#Steemians dalam Secangkir Kopi
Apa rasanya menikmati kopi, ditemani buku puisi tentangnya yang berkisah pada mantra, sejarah, aroma, sampai seduhan yang kemudian tegukan melepas dahaga. Akh, saya tak bisa menjelaskannya dengan kata.
Lalu saya hanya menulis ini, tentang temuan tak sengaja sebuah buku yang terselip di antara ratusan koleksi di lemari. Buku yang pernah saya resensi dulunya, setelah diberikan oleh seniman Fikar W Eda di Aceh Tengah, September 2013 silam.
Buku itu berjudul “Antologi Puisi | SECANGKIR KOPI” yang merupakan kumpulan puisi 88 penyair dari enam negara. Buku dimulai dengan mantra dan sejarah yang dikupas bagus oleh Fikar. Simak kutipan berikut ini:
Itulah mantra para petani kopi tatkala menanam benih. Siti kawa (istilah untuk kopi) diucapkan khidmat dengan harapan masa depan. Begitulah cara masyarakat Gayo menghayati kopi sebagai bagian dari kehidupannya.
Mantra kopi itu juga yang kemudian menggugah dua seniman Fikar W Eda dan Salman Yoga mengumpulkan puisi-puisi kopi yang tercerai berai menjadikannya sebuah buku. Beberapa penyair menyumbang dan lahirlah kisah kopi yang panjang.
Tak menyangka, saya menemukan beberapa #steemian ikut menuangkan kisah kesehariannya dengan kopi di buku itu. Seperti @ayijufridar yang menulis “Mimpi Kopi”
….
Di kursi ini waktu berlalu dalam kelam
Menari dari wacana ke wacana
Dalam sesapan kopi, kebun-kebun panen seketika
Bulir-bulir padi gemuk berisi
Kambing dan sapi membiakkan betina
Hanya sekedip mata
Cukup secangkir kopi
….
Fikar membaca puisi di Takengon, Aceh Tengah, 23 September 2013
Di halaman lain ada pemilik akun @razack-pulo, seorang dokter yang menyumbang empat puisinya. Dalam “Gadis Pengutip Kopi” dia menulis:
Jemari lentiknya menyusup di antara reranting kopi
Biji kopi merah dikutip hati-hati sekali
Dikumpulkan, dikeringkan senang hati
Dari pagi hingga senja tiba
Untuk memperkaya Belanda.
Sementara Nazar Shah Alam, pemilik akun @gulistan juga menyumbang karya. Salah satu karya Vokalis Apache13 ini adalah “Kopi Pertama”, berikut penggalannya:
…
Aku menatap peta-peta yang tercabik oleh sendok
Kerajaan hancur lebur di dalam gelas kopi kita
Beraduk-aduk dengan pelbagai isi
Beraduk-aduk menjadi kopi.
Ada juga Mustafa Ismail, pemilik akun @musismail yang menulis “Kopi” dalam kisah kerinduannya dari jauh.
Kopi tak lagi jenuh
Tapi matahari masih jauh
Aku ingin ibu
Segera turun dalam mimpiku
Membaca panci dan
Beberapa sendok gula.
Banyak lagi steemian yang saya temukan di buku ini. Ada Muhadzier Salda pemilik @kitapmaop dan ada @zulfadliekawom. Mungkin ada lagi, yang saya luput memeriksanya. Sayang, saya tak menemukan sang inisiator buku di #steemit, Fikar dan Salman.
Membuat kopi secara tradisional
Saya membaca, kopi tak hanya nikmat. Dalam bait-bait puisi, kopi adalah inspirasi. Dia dihidupkan lewat kenikmatan, kebun, petani dan pada rindu. “Kopi aku rindu ketika embun pagi menetes di ujung ilalang,” tulis Ansar Salihin dalam puisinya “Secangkir Air Hitam”.
Juga ada penyair Dimas Dwi Pertiwi yang menjadikan kopi sebagai awal mencari inspirasi,
Angin sejuk pagi
Beserta matahari
Sambil teratur langkah
Ku racik kau cairan penggugah
Kopi...
Membaca “Antologi Puisi | SECANGKIR KOPI” seperti menemukan riwayat kopi di Aceh, dari biji yang disemai, tumbuh, memetik, mengolah, sampai terhidang dalam gelas di warung-warung. Mau membaca, saya bersedia meminjamkannya. []
[Photos: @abuarkan]
Terikasih atas kunjungannya.
salam
@abuarkan
Banda Aceh, 13 Februari 2018
Waaah. Luar biasa sekali. Ada saya di buku itu 😁
Hehehhee, ya bro@razack-pulo thanks sudah berkunjung
Maha benar tuhan yang telah menciptakan kopi...
Foto di ateuh that, buku neu peu blur sedang model jih terfokus.
apalah aceh ini tanpa kopi ya bang?
betapa banyak puisi yang akan "hambar" tatkala kopi tidak menjadi sumber inspirasi dalam setiap puisi seniman aceh hehe