Tentang "Siblah Buleun Kerja, Sibuleun Pajoh"
ADA perasaan gembira yang menggeluti alam keseharian saya memasuki bulan Ramadhan tahun ini. Pertama, karena aktivitas yang dapat kita lakukan di bulan Ramadhan, sebagai wujud penghambaan diri kepada Allah, tidak dirasuki perasaan khawatir oleh covid-19 yang penularannya sangat cepat. Jadi kali ini bisa dipastikan Ramadhannya akan berjalan seseru Ramadhan pada dua tahun yang lalu, yakni sebelum udara jahat bernama covid-19 itu mewabah.
Yang kedua, rasa gembira saya, adalah karena lapak maya bernama steemit ini sudah mulai nampak geliatnya lagi. Ini artinya, kebiasaan dalam keseharian saya untuk menulis (sebagaimana 2 atau 3 tahun lalu di media Steemit) dapat saya tradisikan lagi.
Menulis di Steemit ini tentu sangatlah menarik. Ini karena ada semacam apresiasi dari sesama warga Steemit, untuk mendukung dan membantu sesama anggota dalam hal belajar menulis, yang selanjutnya berdampak pada hidupnya dunia literasi.
Nah, memulai aktivitas di Steemit kali ini, saya mencoba untuk cang panah sikit tentang Ramadhan.
Kita sepakat, Ramadhan ialah bulan keberkahan. Juga dikatakan sebagai bulan dimana umat muslim banyak istirahat dari aktivitas hiruk pikuk dunianya. Beralih untuk menyibukkan diri dengan aktivitas yang arahnya pada penggendutan "saldo" untuk dunia akhirat.
Bahkan demi menyempurnakan ibadah puasa, ibadah khas di bulan Ramadhan, banyak orang rela menghindari kerjaan yang menguras fisik. Mereka usahakan sebisa mungkin kerja-kerja berat dihindarkan, sehingga tidak berpotensi pada membatalkan puasa.
Bagi orang Aceh sendiri, ada pepatah khusus, dalam kaitannya dengan Ramadhan. Ini diwarisi secara sosial oleh para leluhur. Yakni; Lam sithon 11 buleun takeurija, sibeuleuen tapajoh.
Jadi ini memiliki arti bahwa masa dalam setahun itu, selain bulan Ramadhan, adalah waktu mencari nafkah. Ketika Ramadhan tiba, kegiatan-kegiatan mencari kekayaan dunia (mencintai dunia) sebisa mungkin mulai dihindari.
Ibadah-ibadah sunnah mulai dibiasakan rutin dalam bulan ini. Dimana-mana terutama di desa-desa, orang-orang terlihat lebih betah berlama-lama di masjid atau berdiam diri di rumah.
Sebagian masyarakat memilih membaca Quran dimulai pada awal puasa dan ketika akhir Ramadhan akan khatam (tamat), bahkan ada yang bisa mengkhatam tiga sampai empat kali khatam. Sementara pada malam harinya, mendirikan shalat tarawih, lalu dilanjutkan dengan tadarus hingga sahur tiba, hingga kemudian mendirikan subuh secara berjamaah.
Tentunya, fenomena-fenomena semacam ini adalah bagian dari keseruan yang ada di tiap bulan Ramadhan. Namun demikian, bila kita tidak terlibat di dalamnya maka keseruan-keseruan itu tidak menjadi seru. Malah merasa aneh. Nyanban.
Sibuleun pajoh ngon beule le ibadah
Leu taeu keun le ibadah bang, tapi leu pajoh sagay heheh