Kepastian Hukum
Apa pengertian dari kepastian hukum? Pertanyaan ini membutuhkan jawaban tentang pengertian kepastian hukum. Kata kepastian hukum ini muncul di konstitusi.
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Jika kita mempelajari ulang tentang kepastian hukum. Maka kita bisa membaginya dalam dua, yaitu kepastian dan hukum. Jika kita merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):
kepastian berasal dari kata pasti. Pasti menurut KBBI adalah sudah tetap, tidak boleh tidak, dan mesti. Sedangkan kepastian adalah perihal (keadaan) pasti, ketentuan, ketetapan
Sedangkan kepastian hukum menurut KBBI adalah perangkat hukum suatu negara yang menjamin hak dan kewajiban warga negara.
Beberapa pemikir hukum menjelaskan tentang kepastian hukum ini. Misalnya pengajar ilmu politik dan hukum asal Jerman Gustav Radbruch, mengatakan bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri.
Dengan demikian, ada hal-hal yang mendasar berkenaan dengan kepastian hukum. Gustav Radbruch menerangkan empat hal tersebut sebagai berikut:
Pertama, bahwa hukum itu positif yang berarti berbentuk peraturan perundang-undangan.
Kedua, hukum itu didasarkan pada fakta atau didasarkan pada kenyataan.
Ketiga, fakta hukum harus dirumuskan dengan cara yang jelas agar menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping itu mudah dilaksanakan.
Keempat, hukum positif tidak boleh mudah diubah.
Direktur Van Vollenhoven Institute for Law, Governance and Development, Prof. Dr. Jan Michiel Otto berpendapat, apabila subtansi hukum sesuai dengan kebutuhan masyarakat, barulah tercapai kepastian hukum.
Pemikiran Jan M. Otto ini disebebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya atau realistic legal certainly. Namun, sebagaimana dikutip oleh Sidharta (2006 : 85), ada beberapa syarat yang harus terpenuhi untuk mencapai kepastian hukum, antara lain:
- Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;
- Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;
- Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;
- Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan
- Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.
Beberapa pemikir hukum lain yang menjelaskan tentang kepastian hukum adalah:
Sudikno Mertokusumo (2007 : 160)
kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.
Fernando M. Manullang (2007 : 95),
Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Dalam memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa nilai itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan peranan negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif
Nusrhasan Ismail (2006 : 39-41)
berpendapat bahwa penciptaan kepasian hukum dalam peraturan perundang-undangan memerlukan persyaratan yang berkenaan dengan struktur internal dari norma hukum itu sendiri. Persyaratan internal tersebut adalah sebagai berikut : Pertama, kejelasan konsep yang digunakan. Norma hukum berisi deskripsi mengenai perilaku tertentu yang kemudian disatukan ke dalam konsep tertentu pula. Kedua, kejelasan hirarki kewenangan dari lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan. Kejelasan hirarki ini penting karena menyangkut sah atau tidak dan mengikat atau tidaknya peraturan perundang-undangan yang dibuatnya. Kejelasan hirarki akan memberi arahan pembentuk hukum yang mempunyai kewenangan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan tertentu. Ketiga, adanya konsistensi norma hukum perundang-undangan. Artinya ketentuan-ketentuan dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan satu subyek tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
Lon Fuller dalam bukunya the Morality of Law (1971 : 54-58)
mengajukan 8 (delapan) asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila tidak terpenuhi, maka hukum akan gagal untuk disebut sebagai hukum, atau dengan kata lain harus terdapat kepastian hukum. Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut : (1) Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu; (2) Peraturan tersebut diumumkan kepada publik; (3) Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem; (4) Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum; (5) Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan; (6) Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan; (7) Tidak boleh sering diubah-ubah; (8) Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.
Cikini, Menteng, Jakarta Pusat
27 Januari 2021
@andrianhabibi
Member of KSI Chapter Jakarta