_{Anak saya menikmati keindahan danau Laut Tawar di Aceh Tengah}

AKHIR-AKHIR ini kita sering menyaksikan bencana alam terjadi di mana-mana. Hampir di banyak tempat terjadi banjir, tanah longsor dan erosi bantaran sungai. Tapi anehnya, kita semua menyadari benar jika bencana itu terjadi, karena ulah kita sendiri. Tangan-tangan kita lah yang menyebabkan kerusakan pada alam, sehingga berujung bencana. Padahal jika kita tidak tamak, tidak merusak alam dan sebaliknya senantiasa bersahabat dengan alam, merawat dengan sepenuh hati, maka boleh jadi kita akan selalu bisa hidup dengan tenang dan damai.

Kini hutan-hutan ditebang secara membabi buta. Pembalakan liar dengan mengerahkan alat berat, pengerukan pasir, bebatuan dan sumber daya alam lain, telah menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Banjir yang terjadi, karena semakin minim pohon-pohon kayu yang sebelumnya menyerap air ke dalam tanah dan menyimpannya secara alamiah. Air-air yang disimpan pohon kayu itu secara perlahan akan mengalir melalui pori-pori tanah ke dataran rendah atau ke anak-anak sungai yang ada di sekitar kita.

_{Suasana di sekitar tempat wisata arung jeram Lukup Badak, Aceh Tengah}

Tapi sekarang, hal itu sulit terjadi lantaran batang pohon di dalam hutan sudah ditebang tanpa adanya upaya penanaman kembali. Sekitar sepekan yang lalu, saya berdiskusi dengan seorang ahli tanah dari Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh. Namanya Prof Dr Khusrizal. Saya sering duduk dan ngopi bareng dengannya. Sejak 8 September tahun lalu, dia ditetapkan sebagai guru besar oleh Kemdikbudristek RI.

Pak Kus, begitu saya biasa menyapa pria yang lahir pada 11 Maret 1960 itu. Dia memberikan ilustrasi yang tepat untuk saya. "Jika kamu lihat berapa banyak air di atas permukaan tanah yang saat ini merendam rumah-rumah warga, lahan pertanian, tambak dan bahkan sebagian wilayah perkotaan, sebanyak itulah seharusnya air diserap oleh pohon ke dalam tanah," katanya.

_{Keindahan alam Lukup Badak, Aceh Tengah}

Namun karena sekarang pohon-pohon di dalam hutan sudah ditebang, maka air terus mengucur ke dataran rendah dan menyebabkan banjir. "Jika ada pohon-pohon besar yang mampu menyerap ratusan liter air, maka dengan cepat air akan meresap ke dalam tanah sebelum air tersebut mengalir ke dataran rendah," tambahnya.

Saya termangut-mangut. Beliau memberikan contoh yang tepat untuk saya yang tidak paham tentang pohon dan tanah. Saya pun membayangkan bagaimana kondisi alam sepuluh atau dua puluh tahun ke depan ketika kita masih terus menebang pohon tanpa henti. Sementara reboisasi hanya menjadi slogan atau aksi yang tak mampu menyaingi tindakan perambahan hutan. Maka bisa kita bayangkan jika bencana banjir dan longsor nanti, akan berkali lipat dahsyatnya dari yang kita rasakan sekarang.

_{Pepohonan di sekitar danau buatan di lokasi wisata Water Boom Blang Mangat Ceria, Lhokseumawe}

Alam tidak hanya memberi kita kehidupan. Tapi juga keindahan. Lihatlah betapa indahnya alam jika kita tidak terlalu bernafsu untuk menghancurkannya. Kita bisa menikmati gemericik air yang menghantam bebatuan di setiap sungai yang jernih. Kita juga dapat memetik aneka buah dan dedaunan untuk dijadikan obat-obatan herbal. Kita juga bisa selamat dari banjir ketika hujan turun dengan lebat. Begitu banyak yang alam berikan pada kita. Tapi lihatlah apa yang kita lakukan terhadapnya.

Mari kita berhenti merusak alam. Mari selamatkan hutan.

Zainal Bakri