Tradisi Unik Masyarakat Aceh: Meujalateh, Obor Keliling Kampung dan Doa Tolak Corona

in STEEM INDONESIAlast year (edited)

Halo steemians. Ingatkah kala wabah Covid-19 alias virus Corona melanda dunia? Saat segala aktivitas keramaian dibatasi, hingga media-media menuliskan satu persatu warga meninggal karenanya. Pandemi Corona yang memuncak sepanjang 2020 hingga akhir 2021 membuat semuanya sulit, meninggalkan banyak kisah untuk disampaikan kepada generasi selanjutnya untuk dibaca.

WhatsApp Image 2023-07-12 at 18.09.47.jpeg Membawa obor keliling kampung.

Salah satunya adalah tradisi unik tolak bala wabah Corona yang dijalankan warga di sebagian gampong dalam sejumlah kabupaten, di antaranya di Aceh Besar, Pidie dan Bireuen. Ini tradisi yang dibangkitkan kembali setelah wabah penyakit sudah lama tak muncul di Aceh. Tradisi ini juga dikenal dengan nama Meujalateh.

Saya sempat ikut serta merekam tradisi unik itu di sebuah gampong dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, pada Sabtu malam 28 Maret 2020 silam. Saat itu, di gampong tersebut belum ada satu pun kasus Covid-19 yang muncul menjangkiti warga, tapi larangan aktivitas berkumpul maupun membuat keramaian sedang gencar-gencarnya disosialisasikan pemerintah.

IMG-20200329-WA0056.jpg Tradisi unik tulak bala di Aceh

Malam itu selepas Isya, sekitar dua ratusan orang berkumpul di meunasah gampong. Puluhan obor dari bambu yang telah disiapkan dibakar, asap memenuhi udara. Sebagian warga memegangnya, orang tua, pemuda dan anak-anak berbaur membentuk barisan sesuai arahan dari tetua gampong lewat pengeras suara.

Hanya mereka yang laki-laki di barisan, sementara kaum perempuan berdiam di meunasah, hendak melafazkan Surah Yasin.

Kertas putih berisi doa dibagikan kepada warga yang akan pawai keliling kampung. Sebuah arahan kembali terdengar, “sambil berjalan keliling kampung, tetap menjaga jarak, jangan berdekatan.”

Seorang pemuda memimpin di depan, lalu melintasi jalan di dalam gampong dan lorong-lorong sambil melantunkan doa dengan nazam (syair) isim ‘Ya Latif’.

Salah satu ayat Al-Qur'an diucapkan berulang yaitu; “Waqul jaa-al haqqu wazahaqal baathilu innal baathila kaana zahuuqan” yang artinya; Dan katakanlah telah datang kebenaran itu dan bakal lenyap yang bathil. Sesungguhnya yang batil itu pasti akan lenyap. (Al-Isra 81).

IMG-20200329-WA0054.jpg

Tiba-tiba pawai Meujalateh berhenti sesuai perintah pimpinan di jalan yang sekelilingnya dipenuhi rumah-rumah. Suasana sunyi, lantunan doa berhenti dan satu anak muda mengumandangkan azan. Suaranya besar menggema.

Usai azan, berjalan lagi dengan doa-doa yang sama diulang-ulang. Sesaat kemudian berhenti lagi dan azan terdengar lagi. Saya yang berada di barisan belakang, kerap berpindah ke depan untuk memotret tradisi itu.

Berjalan keliling sekitar 2 kilometer, kami kembali ke meunasah. Di sana masih ramai, saat Imam Gampong memberi tausiah. Beliau menyebutkan bawa jalan keliling kampung sambil membaca doa berharap agar Allah SWT mengabulkan segala permohonan untuk menjauhkan wabah Corona dari kampung dan negeri.

IMG-20200329-WA0055.jpg

Katanya, wabah Corona yang sedang melanda adalah kehendak Allah, kepada-Nya lah manusia meminta pertolongan dan ampunan. Warga juga diingatkan untuk menjaga protocol kesehatan, dan patuh pada anjuran pemerintah. Jika ada yang sudah terjangkit, diharapkan mengisolasi diri di rumah.

Warga menjaga kampung dengan ketat, jam malam sempat diberlakukan sejenak untuk menjaga warga agar tak keluar masuk kampung secara bebas. Juga mendeteksi jika ada orang luar masuk, khawatir membawa Corona.

Tradisi Meujalateh dengan obor keliling kampung dan doa-doa sudah lama tak dipraktikkan masyarakat di tempat tinggal kami. Seorang warga kepada saya mengatakan hal serupa pernah disaksikannya semasa kecil, sekitar tahun 1960-an. Saat itu tradisi Meujalateh dijalankan karena adanya wabah cacar yang setiap hari memakan korban.

WhatsApp Image 2020-04-04 at 12.42.45.jpeg Pintu masuk kampung dijaga warga pada malam hari

Konon tradisi ini warisan leluhur yang unik. Peneliti Belanda, C Snouck Hurgronje dalam bukunya The Achenese (1906) ikut menuliskan tradisi itu:

“Di Aceh saat terjadi suatu wabah, orang berkumpul untuk kenduri Tulak Bala baik di meunasah maupun di pintu masuk gampong. Secara bersama keliling membacakan doa dan formula kata dalam bahasa Arab, serta azan.”

Wabah terbesar semasa perang Aceh dengan Belanda adalah kolera yang berawal pada Januari 1874. Wabah yang dibawa personel serdadu Belanda dari Batavia ke Aceh ikut menjangkiti warga Aceh termasuk Sultan Alauddin Mahmudsyah yang kemudian wafat pada 29 Januari 1874. Konon, tradisi Meujalateh juga dijalankan warga waktu itu, bahkan dengan ragam pengobatan tradisional lainnya. []

Secara khusus menyampaikan apresiasi kepada Bung @ridwant yang telah menfasilitasi kontes ini. Terima kasih juga kepada seluruh steemians khususnya yang tergabung komunitas Steem Indonesia

Saya mengundang para sahabat @qadhafi, @ratubarat, dan @gamcantoi23 untuk mengikuti kontes ini.

Mari merawat tradisi dengan literasi.
Salam
@abuarkan

Sort:  

Thank you, friend!
I'm @steem.history, who is steem witness.
Thank you for witnessvoting for me.
image.png
please click it!
image.png
(Go to https://steemit.com/~witnesses and type fbslo at the bottom of the page)

The weight is reduced because of the lack of Voting Power. If you vote for me as a witness, you can get my little vote.

Loading...

Congratulations!

This post has been supported through the account Steemcurator06. for containing good quality content.

Curated by : @harferri

TEAM MILLIONAIRE

Your post has been successfully curated by @inspiracion at 35%.

His publication has been awarded for being one of the winners of the contest of the user @ridwant

Thank you for your committed efforts, we urge you to do more and keep posting high quality contests for a chance to earn valuable upvotes from our team of curators and why not be selected for an additional upvote in the weekly list of Top Contests.

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.17
JST 0.033
BTC 64216.73
ETH 2767.45
USDT 1.00
SBD 2.64