Kadang sebuah ide untuk perjalanan bisa muncul secara tiba-tiba tanpa ada suatu perencanaan yang matang dan persiapan. Sebuah ide yang kadang muncul begitu saja sebagai suatu cara untuk melupakan sejenak permasalahan yang sedang melanda. Bisa disebut juga sebagai pelarian sejenak, dengan harapan membantu pikiran untuk memunculkan suatu ide baru ataupun justru tidak sama sekali.

Hari itu, pikiran saya sedikit kalut dengan berbagai masalah yang membebani mulai dari pekerjaan, dan tentang kehidupan. Saya memacu kendaraan saya menuju jalanan yang cukup sepi menghindari kemacetan, tanpa arah dan tujuan. Sampai tibalah saya pada sebuah daerah di Maros, Kecamatan Tompobulu. Ingatan saya kembali pada perjalanan tahun 2018 ketika melewati daerah ini lagi untuk mencari sebuah tempat foto landscape. Tiba-tiba terbersit sebuah ide untuk kembali melakukan tapak tilas ke Air terjun yang dulu pernah saya datangi, air terjun pungbunga.

Untungnya perlengkapan kamera masih tersimpan rapi di dalam mobil, saya mengecek kondisi battery kamera, masih cukup penuh namun untuk mengamankan, saya mengeluarkan battery tersebut dari dalam kamera untuk mencegahnya terkuras. Untuk tripod saya menggunakan gorila tripod saja. Filter dan holder sudah tersimpan rapi dalam tas. Saya melanjutkan perjalanan melewati beberapa desa di wilayah Tompobulu.

Ketika melewati jalur pinggir sungai, saya berhenti sejenak menikmati pemandangan bebatuan karst yang ada di sungai yang cukup kering. Dahulu saya pernah melewati tempat ini juga, namun kini landscapenya sudah berubah mungkin karena beberapa bangunan yang sedang di bangun di dekat situ. Dan hilangnya pepohonan rimbun yang dulu masih menutupi aliran sungai, seperti terkena Abrasi. Dahulu sungai ini pernah Mengalami banjir bandang yang cukup parah, mungkin itulah penyebabnya.

Saya melanjutkan perjalanan melewati jalanan yang cukup Beton yang mulus. Melewati rumah warga, perkebunan dan sawah yang kering. Sampai pepohonan di tepi jalan mulai berganti rupa Menjadi hutan pinus. Disisi kiri jalan terdapat jurang yang cukup terjal Menghadap gugusan pegunungan Bulusaraung. Saya berhati-hati melewati jalanan sempit ini, sesekali saya bertemu dengan kendaraan dari arah sebaliknya sehingga harus melambatkan laju kendaraan.

Tidak terasa 1 jam lebih waktu berlalu saya melewati jembatan yang masih cukup baru, sambil mencoba mengingat lagi dimana air terjun ini berada, sampai tibalah saya di ujung jalan. Jalanan mulus berganti bebatuan kasar. Feeling saya berkata ada yang salah, seingat saya dahulu tidak sampai melewati jalur ini. Saya kemudian memutar balik mobil saya kembali ke jembatan baru. Ternyata memang benar jalan untuk menuju air terjun sudah terlewat cukup jauh.

Saya memarkirkan kendaraan di tepi jalan agar tidak menghalangi, mengambil peralatan kamera dan tripod. Mengganti sepatu kerja dengan sendal. Sialnya saya lupa membawa sendal gunung yang biasa saya gunakan untuk menuju lokasi foto. Saya menggunakan sendal jepit dengan harapan semoga tidak putus di tengah jalan.

Saya mulai berjalan menurun melewati jalanan berbatu kasar. Kalau saja mobil saya adalah mobil Off-road 4WD mungkin akan mudah melewati jalanan ini dan parkir tepat di atas air terjun Pungbunga. Namun dengan mobil saya kecil citycar, Saya membayangkan sudah pasti akan kesulitan, sehingga saya tidak menyesali meninggalkan kendaraan cukup jauh.

Penunjuk jalan menunjukkan jarak air terjun sekitar 300 meter. Dari kejauhan saya bisa melihat bukit batu yang masuk dalam kawasan gunung Bulusaraung. Saya mengambil gambar menggunakan Smartphone. Suara jatuhan air mulai terdengar, pertanda air terjun sudah semakin dekat. Sayup-sayup terdengar suara orang di bawah sana. Mungkin pengunjung yang lain.

Lutut saya sedikit bergetar ketika tiba di tanah datar yang menghadap ke air terjun pungbunga. Keputusan menggunakan sendal jepit sudah jelas salah besar membuat saya membuang banyak energi saat turun tadi.

Saya rehat sejenak menuju Sebuah penanda yang berisi informasi mengenai air terjun ini.
Beberapa fakta baru saya dapatkan seperti air terjun pungbunga yang tidak pernah Kering di segala musim, air terjun ini adalah urutan yang kelima dari hulu sungai yang berarti diatasnya masih terdapat 4 air terjun lagi yang bisa saya explore dan expose nantinya. dan juga informasi beberapa kejadian sepanjang tahun 2020-2021 yang memakan beberapa korban jiwa. Air terjun ini memang memiliki kolam alami yang menggoda pengunjung untuk berenang, namun tidak ada yang tau bahwa kolamnya memiliki kedalaman sekitar 10-15 meter dengan arus air yg berbahaya.

Saya bersiap mengambil gambar, ada beberapa pengunjung remaja laki-laki dan perempuan saat itu, ada juga seorang kakek tua dan seekor anjing yang cukup jinak. Saya mengambil beberapa foto dengan berbagai macam komposisi namun sayangnya langit menjadi tidak bersahabat, tiba-tiba menjadi mendung di iringi rintik hujan.

Alhamdulillah akhirnya bisa melihat hujan lagi. Namun saya harus menyudahi pengambilan foto karena hujan. Hujan datang di saat yang tidak tepat, namun saya cukup puas, berhasil mendapatkan beberapa foto yang cukup baik di lokasi ini.

Tidak banyak yang berubah dari Spot wisata air terjun Pungbunga dari kunjungan saya 2018 lalu, bahkan beberapa fasilitas yang dulu ada sudah rusak parah. Tidak ada penjual makanan dan minuman ataupun fasilitas penunjang lainnya. Namun air terjun ini kini menjadi lebih asri dan alami, terdapat lapangan yang cukup luas untuk mendirikan beberapa tenda dan terlihat ada bekas-bekas api unggun di lapangan itu. Lokasi ini memang sering di jadikan lokasi camping ground bagi pecinta alam.

Demikian travel story perjalanan saya menuju Air Terjun Pungbunga, semoga berkenan. Terima kasih kepada @benoitblanc dan wox community for organizing this contest. This could be my Submission for this week edition.

Note : All photo taken from Redmi note 7, File from Camera not yet process

English Version

Sometimes an idea for a journey can suddenly arise without careful planning and preparation. An idea that sometimes emerges as a way to momentarily forget the problems at hand. It can also be called a brief escape, with the hope of helping the mind generate a new idea or perhaps not at all.

That day, my mind was a bit cluttered with various issues, from work to life. I accelerated my vehicle towards a relatively quiet road, without direction or purpose, avoiding traffic jams. Until I reached a region in Maros, Tompobulu District. My memory went back to a trip in 2018 when I passed through this area to find a landscape photography spot. Suddenly, an idea sparked to retrace my steps to the waterfall I had visited before, Pungbunga waterfall.

Luckily, my camera equipment was neatly stored in the car. I checked the camera battery's condition; it was still sufficiently charged, but to be safe, I removed the battery from the camera to prevent it from draining. I used a gorilla tripod for my tripod. Filters and holders were neatly stored in a bag. I continued my journey through several villages in the Tompobulu area.

When passing along the river's edge, I stopped for a moment to enjoy the karst rock formations in the mostly dry river. I had been to this place before, but the landscape had changed, perhaps due to some construction near it. The lush trees that used to cover the river had disappeared, as if affected by erosion. This river had experienced severe flash floods in the past, maybe that's why.

I continued my journey on a smooth concrete road, passing through houses, plantations, and dry rice fields. As I approached the roadside, the trees began to transform into a pine forest. On the left side of the road, there was a steep cliff facing the Bulusaraung mountain range. I cautiously navigated this narrow road, occasionally encountering vehicles from the opposite direction, forcing me to slow down.

More than an hour had passed as I crossed a fairly new bridge, trying to recall where this waterfall was located. I eventually reached the end of the road. The smooth road had turned into rough, rocky terrain. My instincts told me something was wrong; I didn't remember passing through this path before. I turned my car back to the new bridge. It turned out I had missed the turnoff to the waterfall by a significant distance.

I parked my vehicle on the side of the road to avoid blocking it, grabbed my camera equipment and tripod, and exchanged my work shoes for sandals. Unfortunately, I had forgotten to bring my usual hiking sandals, so I had to make do with flip-flops, hoping they wouldn't break on the way.

I started descending on the rocky, uneven path. If my vehicle had been a 4WD off-road vehicle, it would have been easier to traverse this path and park right next to the Pungbunga waterfall. However, with my small city car, I imagined I would face difficulties, so I didn't regret leaving it far behind.

The signpost indicated that the waterfall was about 300 meters away. From a distance, I could see the rocky hill within the Bulusaraung mountain area. I took a picture using my smartphone. The sound of falling water began to grow louder, a sign that the waterfall was getting closer. I faintly heard voices from down below, possibly other visitors.

My knees trembled a bit when I reached the flat ground facing the Pungbunga waterfall. The decision to wear flip-flops was clearly a big mistake, and it had cost me a lot of energy on the way down.

I took a short break to reach a signpost containing information about the waterfall. I learned some new facts, such as the fact that Pungbunga waterfall never dries up in any season. This waterfall was the fifth in the river's upstream order, meaning there were four more waterfalls above it that I could explore and photograph later. I also learned about some incidents that occurred in the years 2020-2021, which claimed several lives. While the waterfall had a tempting natural pool for swimming, no one knew that it had a depth of about 10-15 meters with dangerous currents.

I prepared to take photos. There were some teenage boys and girls among the visitors at that time, along with an elderly man and a friendly dog. I took several photos with various compositions, but unfortunately, the sky turned unfriendly, suddenly becoming overcast with a drizzle. Thank God, I finally got to see rain again. However, I had to stop taking photos due to the rain.

The rain came at an inconvenient time, but I was satisfied with what I had achieved. I had managed to capture some good photos at this location.

Not much has changed at the Pungbunga waterfall tourist spot since my visit in 2018; in fact, some of the facilities that were once there have deteriorated severely. There are no food or drink vendors or other supporting facilities. However, the waterfall has become even more lush and natural, with a fairly spacious field for setting up tents, and there are signs of bonfire remnants in the field. This location is often used as a camping ground for nature enthusiasts.

So, that's the travel story of my journey to Pungbunga Waterfall. I hope you find it enjoyable. Thank you to @benoitblanc dan wox community for organizing this contest. This could be my Submission for this week edition.

Note : All photo taken from Redmi note 7, File from Camera not yet process

^{Thank You For Reading My Post and Thank You For All Curators for the Endless Support, Until Next Time, Peace✌️ and Love ❤️ from Indonesia}

---

Here I Am Explore and Expose The Exotic, Regards @mytravelandscape

| Travel Story| Thought| Tutorial|

Makassar 2 November 2023

---

^{Unless otherwise specified, text and photos are copyright}

---

---