Benarkah Kita Adalah Pemalas? Catatan Harian (Part III)
Source : pexel.com
Benarkah kita adalah seorang pemalas? Pertanyaan berikut mengawali catatan harian saya yang ke 3 setelah 2 catatan harian sebelumnya tentang persoalan malas yang bisa anda baca dibawah ini :
https://steemit.com/steemiteducation/@aikamil/apa-itu-malas-catatan-harian-part-ii-89bcbcc1e1577
Dua catatan harian diatas menjadi awal bagi saya untuk membahas secara mendalam tentang kemalasan. Karena malas sebagai sebuah kondisi antara selalu dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang tidak berani diungkap ke permukaan. Maka pada postingan ini saya ingin memperlihatkan sejauh mana kemalasan menjadi objek dari sebuah gerakan besar dan berdampak cukup luas terhadap orang banyak.
Saat saya mengatakan malas dan kemalasan, tentu anda ingat dengan 2 orang fenomenal dalam ilmu sosial humaniora. Mereka adalah Denys Lombard dan Syed Husin Alatas. Keduanya dengan sangat cermat membahas tentang sejarah kolonial strategi koloni yang dilakukan terhadap orang Tempatan. Namun secara lebih lugas pembahasan mengenai kemalasan ada di buku yang ditulis oleh Syeh Husin Alatas. Dia merupakan seorang sosiolog yang juga seorang politikus berkebangsaan Malaysia. Dengan sangat terampil dia menggunakan beberapa fakta sejarah yang menguak mengenai peran kolonial dalam artikulasi wacana kemalasan masyarakat tempatan khususnya di dunia Melayu.
Baginya, kemalasan adalah sebuah mitos. Karena malas dalam wacana koloni sesuai dengan cara pandang mereka terhadap kerja dan penggunaan waktu luang. Saat pemerintah kolonial melihat pola kerja masyarakat tempatan yang sangat berbeda dengan mereka dan mereka menganggap bahwa masyarakat tempatan senang sekali bersantai dan banyak membuang waktu dalam proses kerja, disitulah awal mula artikulasi wacana masyarakat tempatan dianggap adalah orang-orang malas.
Lantas, benarkah demikian?
Tentu definisi malas yang telah saya bahas pada catatan harian ke 2 telah mengungkapkan bahwa malas merupakan definisi yang tidak tinggal. Artinya definisi tentang malas terikat dalam konteks waktu dan ruang tertentu. Bagi saya pribadi malas adalah sebuah perspektif. Bahkan, anda bisa melihat dan membacanya, malas bagi S.H. Alatas adalah sebuah mitos. Persis seperti sebuah legenda yang hanya ada dalam cerita-cerita dongeng belaka.
Bagi saya pribadi, Tidak ada orang malas, yang ada hanya orang-orang yang tidak mau terpengaruh dengan ajakan dan kepentingan orang lain. Sehingga malas dan kemalasan dalam wacana hari ini dapat dikatakan sebuah penghakiman yang tidak berdasarkan atas fakta. Proses menghakimi orang lain tentu tidak bebas nilai, orang-orang melakukan penghakiman dan bebas melabel orang lain merupakan pihak yang tidak pernah mengerti tentang apapun.
Credits Photos To Victor Freitas From pexel.com
Dengan demikian, bagi saya, apapun yang sedang anda lakukan saat ini termasuk saat anda sedang santai dan gembira bermain Steemit serta platform media berbasis SMT, maka anda santai saja. Dan teruslah menikmati apa yang anda sukai. Karena jika terus mendengarkan orang lain, harapan orang lain, hasrat orang lain terhadap diri kita. Maka disitulah awal mula ketidakberdayaan dan ketidaksetaraan bermula.
Teruslah berkarya dan teruslah berjaya dengan Steemit!!!
Semoga bermanfaat...
@aikamil
Bersambung...
Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by aikamil from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.
If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.