Kontes Cerita Ramadhan Saya: Membagi Kebahgiaan Bersama Keluarga

in Indonesia3 years ago (edited)

IMG-20210504-WA0007.jpg

Jam 2 siang aku mendapat pesan dari istri, ibu akan mengadakan buka puasa bersama di rumah. Kebetulan istriku sudah satu minggu pulang ke rumah ibunya. Aku melihat jam di tangan, ketika itu aku baru mendapat kabar, teman dari almarhumah ibuku meninggal dunia. Dia termasuk nenek tertua di kampung, tinggal tidak jauh dari rumah, namanya Teh Insyah. Aku masih ingat, ketika ibu sakit tiga tahun lalu, Teh Insyah datang menjenguk ibu dengan tertatih-tatih, aku mempersilakan dia masuk, ibu terbaring lemas di ruang tengah, di atas kasur yang sengaja kami sediakan. Ruangan rumah ku tergolong ruangan yang sempit karena rumah kami kecil. Sebenarnya ada kamar lain di samping Kamar ku tapi ibu tidak mau tidur di kamar itu. Dia ingin tidur di ruang tengah biar kami bisa dengan mudah menjaganya sakit.

Teh Insyah duduk di depan ibu, memegang tangan sahabatnya itu, saat ini keduanya adalah perempuan tua, keriput dan lanjut usia. Ibu pernah bercerita bahwa dulu, ibu satu sekolah dengan Teh Insyah, saat ini leting sekolah mereka yang tersisa cuma mereka berdua yang lain sudah terlebih dahulu meninggalkan mereka satu persatu menghadap Ilahi. Aku duduk di sudut pintu menyaksikan dua sahabat renta itu reunian di hari senja, di mana salah satu sahabat mereka sudah terbaring tak berdaya. Tangan Teh Insyah yang keriput memegang tangan ibu yang lunglai tak berdaya. Di ruang sempit itu aku menyaksikan keduanya meneteskan air mata. Tidak hentinya mereka saling meminta maaf, sekali pun aku yakin semasa musa mereka tidak saling mencela, dari situ aku melihat dua karib yang saling menyayangi, saling mendoakan, seolah mereka orang paling berdosa di bumi. Begitulah kerendahan hati orang-orang tua dulu.

Tidak lama kemudian, setelah kunjungan Teh Insyah, Ibu dipanggil oleh yang kuasa di usia yang ke 79 tahun. Hari itu aku tidak melihat lagi Teh Insyah, tidak lama kemudian aku menerima kabar bahwa Teh Insyah juga sudah terbaring sakit. Di hari itu ketika Teh Insyah sakit aku tidak tega memberi kabar duka ini padanya. Setidaknya dia tetap tegar tanpa tahu sahabat satu-satunya telah pergi meninggalkannya.

Aku kembali melirik jam, pukul 2 di hari Ramadhan ke 15, aku mendapat kabar Teh Insyah berpulang ke Rahmatullah, pergi menyusul sahabatnya untuk selamanya. Aku juga tidak tahu semasa hidupnya apakah Teh Insyah tahu bahwa sahabatnya telah terlebih dahulu meninggalkan dia. Sebenarnya aku bisa saja mencari tahu dari anaknya yang mengurusnya sakit, tapi aku tidak mau melakukannya hanya menambah perih di hati kami.

Aku sengaja mengulas sedikit tentang Teh Insyah dan persahabatannya dengan ibu karena ini berhubungan dengan undangan mertua ku berbuka puasa bersama anak dan menantu di rumah. Di sisi lain aku tidak mungkin pulang ke rumah mertua untuk ikut berbuka puasa bersama penuh bahagia bersama keluarga besar, namun di sisi lain aku tidak mungkin meninggalkan pemakaman Teh Insyah yang sudah kuanggap teman dari ibuku. Akhirnya aku memilih untuk ikut ke pemakaman Teh Insyah setidaknya aku punya kesempatan mengantarnya untuk terakhir kali.

Jam sudah menunjukkan pukul 18:12, sore itu ketika istrku menelpon, pada saat itu pemakaman akan segera berlangsung. Istriku mengatakan bahwa dia sangat sedih karena aku tidak pulang, seharusnya aku ikut bersama mereka berbahagia berbuka puasa di Ramadhan yang penuh berkah. Pulang dari pemakaman tidak menunggu lama suara azan magrib berkumandang. Aku berbuka puasa dengan seadanya, segelas air putih dan beberapa butir kurma. Setelah meneguk air beberapa kali aku memungut hp dan menelpon istri di sana, aku sengaja mengambil video call, dari sana aku melihat seluruh keluarga berkumpul berbuka bersama. Aku memberi penjelasan kepada ibu mertua bagaimana keadaan di sini, aku menjelaskan semuanya dan dia terlihat sedih, terharu, sebab hari itu usianya juga sudah senja. Ibu mertua mengatakan bahwa apa yang kuputuskan dan kulakukan sudah benar. Bahwa kebahagiaan itu tidak mesti didapatkan dari berita bahagia namun, kebahagiaan itu juga diperoleh dari apa yang dapat kita persembahkan kepada orangtua juga bagi orang-orang yang kita cintai. Dan hari itu aku sangat bahagia di mana ibu dapat memahami bahkan dia yang sepuh lebih memahami apa arti kebahagiaan yang hakiki.

Dua hari kemudian aku pulang ke rumah ibu mertua--aku memanggil ibu mertua juga dengan panggilan ibu, baiklah agar tidak terjadi kekeliruan--pagi jam 10 aku berangkat menuju rumah nya di Aceh Utara, perjalanan yang memakan satu jam dari kota Lhokseumawe. Aku mendapat kabar dari istri, ibu sudah memanen padi, ibu mendapatkan hasil panen yang bagus hari ini, berkisar 7 gunca untuk istilah orang Aceh, penjelasan detail nya aku sendiri tidak tahu.

Jam 11:01 aku sudah tiba di rumah ibu. Di sana sudah berkumpul istri ku, kakak ipar, ponakan dan ibu. Aku turun dan menyalami satu-persatu. Ibu terlihat senang melihat kedatangan aku, aku masuk dan mengganti baju. Ibu dan kakak melanjutkan menampi beras hasil panen Ramadhan tahun ini. Aku ikut membantu Ibu memasukan beras ke dalam karung. Kami berkerja sama membantu ibu. Mungkin ini adalah momen yang bagus berkumpul pikirku, sebab di hari buka bareng aku tidak sempat hadir. Hari ini aku berkumpul dalam mengerjakan pekerjaan ibu membantunya.

IMG-20210502-WA0026.jpg

IMG-20210504-WA0023.jpg

Beras ditumpuk di tengah, buliran putih itu ibarat harapan yang menyatu menjadi asa. Bila dipikir-pikir beras tak akan berarti jika hanya sebutir, dia akan berharga jika telah berubah menjadi tumpukan besar begitu pun kami memaknai arti sebuah keluarga. Satu persatu batu dipisahkan dari beras, jari ibu yang kerut menari di antara buliran padi. Suasana tidak , tidak juga terdengar suara kami yang keluar, semua tekun pada pekerjaan masing-masing. Aku melihat senyum ibu di antara gesekan suara tampi, jatuh bagaikan buliran beras. Aku bertindak sebagai pengumpul beras yang telah ditampi, aku masukan ke dalam karung hingga karung penuh satu-persatu. Satu jam kemudian kakak memulai pembicaraan. Katanya beras ini akan dijual ibu untuk kebutuhan lebaran, ibu mau beli mukenah baru dan memakainya saat salat ied nanti. Ketika kakak mengatakan itu, wajah ibu bersemu, ada pancaran kebahagiaan terpancar dari mata nya yang letih. Keluarga kami adalah keluarga petani, padi dan beras selalu memberi harapan di setiap bulirnya.

IMG-20210504-WA0026.jpg

Sort:  

Bahagia bersama keluarga

Mutiara plg indah adalah keluarga

By: film Cemara
😀

Coin Marketplace

STEEM 0.21
TRX 0.14
JST 0.030
BTC 69618.00
ETH 3376.33
USDT 1.00
SBD 2.76