewasa 21 tahun ke atas. Logika logika rumit, memangkas dialektika yang begitu panjang, karena si dewasa dianggap paham.

Hehehe. Itu barangkali menjadi bahan diskusi. Tapi masih bisa didiskusikan lagi dengan pelbagai film film lainnya. Salam Sinema Čak. Tulisan nya sangat bermanfaat. Salam Karya.

Menarik, sipsop. Hanya saja ada film yang secara target audience sudah di maping tetapi malah melebihi ekspektasi. Seperti film AADC, Dolan dll. Cuman film anak2 yg sangat segmentik.

(Y) Seeep. Kayaknya sembari kopi hitam mantap nih.

Bikinlah kajian film di luar ruang formal. Yakin deh pasti akan banyak prespektif liar yang menambah gairah untuk membuat film yang liar tapi tak nampak liar hahahaha

Gile Cak, mantep bener, kopipun semakin manis.

Jangan manis2 nanti kita kena kencing manis. Oh ya....film kopi manis juga asyik lo

Duh Cak, masih muda nikmati gula indahnya dunia, hehe.
Waw manisnya semanis Cak Udin [mubah (x), makruh (x), sunnah (x), sunnah muakad (x), wajib(Y)], hahaii

Itulah....
Hehehe....yang penting jangan lupa tembakau

Tulisan yang bagus cak. Saya setuju dengan berbagai pandangan, karena sebuah film itu juga banyak keterbatasan dan siasat. Di luar itu, sebuah film sangat tergantung dengan konten film-film lain, film maker, dan penonton. Sebuah karya seperti film adalah karya mafia-mafia jahannam juga, yang berusaha menanam dunianya di benak kita, tentunya dengan meminjam dunia-dunia lainnya juga. Menarik pula melakukan surah tentang hubungan godfather dan goodkarma cak!!..he

Setuju, pasti menarik.
Film dalam makna lebih luas adalah jagat kehidupan kita hari ini, sutradaranya Tuhan. Dan saat ini kita di steemit juga bermain sebagai aktor pemeran pembantu, belum sebagai aktor utama, penulis skenario, sutradara apalagi produser.
Godkarman and Godfather, menarik. Berperan sebagai apakah gerangan hehehe

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.13
JST 0.029
BTC 58445.33
ETH 3158.42
USDT 1.00
SBD 2.22