Akmal Senja; Mengabadikan Hutan Lewat Kanvas dan Wakaf

in #hutan7 years ago (edited)

SEJAK mengenalnya beberapa tahun lalu, nyaris tak ada yang berubah dari pria itu. Baik sikap maupun perawakannya. Ia tetap ramah dan bersahaja. Di balik perawakannya yang biasa saja, tersimpan ide-ide besar dan optimisme yang tak pernah padam. Terutama tentang dua hal; hutan dan seni rupa.

15841265_10208324531978001_1938880801_n.jpg
Akmal Senja saat meninjau lokasi lahan Hutan Wakaf di Jantho, Januari 2017 @dok pribadi

Akmal Senja. Begitu orang-orang mengenal namanya. Bang Akmal, begitu aku memanggilnya. Kalaupun ada yang berubah darinya --secara kasat mata-- adalah satu dua rambutnya yang mulai bersalin rupa. Pertanda usianya terus bergerak. Namun, angka 43 yang merujuk pada usianya itu sama sekali tak membelenggu semangatnya.

Semangat itu masih tampak nyata saat kami kembali bertemu pada Kamis, 17 Agustus lalu di Bivak Emperom, Lamteumen, Banda Aceh. Mengenakan celana jeans dan kaus oblong, ditambah baret hitam di kepalanya. Kian mempertegas semangat mudanya.

Hari itu, Komunitas Kanot Bu melalui agenda rutin Ruang Studi Jamaah (RSJ) mendaulat Akmal untuk mendedah tema diskusi bertajuk "Diaspora Hutan Wakaf". Ya, Akmal merupakan salah satu inisiator Hutan Wakaf yang saat ini dikembangkan sebagai pilot project di Desa Data Cut, Jantho, Aceh Besar. Inisiator lainnya, Azhar, juga sempat hadir sebentar hari itu.

20800358_10210194242599598_5108446403750707939_n.jpg
Sesaat sebelum diskusi 'Diaspora Hutan Wakaf' dimulai @dok pribadi

"Itu hadiah istimewa dari Bettina," kata Akmal perihal baret hitamnya.

Bettina merupakan salah satu dari seratusan donatur Hutan Wakaf yang diinisiasi Akmal bersama beberapa temannya. Perempuan yang kini telah menjadi mualaf tersebut mengelola sebuah museum di Kota Leipzig, Jerman. Sebuah museum yang memperkenalkan hutan tropis yang ia beri nama Phyllodrom.

Bettina, mewakili donatur lainnya, adalah 'korban' dari virus semangat berwakaf yang disebarkan Akmal bersama beberapa temannya. Bedanya, wakaf yang ini mengajak kita untuk menyelamatkan hutan ramai-ramai alias konservasi berjamaah.

Hutan Wakaf adalah sebidang lahan kritis yang dibeli dari warga di Jantho, Aceh Besar yang akan disulap menjadi hutan. Dana untuk membeli tanah ini dihimpun dari donasi para donatur yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun. Jumlah donasinya tidak dibatasi.

Apalagi dengan konsep wakaf yang berdimensi ukhrawi, semuanya berdasarkan keikhlasan hati para individunya. Pengumpulan dana juga dilakukan melalui profit sharing penjualan merchandise seperti kaos dan lainnya. "Ini merupakan upaya menyadarkan orang bagaimana sedekah itu terus berlangsung. Sedekah jariyah."

Aneka pohon yang ditanam di lahan ini juga berasal dari donasi berbagai kalangan. Uniknya, meski usianya baru seumur jagung, keberadaan Hutan Wakaf mulai menarik perhatian banyak orang. Terutama mereka yang punya perhatian khusus pada lingkungan. Siapa pun boleh datang ke hutan ini, membawa bibit tanaman sendiri, menggali lubang sendiri, lalu menanamnya sendiri. Jangan lupa menyertainya dengan tasbih.

Akmal punya alasan tersendiri mengapa memilih wakaf sebagai 'alat' konservasi lingkungan. Menurutnya, wakaf merupakan konsep paling ideal untuk menjaga aset, dalam hal ini hutan karena tidak bisa diotak-atik sembarangan. Sementara fungsi hutan itu sendiri tetap bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar, seperti fungsi ekologis, dan fungsi ekonomisnya yang berasal dari hasil hutan non kayu. Katakanlah seperti rotan, air nira dan madu.

"Di luar Islam konsep konservasi sudah banyak, tapi konsep itu tidak bisa menyelamatkan aset alam. Salah satu cara yang kuat untuk menyelamatkan alam yaitu dengan menahan aset, tapi manfaatnya tetap bisa dirasakan. Dalam Islam itu sudah diatur, instrumennya wakaf. Jadilah kita ambil konsep ini," kata Akmal dalam diskusi RSJ saat itu.

Nantinya setelah lahan kritis tersebut berubah menjadi hutan sebagaimana yang diharapkan, barulah akan diwakafkan kepada warga setempat. Dengan begitu, masyarakat bisa mengambil manfaat dari Hutan Wakaf tersebut. Sementara si pewakaf mendapatkan pahala secara terus menerus.

"Jika di sana ada kekayaan sosial; harta dan pemikiran masyarakatnya yang secara penuh keikhlasan mau merawat dan membangun hutan kembali bagi tersedianya sumber daya hutan untuk generasi mendatang melalui instrumen wakaf, pasti akan memberikan harapan yang lebih besar dalam merefleksikan pesan kearifan lingkungan, shadaqah jariyah, konservasi dan aspek rahmatan lil'alamin," ujar Akmal.

16938447_1538999502806718_7093483561258542395_n.jpg
Salah satu lukisan karya Akmal Senja bertema lingkungan @Facebook/Akmal Senja

Bagi Akmal, memperjuangkan isu-isu lingkungan adalah ruh yang telah menyatu dalam dirinya. Meminjam istilahnya, adalah sesuatu yang 'digerakkan oleh Tuhan' dalam dirinya. Semangat itu ikut tertuang dalam gerakan-gerakan kuas di atas kanvas. Seni rupa adalah cara lain bagi Akmal untuk menuangkan kegelisahan batinnya melihat kondisi alam yang kian tersiksa.

"Saya melihat lukisan adalah sebuah media yang bisa menghubungkan perasaan si pelukisnya dengan para penikmat," kata pria kelahiran Sigli ini.

Ia merasa, lewat lukisan kampanyenya menjadi kian efektif. Menjadi tidak sendirian. Semuanya terasa mudah saat apresiasi bisa tumbuh dan berkembang.

Dalam sebuah status pendek di beranda Facebook Akmal pernah menulis; Zaman melahirkan generasinya. Manusia dalam sejarah, dari generasi ke generasi. Dan saling apresiasi adalah modal berharga dalam peradaban.[]

Sort:  

luarrrr biasa tulisan akak ihan...mantappp liii.....

yang luar biasa objek dalam tulisan itu :-D, thanks Awi sudah berkunjung

kayaknya bang akmal ad di gib juga kan ya ??

oraittt..... tapi cuma di grup FB :-D

Coin Marketplace

STEEM 0.28
TRX 0.13
JST 0.032
BTC 60918.56
ETH 2919.11
USDT 1.00
SBD 3.56