Tentang Aceh: Optimisma Subdjectiva

in #indonesia7 years ago

image


41 tahun GAM. 29 tahun angkat senjata. Ratusan tentara dikirim gonta-ganti dari Jakarta. Ratusan ribu orang hilang nyawa. Jutaan orang memendam trauma. Para penjahat perang berkeliaran. 2004 smong. 2005 damai. 41 tahun GAM. 12 tahun hingga kini, berjuang (sesuai visi NKRI?) dengan modal Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). Para penjahat perang nongol di televisi. Partai lokal tumbuh. Mantan kombatan terlibat dalam politik praktis. Pragmatis. Politik praktis memecah belah mantan kombatan. Yang idealis tersingkir. Yang jujur dan memegang teguh amanah perjuangan menyingkir. APBA berjumlah triliunan. Partai lokal dan partai nasional mengerubunginya. Saling rangkul atau di lain waktu saling sikut oleh sebab beda kepentingan.

Nasionalisme ke-Aceh-an bergemuruh. Trauma pahit perang menyeluruh. Orang-orang partai lokal melakukan kerja-kerja politiknya dengan energi penuh. Damai berlanjut dalam dinamika ke-Aceh-an yang kadang menggemaskan. Kadang melenakan. Kadang memiriskan. Kadang lucu. Kadang pilu. Kadang ambigu. Dan kerap membuat orang luar yang tak begitu paham sejarah merasa sok-sok kasihan, masih saja menganggap Aceh negeri yang menyeramkan.

Damai berlanjut. Anak-anak muda mendefinisikan ke-Aceh-annya dalam banyak cara. Seni menggeliat. Ribuan muda-mudi dikirim bersekolah ke luar negeri. Sementara. Orang-orang tua masih tetap mendendangkan Hikayat Prang Sabi, dan dalail khairat dari corong meunasah (semoga) akan terus membahana. Orang muda dan para tetua berpadu, meski di beberapa tempat rasa sentimen masih kental terasa. Lebih-lebih ketika orang muda bilang kalau para tetua sudah tidak lagi kuat, sudah butuh obat kuat, mesti segera istirahat. Orang tua menyangkal ini dan menyengketakannya dengan memboikot acara nikah si orang muda. Keterpaduan tua-muda kadang beku, tapi di banyak tempat cair dan mengalir.

Ketimpangan masih ada. Tapi begitulah idealnya sebuah negeri. Sebab negeri idaman yang aman sentosa selamanya, barangkali hanya ada di surga. Ketimpangan di sana-sini masih tampak kentara. Semisal para mantan kombatan yang tak benar-benar mantan kombatan, yang lepas damai 2005 mengaku-ngaku terlibat dalam banyak perang, kaya mendadak. Sementara yang pernah bertungkus-lumus dengan desing peluru, masih berkutat dengan jatah raskin (beras miskin). Namun ketimpangan seperti itu adalah pemicu akan tumbuhnya yang baik-baik, dan moral kemanusiaan pelan-pelan merapatkan betisnya.

Apa yang kupikir agak menakutkan hanyalah satu: buta sejarah. Sebab:

"Soe mantong djipeutuwoe seudjarah, meumakna ka didjak peulamiet droe bak gop."~ Hasan Tiro

"Siapa saja yang melupakan sejarah, bermakna sudah memperbudak diri pada orang lain."~ Hasan Tiro

Sort:  

Ureueng lagee lôn nyöe han lôn keunuk hudep meusiribee goh, leubeh got matee nibak di jajah le barbarian blahdeh jeh la'ot. NYÖE MEUNAN?!!!
di jaweueb le awak jih
"beutooooooi"

Sebetulnya sederhana mas tapi sulit dilakukan, diperlukan orang2 yang tulus dalam berpolitik, yang kita butuhkan bukan orang yang minta dilayani, tetapi mau menerima amanah untuk melayani.

Terkait dunia perpolitikan di Aceh sepenuhnya kewenangan masyarakat Aceh sendiri, seyogyanya adanya edukasi politik yang bisa membedakan siapakan wakil rakyat yang memang bertujuan melayani dan yang minta dilayani serta gila hormat.

Saya kebetulan tinggal di Surabaya, dan saya merasakan ada beberapa teladan yang diberikan oleh bu Risma sebagai walikota, pelayanan catatan sipil dia benahi dan pertamanan dia jaga. Ada beberapa kekurangan dari beliau yang sering menjadi kritikan para aktivis lingkungan yang ada di Surabaya, tetapi secara keseluruhan tindakan yang mau melyani perlu diteladani.

Sekedar selingan saya sertakan salah satu foto dan video beliau ketika terjun langsung di masyarakat :

Bicara dunia politik Indonesia sekarang ini, apalagi Aceh, kupikir sangat kompleks, bung. Politik telah terpahamkan secara massif kepada masyarakat luas hanya dalam bentuk politik praktis belaka. Politik praktis yang benar-benar pragmatis, sehingga membentuk mindset masuk partai politik atau jadi caleg tak lebih sebagai ladang cari untung saja. Kemudian partai politik mengedukasi kader-kadernya sebatas berapa kursi yang harus diduduki berdasarkan hitung-hitungan berapa nominal uang APBN/APBD/APBK yang harus bisa diraup oleh yang menduduki kursi tersebut. Sampai di sini yang berlaku adalah kalkulasi: segini modal, maka persenan labanya segini. Edukasi semacam ini kemudian mewabah ke masyarakat paling bawah (pemilih) dengan hitung-hitungan yang tak lebih sama: siapa yang paling besar kucurin uang tiap pesta 5 tahunan, kepada dialah paku coblos diarahkan. Kupikir, begitu, bung @happyphoenix. Btw, salam dari banda aceh, dan terima kasih banyak sudah mampir di sini. 😁

orang tua memboikot acara nikah anak muda ヘ(^,^)ヘ haha, hayeue that lage hi

Siapa suruh tudoh ureueng tuha hana le kuat. Hehe

Wasiat yang semestinya trrtanam di dalam jiwa keacehan kita.. selamat milad ASNLF 4 desember 2017.. tulisan paling bawah harap di ralat ubahan bahasa Aceh ke Indonesia, siapa saja yang lupa sejarah.. bukan siapa saja yang sedang sejarah.. good post @bookrak

Bertusssss Bang @bookrak.. Gambar lusuh dengan tulisan menggelegar di awal postingan sungguh menyayat hati.

Sesekali memang harus bertussss @samymubaraq. Hehehe..

Hehe.. Saya harus belajar menulis dengan menghadirkan sisi emosi dari bg @bookrak.. 😉

"Para tentara, siapapun panglimanya, kini sibuk berebut apa saja, dengan cara bagaimanapun juga, asal masih ada hubungannya dengan uang negara, walau harus berkawan dengan musuh yang pernah menodongkan laras bedil dikepala kita."

Bereh ..Thank you @bookrak

Thank you rayeuk cit keudroeneuh aduen. Saleum

Teurimong geunaseh aduen. 😁

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.14
JST 0.030
BTC 60115.56
ETH 3203.28
USDT 1.00
SBD 2.46