Beware of Bullying: SEC-S15W2 |

Semakin banyak karya, semakin kita percaya diri.

---

Aku melewatkan banyak tantangan menarik pekan lalu karena pekerjaan dan terus berada di Jakarta yang macet dan padat. Jadi, aku menebusnya pekan ini dan ingin mengikuti minimal tiga tantangan menarik di berbagai komunitas, termasuk SEC-S15W2 | Beware of Bullying. Dan untuk bisa mengikutinya, aku harus mengorbankan beberap hal karena harus membagi waktu dengan ketat.

Apa harapan dalam tantangan ini?

Dalam derajat yang berbeda, semua orang pernah mengalami perundungan. Jadi, tantangan ini sangat penting bagi siapapun dan bisa menjadi rujukan bagi banyak orang agar ketika mengalami perundungan, bisa melawannya. Sekurangnya bisa berbagi dengan orang lain sehingga tidak melakukan tindakan yang semakin merugikan diri sendiri.

Aku berharap perundungan bisa menjadi motivasi bagi orang untuk maju. Banyak kisah hidup pesohor di dunia ini yang mampu mengubah perundungan menjadi unsur pendorong bagi keberhasilan.

---

Aku mengajarkan kepada anak-anak jangan melakukan perundungan kepada orang lain.

---

Semasa hidup, pernahkah Anda menerima perundungan? Jika ya, dalam bentuk apa? Fisik, verbal, atau melalui intimidasi dunia maya. Berikan ulasan Anda?

Bukan pernah, tetapi aku sering mengalami perundungan baik secara fisik, verbal, termasuk sekarang mengalami intimidasi di dunia maya. Dulu, perundungan yang paling menyakitkan bukan secara fisik, melainkan dengan verbal.

Sejak usia 2 tahun, aku sudah yatim karena ayah meninggal dunia. Sebagai anak yatim dan miskin, aku dan anak-anak lain sering diundang ke kenduri anak yatim. Ada satu kawan sekelas di SD yang selalu menyinggung ini ketika, misalnya, dia kalah berdebat atau kalah dalam pertandingan olah raga. Dia memukul mentalku dengan menyebutkan aku sering makan di rumah orang lain, seolah itu adalah hal yang paling memalukan. Sebagai anak yatim, penghinaan itu membuatku terpukul dan menangis sendiri.

Nama kawan sekelasku itu Agus. Sampai sekarang, aku masih mengingatnya meski menurut dugaanku, Agus mungkin sudah lupa pernah merundungku secara menyakitkan.

Perundungan secara fisik pernah juga kualami, tetapi hal itu tidak menyakitkan. Ketika dipukuli, termasuk oleh orang yang lebih besar, aku akan melawan meski kalah.

Ketika sekarang mengalami perundungan di dunia maya, aku sudah tidak terpengaruh lagi. Ada warganet di sosial media yang mengatakan aku dungu, misalnya, itu tidak membawa pengaruh apa-apa lagi buatku.

---

Masa SD, aku sering mengalami perundungan di sekolah.

---

Bagaimana cara membekali anak agar terhindar dari perundungan baik di sekolah maupun di lingkungan sosialnya?

Aku sering mengkhawatirkan anakku mengalami perundungan atau malah menjadi pelaku perundungan. Untuk itu, aku selalu mengingatkan mereka untuk menghargai siapa pun, menerima perbedaan, dan menghargai pendapat kawan-kawannya.
Kalau mengalami perundungan, aku meminta mereka berani melawan dengan bercerita kepada gurunya atau teman terdekatnya. Aku bersyukur, anak-anakku yang lelaki masuk klub sepak bola sehingga mereka memiliki banyak kawan.

Berikan pendapat Anda mengenai cara mengatasi bullying baik secara fisik, verbal, maupun melalui cyber bullying?

Ancaman perundungan bisa menimpa siapa saja, kapan saja, di mana saja, dengan cara apa saja, apalagi melalui dunia maya atau cyber bullying. Dampak perundungan berbeda bagi setiap orang.

Dulu aku membentengi diri dengan memiliki satu keahlian dalam bidang apa pun. Aku memilih sepak bola dan menulis, dua kegiatan yang tidak ada hubungannya secara langsung. Dengan memiliki keterampilan, aku lebih percaya diri. Ketika memiliki jaringan kuat dengan pesohor sampai tingkat dunia, aku semakin tidak mempan dengan berbagai perundungan termasuk di dunia maya.

Untuk mengatasi perundungan, menurutku, korban harus bercerita dengan orang terdekat. Tidak boleh mendiamkan meski ada ancaman dari pelaku. Dalam banyak kasus, pelaku perundungan juga memiliki masalah dengan dirinya sendiri, dengan keluarganya, atau dengan lingkungan sekitar.

Anak pertamaku pernah mengalami perundungan secara fisik. Dia dipukuli teman sekelasnya yang anak tentara. Alih-alih memarahinya, aku membangun percakapan dengan anak itu dengan penuh kasih sayang. Aku menanyakan namanya dan percakapan lain dengan akrab. Di akhir perbicangan, aku mengatakan, “Jangan pukul Uci lagi, ya? Bahkan kalau ada yang ganggu Uci, kamu harus membelanya sebagai sahabat sekelas.”

Anak itu mengangguk. Dia bangkit dari duduk yang meminta maaf kepada anakku sambil mengulurkan tangan. Aku kagum dengan sikapnya. Andai aku langsung memarahinya seperti kebanyakan ibu-ibu ketika tahu anaknya mengalami perundungan, mungkin sikap anak itu akan berbeda. Cara kita menanggapinya adalah bagian dari mendidik, bukan hanya bagi anak sendiri, tetapi juga bagi anak orang lain.

Aku ingin mengundang sahabatku @munaa, @waterjoe, @muthmainnah, dan @teukuipul87 untuk berbagi dalam tantangan ini. Terima kasih atas tanggapan kawan-kawan semua.[]

---

Berjumpa dengan penulis penerima Pulitzer Award, Jeffrey Eugenedes, membuatku kebal dengan berbagai perundungan.