Keumalahayati, Laksamana Perempuan Pertama di Dunia

Laksamana perempuan pertama Kesultanan Aceh dan dunia; Tangguh di medan perang dan lembut bersama pasukan!

Sumber: penapost.com

Dia adalah Laksamana Keumalahayati. Pemimpin pasukan Inong Balee (perempuan janda) yang kini diberikan gelar oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo, sebagai pahlawan nasional pada Kamis, 9 November 2017.

Siapa Malahayati? Berdasarkan manuskrip yang tersimpan di Universitas Kebangsaan Malaysia, dia adalah anak dari Laksamana Mahmud Syah. Cucu Laksamana Said Syah dan cicit dari Sulthan Aceh yang bernama Sultan Salahuddin Syah.

Setelah kematian suaminya, Laksamana Zainal Abidin dalam sebuah pertempuran di Teluk Haru, kemudian Keumalahayati membentuk pasungan "Inong Balee" yang anggotanya adalah perempuan janda dan prajurit lainnya.

Sumber: sindonews.com

Kisah Laksamana Malahayati sudah lama menjadi kisah yang diceritakan turun menurun. Bahkan kerap menjadi cerita rakyat yang sudah familiar. Meski tanpa gelar pahlawan nasional pun, bagi rakyat Aceh dia tetap sebagai pahlawan.

Memang, selain Malahayati ada sosok wanita lain yang juga sudah lebih dulu terkenal, Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia. Dua nama ini juga sering menjadi cerita rakyat sebagai penyemangat untuk kaum hawa. Mereka juga pahlawan bagi bangsa Aceh.

Bagi Malahayati, rakyat Aceh menganggapnya sebagai ahli strategi perang, bahkan menguasai ilmu militer dan juga mampu menjadi pemimpin pasukan hingga di laut. Ia juga mahir menembakkan meriam dan penunggang kuda yang lihai.

Sumber: goaceh.co

Dalam banyak literatur juga disebutkan, Malahayati pernah menjadi Kepala Pengawal Istana di era Sultan Saidil Mukammil Alaudin Riayat Syah IV.

Kemudian, pernah juga tercatat sebagai Laksamana yang menjadi pemimpin armada laut Kesultanan Aceh saat mengalahkan kepala Armada Belanda, Cornelis de Houtman pada 11 September 1559.

Setelah Cornelis mati ditangannya, gelar Laksamana pun menjadi miliknya. Satu-satunya perempuan Aceh pertama yang menyandang gelar Laksamana.

Selain itu, pada tahun 1600 ia juga berhasil menahan awak kapal dagang Belanda setelah melancarkan serangan yang dahsyat. Kehebatan ini membuat Belanda harus mengakui kekuatan laut Kesultanan Aceh.

Kehebatan Malahayati bukan tanpa proses. Kemampuan militernya terasah saat belajar di sekolah Baitul Maqdis, yang pengajarnya berasal dari perwira Turki. Ini merupakan sebuah bantuan kerjasama antara kerajaan Aceh dan Turki.

Ahli waris Keumalahayati menerima gelar Pahlawan Nasional yang diberikan oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo, Kamis, 9 November 2017. Photo: Dok Humas Aceh

Bukan hanya menguasasi ilmu militer, tapi juga menguasi ilmu komunikasi dan diplomasi yang handal. Makanya pada tahun 1601, mewakili Sultan Aceh melakukan langkah diplomasi/ perundingan damai dengan komanda empat kapal dagang Belanda. Alhasil, Belanda harus membayar kerugian sebesar f.50.000.

Sudah sepentasnya memang kisah heroik perempuan pejuang ini menjadi penghargaan sebagai pahlawan nasional. Pahlawan yang memiliki ribuan andil dalam mengusir penjajah yang ingin menguasi berbagai sumber ekonomi, politik dan kebudayaan. Bangga!