Boomerang
Boomerang: bukan hanya sesuatu yang kita lempar lalu kembali, tapi sesuatu yang kita lakukan lalu kembali sebagai kebaikan
Sejak 2014, aku memutuskan hubungan dengan semua orang di jagad maya. Memutuskan untuk tidak peduli dengan apapun yang terjadi, tidak mencari tahu tentang siapapun serta tidak mencoba berbagi "like" hanya untuk sebuah "like back". Aku benar-benar memutuskan udahan dengan dunia luar.
Aku begitu percaya bahwa dunia akan respect terhadap apa yang kita hasilkan, bukan hanya kepada apa yang kita punya. Terlupa bahwa dunia juga buta. Masyarakatnya telah berubah berdasarkan kubu-kubu yang mereka ciptakan sendiri, namun akhirnya menyalahkan pemerintah atau orang lain. Lebih sering menuding orang lain dari pada berkaca bahwa wajahnya sudah dipenuhi noda.
Lihat saja pada pemilihan presiden beberapa tahun lalu. Masyarakat terpecah menjadi 2 kubu, kubu kotak-kotak dan kubu merah putih. Luar biasa. Di luar dugaan dan di luar daerah bahkan saling menyakiti satu sama lain, saling menyiksa dan menghina hingga saling menuding dan menjatuhkan. Mental pecundang terus terasah. Hingga kemudian mulailah digalakkan motto "revolusi mental".
Tak cukup juga ternyata. Hal ini justru menjadi masalah baru. Masyarakat semakin tidak menentu, semakin gencar menuding pemerintah melakukan ini dan itu tanpa bukti yang tepat dan akurat. Setiap berita yang ada ditelan mentah-mentah bahkan tanpa dicuci terlebih dahulu, sehingga kuman-kuman yang masuk tidak hanya merusak daya tahan tubuh dan kinerja otak, namun juga melemahkan hati dan iman. Hingga dengan mudah berkata kasar, mencaci dan membenci orang yang belum tentu benar bahwa ia salah.
Semua ini karena apa? Karena kurangnya rasa peduli kita terhadap sesama. Kita terlalu sibuk mengotak-kotakkan diri kita masing-masing. Sehingga menganggap mereka yang di luar kotak atau komunitas kita bukanlah bagian dari kita. Terlanjur membiarkan orang yang salah untuk tetap berada pada kesalahannya tanpa bermaksudnya mengajaknya kembali ke jalan yang baik dan benar. Tidak berusaha menunjukkan kebenaran pada orang yang salah, terutama salah menerima informasi. Sebab jika pun kita bermaksud mengingatkan, maka akan dituding sebagai haters, makar atau ajaran sesat. Dunia semakin gelap berkatnya.
Sekarang bukan lebih baik, semakin gelap gulita. Hampir sebagian dari kita merupakan pengonsumsi berita hoax baik disadari atau tidak.
Saat ini aku sadar, berkat rasa tidak peduli yang aku pupuk ulang sejak 3 tahun silam, kini aku menjadi pecundang. Aku marah tiap kali ada orang yang tidak peduli akan apa yang telah kulakukan. Alih-alih menerima dengan lapang dada, aku marah total. Dan membiarkan setan menguasaiku dalam kemarahan. Padahal aku sendiri tahu bahwa aku tengah ada dalam kesesatan yang sesesat-sesatnya, tapi kubiarkan.
Aku lupa berkaca pada kejadian yang menimpa Adam dan Hawa, yang membiarkan nafsu setan menguasai mereka dan melakukan hal yang dilarang Tuhannya. Lalu mereka dikeluarkan dari surga.
Aku juga lupa pada cerita seorang ahli ibadah yang kemudian disesatkan iblis, lalu meninggal dalam keadaan kafir. Na'udzubillahi minzalik
Aku lupa semua petuah ketika marah. Bahkan aku lupa bahwa aku sedang marah.
Di balik semua kealpaan yang tengah mendera, aku mengingat keras satu hal "orang akan menghargai orang lain jika mereka ada pada koridor yang sama". Ketika terjadi pengabaian, coba cek kembali apa yang telah kamu berikan selama ini sehingga kamu berhak mendapat balasan setimpal saat ini. Ketika kamu dikecewakan, coba ingat kembali berapa kali kamu membiarkan orang lain merasakan hal serupa?
Jika sudah, mulailah peduli!
Tidak peduli seberapa hebat pikiranmu, seberapa cerdas isi kepalamu, jika kamu tidak mulai peduli maka kamu tidak akan mendapatkan apapun di dunia ini. Sebab hubungan yang erat terbangun dari rasa peduli. Link-link terjalin sebab rasa peduli juga. Lalu kamu berharap dipedulikan sedangkan kamu tidak peka dan peduli? Hei girls, go to the hell with your sin!oomerang: bukan sesuatu yang kita lempar lalu kembali, tapi sesuatu yang kita lakukan lalu kembali sebagai kebaikan
Sejak 2014, aku memutuskan hubungan dengan semua orang di jagad maya. Memutuskan untuk tidak peduli dengan apapun yang terjadi, tidak mencari tahu tentang siapapun serta tidak mencoba berbagi "like" hanya untuk sebuah "like back". Aku benar-benar memutuskan udahan dengan dunia luar.
Aku begitu percaya bahwa dunia akan respect terhadap apa yang kita hasilkan, bukan hanya kepada apa yang kita punya. Terlupa bahwa dunia juga buta. Masyarakatnya telah berubah berdasarkan kubu-kubu yang mereka ciptakan sendiri, namun akhirnya menyalahkan pemerintah atau orang lain. Lebih sering menuding orang lain dari pada berkaca bahwa wajahnya sudah dipenuhi noda.
Lihat saja pada pemilihan presiden beberapa tahun lalu. Masyarakat terpecah menjadi 2 kubu, kubu kotak-kotak dan kubu merah putih. Luar biasa. Di luar dugaan dan di luar daerah bahkan saling menyakiti satu sama lain, saling menyiksa dan menghina hingga saling menuding dan menjatuhkan. Mental pecundang terus terasah. Hingga kemudian mulailah digalakkan motto "revolusi mental".
Tak cukup juga ternyata. Hal ini justru menjadi masalah baru. Masyarakat semakin tidak menentu, semakin gencar menuding pemerintah melakukan ini dan itu tanpa bukti yang tepat dan akurat. Setiap berita yang ada ditelan mentah-mentah bahkan tanpa dicuci terlebih dahulu, sehingga kuman-kuman yang masuk tidak hanya merusak daya tahan tubuh dan kinerja otak, namun juga melemahkan hati dan iman. Sehingga dengan mudah berkata kasar, mencaci dan membenci orang yang belum tentu benar bahwa ia salah.
Semua ini karena apa? Karena kurangnya rasa peduli kita terhadap sesama. Kita terlalu sibuk mengotak-kotakkan diri kita masing-masing. Sehingga menganggap mereka yang di luar kotak atau komunitas kita bukanlah bagian dari kita. Terlanjur membiarkan orang yang salah untuk tetap berada pada kesalahannya tanpa bermaksudnya mengajaknya kembali ke jalan yang baik dan benar. Tidak berusaha menunjukkan kebenaran pada orang yang salah, terutama salah menerima informasi. Sebab jika pun kita bermaksud mengingatkan, maka akan dituding sebagai haters, makar atau ajaran sesat. Dunia semakin gelap berkatnya.
Sekarang bukan lebih baik, semakin gelap gulita. Hampir sebagian dari kita merupakan pengonsumsi berita hoax baik disadari atau tidak.
Saat ini aku sadar, berkat rasa tidak peduli yang aku pupuk ulang sejak 3 tahun silam, kini aku menjadi pecundang. Aku marah tiap kali ada orang yang tidak peduli akan apa yang telah kulakukan. Alih-alih kecewa, aku marah total. Dan membiarkan setan menguasaiku dalam kemarahan. Padahal aku sendiri tahu bahwa aku tengah ada dalam kesesatan yang sesesat-sesatnya, tapi kubiarkan.
Aku lupa berkaca pada kejadian yang menimpa Adam dan Hawa, yang membiarkan nafsu setan menguasai mereka dan melakukan hal yang dilarang Tuhannya. Lalu mereka dikeluarkan dari surga.
Aku juga lupa pada cerita seorang ahli ibadah yang kemudian disesatkan iblis, lalu meninggal dalam keadaan kafir. Na'udzubillahi minzalik
Aku lupa semua petuah ketika marah. Bahkan aku lupa bahwa aku sedang marah.
Di balik semua kealpaan yang tengah mendera, aku mengingat keras satu hal "orang akan menghargai orang lain jika mereka ada pada koridor yang sama". Ketika terjadi pengabaian, coba cek kembali apa yang telah kamu berikan selama ini sehingga kamu berhak mendapat balasan setimpal saat ini. Ketika kamu dikecewakan, coba ingat kembali berapa kali kamu membiarkan orang lain merasakan hal serupa?
Jika sudah, mulailah peduli!
Tidak peduli seberapa hebat pikiranmu, seberapa cerdas isi kepalamu, jika kamu tidak mulai peduli maka kamu tidak akan mendapatkan apapun di dunia ini. Sebab hubungan yang erat terbangun dari rasa peduli. Link-link terjalin sebab rasa peduli juga. Lalu kamu berharap dipedulikan sedangkan kamu tidak peka dan peduli? Hei girls, go to the hell with your sin!