Sukat Ie Ngon Raga: Catatan Penulis Buku Doa Orang Gila

in Indonesia3 years ago (edited)

IMG_20210208_112847.jpg
Proses cetak buku Doa Orang Gila & Hal-hal Tak Terduga

Ada sebuah kisah yang beredar dari mulut ke mulut (dan karenanya belum dapat diverifikasi). Ketika Belanda berhasil menguasai Aceh Darussalam, orang-orang gila dari daratan Aceh dikirim ke pulau Weh di Sabang. Tidak ada yang tahu apa yang menimpa mereka di sana, kecuali ada selentingan kabar bahwa sebagian mereka diminta menimba air menggunakan raga (keranjang dari rotan). Tidak ada penjelasan berapa lama aktivitas “sukat ie ngon raga” itu berlangsung, juga alasan mengapa orang-orang gila itu dihukum dengan usaha sia-sia tersebut.

Konon, oleh Belanda, pekerjaan sia-sia itu dimaksudkan untuk menguji mana orang Aceh yang benar-benar gila dan mana yang pura-pura gila. Seperti kita tahu, setelah gelombang pembunuhan orang-orang Belanda oleh pejuang Aceh, Belanda begitu takut dengan orang Aceh sampai menjuluki mereka “Aceh Moorden” atau Aceh Pungo. Praktik “sukat ie ngon raga” merupakan metode unik yang ditemukan Belanda di Aceh untuk memisahkan kedua jenis orang Aceh itu.

Bagaimana mengetahui metode tersebut bekerja? Beberapa perwira Belanda ditunjuk khusus untuk mengamati aktivitas orang Aceh tersebut. Jika ada di antara mereka tiba-tiba berhenti menimba air dengan raga berarti mereka tidak gila. Soalnya, hanya orang gila yang tidak menyadari apa yang mereka kerjakan. Praktik “seukat ie ngon raga”, itu pada akhirnya menjadi salah satu metode penyembuhan orang gila.

Jujur, kisah tersebut menginspirasi penulis untuk menerbitkan buku kumpulan tulisan ini. Ya, buku ini penulis harapkan sebagai metode penyembuhan untuk pembaca buku Aceh Pungo, karya penulis sebelumnya. Mudah-mudahan mereka segera tersadar dari ‘kegilaan’ yang tidak berkesudahan itu, dan mencoba petualangan baru dengan tulisan di buku ini.

Buku yang ada di tangan pembaca ini merupakan kumpulan tulisan yang tercecer di banyak tempat dan kemudian dikumpulkan ke dalam buku ini. Sebagian ditulis di kala santai, sambil kongkow dari warung kopi bersama anak saya, Fatih Daffa Al Asyi dan Muhammad Qaid Arkana, sebagian lahir kala mendengar canda nelayan di pantai Kampung Jawa, dan sebagian lagi ditulis setelah mendapatkan ilham dari tempat yang tidak disangka-sangka. Ada tulisan yang saya usahakan mencantumkan referensi, dan ada pula yang abai saya lakukan. Misalnya, saya tidak tahu di mana pernah membaca cerita tentang Winston Churchill, padahal saya sangat yakin pernah membacanya.

SAVE_20210204_161659.jpg
Draft Buku Doa Orang Gila

Bagian paling sulit dihadapi penulis buku kumpulan tulisan adalah memberi judul untuk buku yang dapat mewakili seluruh tulisan. Ini pula yang saya alami ketika memberi judul untuk buku ini. Setelah melalui proses pilih dan pilah beberapa pilihan judul yang tersedia, penulis kemudian memilih judul Doa Orang Gila: Hal-hal yang Tak Terduga, seperti buku yang ada di tangan pembaca. Tidak ada pertimbangan khusus mengapa judul ini yang kemudian terpilih. Pembaca—setelah membaca buku ini—tentu dapat memahami alasan mengapa judul ini yang dipilih.

Buku ini bisa hadir ke hadapan pembaca, tentu melibatkan peran dan andil banyak orang: baik namanya disebutkan maupun yang tidak disebutkan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kru Bandar Publishing: Mukhlisuddin Ilyas, yang sudah cukup sabar menunggu naskah buku ini; Lukman Emha, yang sudah membaca sebagian draf buku ini.

Untuk Prof. Dr. Fachry Ali, M.A yang sudah meluangkan waktu menulis kata pengantar untuk buku ini, sehingga membuat bunga rampai ini menjadi lebih berwarna. Kita seperti diajak menyelami dan membaca Aceh melalui perspektif baru. Pemikiran bernas Prof yang kerap disebut sebagai ‘pustaka berjalan’ ini memberi makna lain bagaimana seharusnya kita melihat Aceh pasca-MoU Helsinki.

Kepada teman-teman acehkini.id: Adi Warsidi, Suparta, Habil Razali, Husaini Ende, dan Windy. Beberapa tulisan di buku ini pernah tayang di media online lokal rasa nasional. Sayangnya, setahun ini saya sudah jarang menulis. Ucapan terima kasih juga untuk mereka-mereka yang tidak mungkin namanya ditulis satu persatu di buku ini. Andil dan peran kalian tidak bisa diabaikan.

Pada akhirnya, tidak ada karya yang sempurna. Sebaik apa pun penulis mempersiapkannya, tentu ada kelemahan di sana-sini: baik yang disadari maupun yang tidak disadari sama sekali. Penulis percaya bahwa pembaca tentu mengharapkan sesuatu yang lebih dari buku ini, dan mungkin saja harapan itu jauh panggang dari api. Jika pun pada akhirnya, ada sesuatu yang istimewa dari buku ini, tentu saja hal itu tidak hadir semata-mata karena doa orang gila, melainkan ada doa kita (orang waras) di dalamnya.

Jika pembaca menemukan secuil kekurangan dan kelemahan dari buku ini, itu murni karena ketidakmampuan penulis. Kelemahan yang ada di buku ini, karenanya, tidak menjadi tanggung-jawab orang-orang yang namanya saya kutip di dalam catatan yang tidak seberapa istimewa ini. Penulis akan berusaha sebaik mungkin untuk menerbitkan karya lain, yang sepatutnya sesuai dengan ekspektasi pembaca.

Selamat membaca!

Note: Tulisan ini merupakan catatan saya untuk buku Doa Orang Gila & Hal-hal Tak Terduga di Aceh.

Sort:  

Loen bayeu ngon SBD jeut? Neu kirim u Lhokseumawe 😂 utk koleksi

Neu kirem alamat kak.

Yang teungoh neu tuleh jino tentang peu lom?...🤔

Tentang cara mendapatkan upvote dari para whale...

Kalau awai tidak ada ubat atau hana ubat... tapi dinoe kana ubat...

Hana daya, sep hek bak ta mulai lom...

Coin Marketplace

STEEM 0.21
TRX 0.13
JST 0.029
BTC 67557.12
ETH 3500.56
USDT 1.00
SBD 2.70