Sebatang Pohon di Tengah Hutan
Burung-burung itu terbang menuju ke sebatang pohon. Di bawahnya aku duduk melihat beragam jenis dari kumpulan burung itu, ada yang bersayap hijau, kuning, kelabu, dan ada juga yang berwarna putih. Paruhnya juga beragam, ada yang kecil mungil, runcing. Sambil mengepakkan sayapnya dan sesekali meloncat-loncat di ranting, burung-burung itu berkicau. Dan sebagian dari burung yang lain terbang berkerumunan singgah di pohon itu.
Pohon itu letak di tengah-tengah hutan. Jalan setapak yang ditumbuhi pohon-pohon lebat di sekelilingnya membuat suasana sekitarnya sunyi. Dalam kesunyian itulah aku mendapatkan suara-suara alam seperti sebuah pentas sandiwara, hanya saja diperankan oleh burung-burung. Dunia tak pernah sepi oleh penghuni. Sebelumnya aku tak pernah peduli pada suara alam selain musik, suara mesin yang silih berganti bergeming di telingaku.
Tidak ada kesunyian abadi, dunia selalu dihiasi oleh keindahan, termasuk keindahan pohon tua itu yang diterus saja dikerumuni oleh burung-burung. Pohon tua itu seperti sarang bagi mereka. Seekor burung yang bersayap warna hijau, menutup sayapnya. Aku memperhatikannya seakan dia baru saja mengitari seluruh semesta lalu pulang menuju ke sarangnya.
Lima menit sekali suara burung-burung itu berganti seperti permainan musik yang terasing. Aku mendengarnya sambil menikmati kesyahduan suara mereka. Betapa aku mengerti bahwa melodi burung itu lebih menyentuh daripada suara melodi yang sesungguhnya.
Matahari senja mulai turun di ufuk barat. Burung-burung yang menukik di pohon itu semakin bertambah. Ada yang memakan biji-biji ditangkainya dan ada juga yang sedang menggarukkan perut dengan paruhnya. Semakin lama aku menemukan sisi percintaan yang mengasyikkan dari mereka, aku menemukan suatu hal aneh dari sepasang burung yang baru saja hinggap di dahan pohon itu, mereka saling naik ke tubuh mereka satu sama lain. Sesekali mereka meloncat ke samping tidak jauh dari pasangannya. Sedangkan pasangannya itu mendekati dan malah seperti tidak ingin lepas dari pasangannya.
Tidak lama setelah itu, aku mendengar suara kicauan mereka semakin bergemuruh, lamat-lamat dan semakin mengasyikkan seiring teduhnya senja merebah dan hampir tenggelam. Aku bangkit dari duduk dan menatap satu persatu burung-burung yang semakin ramai. Pohon itu semakin indah dengan hadirnya burung-burung di dahannya. Seekor Beurijuek berparuh panjang berdiri tegap seperti seorang Bos baru pulang dari tugasnya, sedangkan dua ekor lagi yang masih kecil berdiri di ujung paling tinggi. Dari mereka suara-suara itu semakin bersahut-sahutan.
Merasa puas dengan suasana kicau burung di pohon itu aku pulang, sambil minum secangkir kopi di kedai milik teman, aku segera membuka laptop yang biasa dipakai untuk kepentingan administrasi desa, aku segera menulisnya dalam postingan steemit, aku berpikir tulisan ini akan mengisi kekosongan ruang steemit dan menjadi postinganku yang kelak akan menginspirasi teman-teman. Bukan tanpa alasan, bahwa tiada kesunyian yang sempurna di dunia ini. Semua sisi alam yang berbeda tanpa pernah memilik sunyi sekalipun malam.
Di alam kesunyian pun kita menemukan suara-suara yang tak pernah kita dengarkan sebelumnya. Tak ubahnya seperti suara di alam mimpi, ia memiliki suara dan misteri yang tidak sanggup kita tangkap dengan indera. Dan begitulah sesungguhnya isi dunia ini yang semakin lama semakin mengerikan. Langit mulai gelap, pertanda malam sudah tiba.
Ceritanya bagus. Keren.
@tikasukee, terimakasih
Tempat yang indah :)
@sashas, seindah hati kita. Hhaa.