Jhony: Etnis Tionghoa di Komunitas Muslem! | Jhony: Chinese Ethnic in the Muslem Community
Jhony | Pemilik Kedai Kopi Ie Leubeu
"Sejak nenek moyang, kita sudah membuktikan toleransi di kota tua ini," ujar Asnawi Abdullah, pengusaha sukses asal Pidie.
Namanya Jhony. Dalam bahasa mandarin dia dipanggil Tien Yhuk Phin. Lahir tahun 1956. Kini usianya 61 tahun.
Kulitnya putih. Bermata sipit dan bertubuh gempal. Tak terlalu tinggi. Dia alumni Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah dan SMP di Kota Sigli.
Orang tua Jhony bernama Latief (Yen Sun Yien). Sejak tahun 50-an dia tinggal dan menetap di desa Ie Lebeu, Kembang Tanjong. Jauh sebelum Jhony dilahirkan.
Kopi dan Menu Kedai Ie Leubeu
Ie Leube merupakan desa yang penduduknya mayoritas Muslem. Berada dekat dengan laut. Umumnya warga berprofesi sebagai nelayan dan pekerja tambak.
Orang tua Jhony berprofesi sebagai penjual pakaian di Kota Sigli. Sekitar 15 kilometer jarak tempuh yang harus dilaluinya setiap hari untuk berdagang.
Kemudian pada tahun 60 an, orang tuanya beralih profesi dan membuka kedai kopi yang diberi nama 'IE LEUBEU.' Nama desa tempat dia tinggal dan menetap.
Jhony memiliki dua orang anak hasil perkawinannya dengan Sania (Sie Lie Chin). Keduanya kini tinggal di Jakarta dan sudah berkeluarga.
Jhony dan Saringan Kopi
Sania juga dilahirkan di Aceh. Persisnya pada tahun 1964 di Kota Lueng Putu, Bandar Baru, Pidie Jaya. Menurut Sania, keduanya berkenalan saat tinggal di Kota Sigli.
Saat remaja, sebagai pecinta si kulit bundar, Jhony juga pernah menjadi pemain PSAP Sigli. Kecintaannya kepada sepakbola dan PSAP hingga kini masih terlihat.
Era 80-an menjadi saksi bahwa Jhony salah seorang pemain Tionghoa dalam tim sepakbola kebanggan masyarakat Pidie. Menyatu dan bersama memajukan sepakbola tanpa diskriminasi.
Kini, kedai kopi Ie Leube masih bertahan dalam kepungan cafe-cafe besar di Kota Sigli dengan aroma dan cita rasa yang khas. Penikmat kelas tersendiri yang bertahan hingga sekarang.
Pemain PSAP Sigli
Klasiknya, bubuk kopi diracik sendiri oleh Jhony dari biji kopi yang didatangkan dari Tangse, Pidie. Biji kopi lokal yang masih diandalkan hingga saat ini.
Jhony adalah jawaban terhadap berbagai isu anti China yang belakangan menggema hampir di seluruh pelosok negeri. Bagi warga Aceh, toleransi ini sebagai jawaban atas pentingnya menghargai kebersamaan.
Menurut Jhony, menghargai keberagaman dan keyakinan pihak lain adalah modal besar untuk terus hidup dalam damai. Bahkan saat berkecamuk konflik Aceh pun, mereka tidak terusik untuk terus bertahan di Aceh.
Benar seperti diutarakan oleh Asnawi Abdullah, tolerasi yang bersemi telah lama tumbuh dan berkembang di Aceh. Bahkan sejak sekian abad yang lalu.
Bersama pemain PSAP Sigli
Meski belakang di masa pemerintahan SBY juga pernah mengeluarkan Kepres pada tanggal 14 Maret 2014. SBY menilai, pandangan dan perlakuan diskriminatif kepada kelompok, ras tertentu dan seseorang justru melanggar nilai perlindunan Hak Asasi Manusia.
Selain itu, juga bertentangan dengan Undang Undang Dasar tahun 1945 dan Undang Undang tentang penghapusan ras dan etnis. Oleh karena itu, tindakan dan sikap menghargai yang diperlihatkan warga Aceh adalah sikap toleran yang manusiawi.
Jhony: Chinese Ethnic in the Muslem Community!
"Since our ancestors, we have proven tolerance in this old city," said Asnawi Abdullah, a successful businessman from Pidie.
His name is Jhony. In Chinese he was called Tien Yhuk Phin. Born in 1956. He is now 61 years old.
Her skin is white. Slender-eyed and stocky. Not too high. He is an alumnus of Elementary School Muhammadiyah and Junior High School in Sigli City.
Jhony's parents are named Latief (Yen Sun Yien). Since the 50's he lived and settled in the village of Ie Lebeu, Kembang Tanjong. Long before Jhony was born.
Ie Leube is a village whose population is mostly Muslem. Be close to the sea. Generally residents work as fishermen and tambak workers.
Jhony's parents work as a clothing retailer in Sigli City. About 15 kilometers of mileage that must be passed every day to trade.
Then in the 60's, his parents switched professions and opened a coffee shop called 'IE LEUBEU.' The name of the village where he lives and lives.
Jhony has two children married with Sania (Sie Lie Chin). Both now live in Jakarta and have a family.
Sania was also born in Aceh. Exactly in 1964 in Lueng Putu Town, Bandar Baru, Pidie Jaya. According to Sania, the two met when living in the city of Sigli.
As a teenager, as a lover of the round skin, Jhony has also been a player PSAP Sigli. His love of football and PSAP is still visible.
Era 80s to witness that Jhony one of the Chinese players in soccer team pride Pidie society. Unite and together promote football without discrimination.
Now, Ie Leube coffee shop still survives in the siege of big cafes in Sigli City with distinctive aroma and taste. Individual class lovers who have survived until now.
Classically, the coffee powder was formulated by Jhony of the coffee beans imported from Tangse, Pidie. Local coffee beans are still dependable to date.
Jhony is the answer to a variety of anti-China issues that have recently echoed almost all over the country. For the people of Aceh, this tolerance in response to the pentinya appreciate.
According to Jhony, appreciating the diversity and beliefs of others is a great capital to continue living in peace. Even during the conflict in Aceh, they are not disturbed to continue to survive in Aceh.
True as expressed by Asnawi Abdullah, the growing tolerance has grown and developed in Aceh. Even since so many centuries ago.
Although behind in the reign of SBY has also issued a Presidential Decree on March 14, 2014. SBY rate, discriminatory views and treatment to certain groups, races and individuals would violate the value of human rights violations.
In addition, it is also contrary to the 1945 Constitution and the law on racial and ethnic elimination. Therefore, the acts and attitudes of respect shown by the Acehnese are a humane tolerant attitude.**
Oma, adak bhs Inggris phon leubeh mantap. Nyoe bak giliran bhs Inggris ka Hana foto
Sependapat.
Kajeut edit teuma, balek english diateuh
Bereh bang..
Manteng lee payah belajar
Sejak nenek moyang, kita sudah membuktikan toleransi di kota tua ini," ujar Asnawi Abdullah, pengusaha sukses asal Pidie.
Sebuah pernyataan yang sangat penuh makna dan penuh arti, keberagaman dan kebersamaan hidup di antara manusia yang berlainan ras dan agama.
Ini menjadi bukti Aceh itu Kosmopolitan ...
Regard
Yaaa bener. Yang penting kita menulis hal2 sederhana. Trims masukan
Super sekali tulisan bapak ini. Seperti sudah mulai menemukan ritme menulis di Steemit. Kisah seperti akan banyak disukai. Bravoo....bravooo....
Masih butuh waktu untuk proses belajar. Yg penting tulis dulu. Hehe
Nyo liputan kemanusiaan paling berharga di tengah benturan identitas yang dimainkan oleh pemburu kekuasaan. Sisi humanis adalah titik temu segenap perbedaan. Saran saya, teruslah fokus pada konten-konten humanis, pasti dasyat nilainya suatu ketika nanti.
Ya bang. Trims. Udah lama ga nulis, pemanasan masih lama kayaknya
Seandainya tulisan @andifirdhaus dipubkikasi dua hari sebelum pilkada DKI, saya yakin efeknya semakin hebat! Salute!
Yaaa. Ni baru mulai lagi pelan2. Hehe
Luar biasa... rupari ada juga chiness di sigli ya.. jarang jarang nampak, tidak seprti kota kota lain umumnya.. toleransi yang begitu humanis.. good post @andifirdhaus
Trims. Mohon masukan2 untuk perbaikan ke depan
Bereh that memang menyoe pemred turun gunung
Lama ta menulis. Kayaknya butuh pemanasan lama bos Razi. Hehe
Sep keren.. Payah beuleu ta cue ilme bak @acehpungo
Yayaa nyan keuh
Omen mande, sep bereh @andifirdhaus
Mande bek tuwee follow back. Hehe