Nasib Miris Beruang Madu (Helactor malayanus)
Delapan jenis beruang yang masih hidup di dunia. Kedelapan spesies beruang ini tersebar di seluruh penjuru dunia mulai dari benua Asia, Amerika, hingga Eropa, untuk jenis beruang yang terbesar adalah beruang grizly (Ursus arctos) hidup di utara benua amerika dan yang terkecil hidup di asia tenggara tepatnya di Kalimantan dan Sumatera, Untuk Provinsi Aceh beruang madu (Helactor malayanus) berhabitat liar diseluruh kawasan hutan . Beruang ini dapat hidup di seluruh hutan di Sumatera dan Kalimantan. Saat ini ,ada tiga sub spesies beruang di Asia yang menjadi incaran. Diburu besar–besaran untuk kebutuhan medis tradisonal Cina. Ketiga spesies itu adalah beruang hitam asia (Ursusthibetanus), beruang coklat (Ursusarctos) dan beruang madu (helactormalayanus). Untuk sub spesies beruang madu, habitatnya berada di Sumatera dan Kalimantan.
Nasib miris bagi beruang madu ini, hewan khas berbubulu hitam ini sering kali menjadi korban tangkapan di hutan. Sering kali hewan ini terkena jerat dan tembakan. Bahkan jika didapati anakan beruang hasil tangkapan pemburu, maka hewan ini akan diperjualbelikan. Konon, dalam sejarah pengobatan tradisional Cina, empedu atau ginjal untuk pengobatan tradisonal Cina. Dalam tradisi pengobatan Cina terdapat lima rasa, yaitu asam, pahit, manis, tajam, dan asin. Ini terkoneksi dengan lima unsur kuno, yaitu kayu, api, tanah, metal, dan air. Seperti unsur organ dan kelenjar utama badan, yaitu hati, jantung, limpa pankreas, paru-paru dan ginjal-kandung kemih.
Pengobatan tradisional Cina mengandung herbal dan unsur hewani, atau ‘jamu’, khas dalam aroma dan rasa. Semuanya berhubungan dengan empat energi; dingin, sejuk, panas dan hangat. (Mills & Jackson 1994; Galster et al. 1996; A. Kumar pers. Comm).Cairan empedu beruang secara ilmiah terbukti memiliki khasiat pengobatan sebagai obat manjur untuk mengobati sakit tenggorokan, penyakit otot, epilepsy hingga membersihkan liver. (Chris Shepherd, Deputy Regional Director TRAFFIC South-East Asia).Beruang madu (Helarctos Malayanus) dikategorikan dalam status konservasi “rentan” (Vulnerable; VU). Artinya spesies ini menghadapi risiko kepunahan di alam liar. Beruang madu dimasukkan dalam CITES Apendix I ( IUCN 1979).
Kondisi lainnya, saat ini, belum ada angka pasti jumlah individu beruang yang diperdagangkan, baik di Indonesia menuju Asia Timur. Ini jelas berdampak pada usaha konservasi beruang madu dirasa semakin sulit. Dewasa ini perdagangan bagian tubuh satwa ini mengakar dalam tradisi masyarakat Asia Timur seperti Cina, Kamboja, Hongkong dan Malaysia.
Dalam beberapa tahun belakangan ini akibat adanya permintaan yang tinggi di pasar gelap untuk kebutuhan medis obat tradisional Cina, keberadaan beruang madu patut dikhawatirkan. Perburuan dan perdagangan menjadikan beruang sebagai komoditas ekonomi yang menguntungkan, di mana modus perburuan beruang hampir sama dengan perburuan satwa liar lainnya di Indonesia.
Modusnya operandinya adalah, pertama, para pemburu membunuh beruang di hutan dan hanya mengambil organ empedu. Kedua, beruang diburu hidup–hidup, biasa ditembak bius atau dipasang perangkap, kemudian beruang dikandangkan, dibawa kelokasi penangkaran dan terakhir beruang dibunuh untuk mengambil empedu. Lantas beruang tersebut dibuat sebagai ofsetan.
ngkah penting lainnya adalah, pemerintah, bersama-sama akademisi dan lembaga konservasi, mendorong dan memaksimalkan Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Serta menggunakan peraturan lain dan yang melarang perburuan dan perdaganagan satwaliar.
Pemerintah dapat menyelenggarakan operasi penegakan hukum yang dapat menembus inti operasi pasar gelap empedu beruang dan bagian tubuh satwa liar lain, seperti tulang harimau, triggiling dan landak, khususnya di jaringan para perantara (pemburu, agen dan pemasok hingga pembeli dan pengguna).
Hal lainnya untuk usaha konservasi beruang madu adalah mempromosikan penelitian dan pengembangan medis bahan pengganti empedu beruang dengan melibatakan instansi terkait peneiltian ini dapat melibatkan Kementrian Kesehatan, Balai Penelitian Obat danMakanan (BPOM), LIPI dan perguruan tinggi dan untuk mencarikan solusi medis pengganti organ empedu beruang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan standar ilmiah bagi pengembangan medis bagi negara-negara pengguna organ empedu beruang dan satwa liar lainnya.
Terakhir adalah usaha pemerintah dan lembaga konservasi untuk dapat menyelenggarakan program penghargaan bagi petugas penegakan hukum satwa liar yang berjasa dalam memerangi perdagangan beruang dan satwa liar lain.
Upaya yang disebutkan di atas dapat menghentikan dan meminimalisir praktik- praktik perburuan dan perdagangan, tak hanya bagi beruang madu juga bagi satwa liar lainnya di Indonesia.
Harus diingat kembali, bahwa hilangnya beruang madu di hutan Sumatera dan Kalimantan secara langsung dan tak langsung akan berdampak pada kehilangan mata rantai kehidupan liar di alam dan tentu akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan manusia itu sendiri.
Nasibnya tak semanis namanya
Korban kacaunya obsesi manusia
hai kawan..
sedih nian nasibnya, itu foto-fotonya di mana bang?