Strategi Melawan Malas dan Bosan Dalam Menulis |

in STEEM Literacy3 years ago



MALAS DAN BOSAN menjadi pembunuh utama dalam profesi lain. Keduanya adalah malas dan bosan. Namun, dalam kegiatan menulis dan membaca penyakit ini bekerja lebih cepat karena situasi dan kondisinya memang mendukung, seolah koloni kecoak yang berbiak dengan cepat dalam selokan busuk.

Dalam beberapa profesi lain, penyakit ini bisa dihadapi bersama-sama sehingga virusnya tidak berkembang dengan cepat. Namun, dalam dunia kepenulisan, seorang penulis atau masih calon penulis, harus menghadapi seorang diri.

Peran orang lain sebagai motivator memang ada, tetapi persentasenya sangat kecil. Penulis bekerja dalam kesendirian, merenung dalam kesunyian. Menjadi manusia kamar, seperti kata sastrawan Seno Gumira Ajidarma.

Meski bekerja di tengah keriuhan, katakanlah di sebuah kafe yang penuh dengan manusia, seorang penulis tetaplah sendiri dalam hati dan pikirannya. Dia memang bisa berbagi kisah dengan orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Namun ketika kisah itu berproses, mengalir dari hati dan pikirannya menjadi sebuah tulisan, yang diperintahkan otaknya dan digerakkan jemarinya, huruf demi huruf menjadi kata, kata demi kata menjadi kalimat, kalimat demi kalimat menjadi paragraf, dan paragraf demi paragraf menjadi sebuah tulisan utuh, penulis berada dalam kesendirian. Kalau ia gagal tenggelam dalam tulisannya, kalau ia menghadapi banyak kendala, maka kebosanan akan mudah datang.

Malas dan bosan bekerja bersama-sama membunuh motivasi, membunuh semangat, membunuh hati dan pikiran. Mereka bisa menyerang siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Pembunuh ini bisa menyerang seorang penulis profesional, seorang sastrawan besar, meski kemudian membungkusnya dalam istilah yang sepertinya lebih manis, seperti kelelahan kreativitas. Itu juga yang dikatakan sastrawan Ahmad Tohari setelah menyelesaikan buku Ronggeng Dukuh Paruk yang melegenda itu.

Benarkah Ahmad Tohari mengalami kelelahan kreativitas setelah melahirkan karya besar? Atau sesungguhnya ia kehilangan motivasi menulis karena sudah puas dengan karya besar, atau kalau memang ia mengalami kelelahan kreativitas, ia ingin beristirahat dari kegiatan menulis. Namun kemudian ia menemukan dirinya menikmati masa istirahat yang panjang dari aktivitas menulis sehingga tidak melahirkan satu buku pun dalam beberapa tahun sesudahnya. Ia terjebak dalam istirahatnya. Tidak melakukan apa pun dalam jangka waktu panjang.

Kalau sastrawan besar seperti Ahmad Tohari mengalaminya, apalagi kita yang baru menulis pendek di Steemit yang tak sampai 10 halaman. Bagaimana kalau kita sudah mendapatkan foto yang bagus tetapi kemudian bingung mau menulis kisah tentang apa dengan foto-foto tersebut. Teks foto saja sudah membuat malas, sudah bosan, apalagi menulis berbab-bab, beratus-ratus halaman? Bukankah itu ladang subur bagi benih-benih malas dan bosan?


Tidak ada strategi khusus melawan kebosanan dan kemalasan yang menyerang. Seperti yang saya sebutkan di atas, ia bisa menyerang siapa saja, profesi apa saja, di mana saja, dan kapan saja. Formula seorang penulis dalam membangun karakter kepenulisannya, belum tentu cocok bagi penulis lain. Setiap penulis memiliki tips sendiri yang mereka kembangkan setelah melalui proses trial and error puluhan—bahkan ratusan—kali dalam kegiatan kepenulisan. Makanya, banyak saran yang menyebutkan, temukan formula Anda sendiri!

Bagaimana bisa menemukannya? Buku-buku pedoman kepenulisan, berdasarkan pengalaman saya, memang banyak membantu. Namun, sahabat Steemians-lah yang bisa membantu diri sendiri pada akhirnya. Tulisan ini pun tidak banyak membantu, hanya membagi pengalaman dan menggambarkan pilihan yang bisa dilakukan sahabat Steemians. Pada akhirnya, kitalah motivator terbaik bagi diri sendiri.

Di bawah ini ada beberapa hal berkaitan dengan dua pembunuh utama penulis tersebut dan beberapa tips yang saya rangkum, baik berdasarkan pengalaman sendiri maupun pengalaman rekan penulis yang lain berdasarkan apa yang saya baca atau saya diskusikan.

Manusiawi

Malas dan bosan adalah sifat manusiawi yang dimiliki manusia. Jadi, jangan mengutuk diri sendiri sebagai pemalas dan pembosan. Ada kalanya, seorang yang rajin pun menjadi tidak bersemangat baik karena kendala yang bersumber dari diri sendir (internal) maupun orang lain atau lingkungan (eksternal). Saya lebih senang menggunakan istilah “kurang bersemangat” dibandingkan dengan sebutan “malas” untuk memotivasi diri sendiri.

Kalau sedang malas, maka tidak selamanya kita dalam situasi seperti itu. Demikian juga kalau sedang bosan, maka tidak selamanya kita dalam kondisi seperti itu. Situasi akan berubah.

Nah, penulis profesional bisa mengendalikan dan bisa menguasai malas dan bosan tersebut. Sementara, calon penulis membiarkan bosan dan malas menguasai mereka. Di situ bedanya. Jangan sampai tenggelam dalam rasa malas dan bosan berkepanjangan sehingga satu postingan tidak selesai dalam satu hari (padahal hanya satu halaman saja). Sejauh sahabat tetap konsisten dan memiliki semangat menulis, bosan dan malas akan berlalu. Kalau mereka kita ibaratkan benalu, “bosan” dan “malas” juga akan bosan berdiam lama-lama dalam diri orang rajin.

Kenali diri

Setiap manusia memiliki karakter berbeda sehingga tips bagi satu penulis dalam menghadang kedua pembunuh tersebut, belum tentu cocok bagi penulis lain. Daya tahan setiap orang berbeda. Serangan malas dan bosan juga memiliki dampak berbeda untuk jangka pendek, menengah, atau jangka panjang.

Ada kalanya, seorang Steemians hanya malas untuk satu atu dua jam saja sehingga membutuhkan masa istirahat. Namun, seorang Steemians lain sudah istirahat dua hari belum juga selesai tulisannya. Obat yang manjur bagi satu orang belum tentu berkhasiat bagi orang lain meski penyakitnya sama. Ini bukan persoalan selera, melainkan sifat-sifat dasar.

Hanya kita yang paling tahu potensi diri kita sendiri. Kalau ada yang belum tahu, kenalilah diri sendiri. Seperti apa kita, bagaimana keteguhan kita menghadapi tantangan, apa yang kita sukai dan kita benci.

Dalam menghalau bosan dan malas juga demikian. Bagi seorang yang memiliki sifat cepat bosan, barangkali menulis panjang bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Baru menulis judul dan satu paragraf saja sudah bosan, bagaimana mau menyelesaikan sebuah buku yang panjangnya 100 halaman. Harus menyiasati kondisi tersebut, misalnya dengan menulis cepat meski banyak kesalahan, atau menulis di tempat yang menyenangkan, atau menulis tentang topik yang kita sukai. Singkatnya, selalu ada pilihan!

Ada juga yang malas mengedit setelah menulis. Selalu ada solusinya. Misalnya, meminta bantuan Steemians lain untuk mengedit. Atau langsung saja memposting dan komunitas yang akan mengoreksi nanti (meski ini tidak dianjurkan karena ketika banyak kesalahan maka orang lain sudah malas membacanya).

Lakukan kegiatan di luar menulis

Menulis terus atau membaca terus dalam jangka waktu yang panjang tanpa henti, bisa menimbulkan rasa bosan dan malas. Semua pekerjaan juga seperti itu. Ronaldo juga membutuhkan kegiatan di luar latihan sepakbola. Dia tidak mungkin latihan 16 jam sehari meski pekerjaan utamanya adalah sepakbola.

Ada Steemians yang ingat dengan Lothar Matthaeus? Dia adalah kapten kesebelasan Jerman pada era 1990-an dan pernah membawa negara juara dunia pada 1990. Ketika seoran wartawan bertanya apakah ia tidak bosan latihan sepakbola terus, ia menyebutkan rasa bosan itu pasti ada. Ketika itu datang, ia melakukan hal yang tidak berkaitan dengan sepakbola, yakni mencuci piring. Itu cara dia menghalau kebosanan. Mencuci piring tentu saja tidak ada kaitannya dengan sepakbola dan tidak akan menambah kemampuannya mengocek bola.

Sastrawan Jepang, Haruki Murakami, menyediakan waktu delapan jam sehari untuk menulis. Enam belas jam lainnya digunakan untuk kegiatan lain yang tidak ada kaitannya dengan tulis-menulis. Manajemen waktu, itu kuncinya.
Saya juga merasa bosan dalam menulis, terutama ketika sudah terlau lelah, baik secara fisik maupun pikiran. Banyak hal lain yang saya lakukan, tetapi yang paling sering adalah berolahraga atau menendang bola ke dinding. Di rumah saya memiliki bola yang sering saya pakai pakai untuk sekadar juggling bola beberapa menit. Kemudian, saya kembali lagi kepada tulisan. Hal lain yang saya lakukan adalah membaca dan menonton film, atau bercanda dengan anak-anak. Setelah kebosanan dan malas mereda, saya kembali kepada tulisan.

Lakukan selingan sesuai dengan hobi masing-masing. Mungkin ada Steemians yang hobi menyanyi, tak masalah menyanyi, berkaraoke, untuk membunuh si pembunuh; bosan dan malas. Atau sekadar jalan-jalan menghirup udara segar. Kalau Murakami, setiap pagi setelah menulis selalu jogging, setelah itu menulis lagi. Banyak hal yang bisa dilakukan selain menulis, asal jangan setelah meninggalkan tulisan, lalu tertinggal untuk selamanya karena tidak dilanjutkan.

Menyicil atau sekali duduk?

Setiap orang juga berbeda dalam pola menyelesaikan satu tulisan. Ada orang yang saat menulis harus selesai saat itu juga. Sebab kalau menyicil, maka ia tidak bisa kembali kepada tulisan. Jadi, sebuah tulisan harus selesai dalam sekali duduk.

Untuk penulisan buku, tentu saja tidak bisa seperti itu. Namun, untuk postingan dua atau tiga halaman di Steemit, masih bisa. Bahkan, menulis cerpen pun masih bisa dalam sekali duduk.

Tentukan apakah kita mau menulis panjang atau pendek? Kalau mau menulis sebuah buku, tentu harus membiasakan menulis dengan cara menyicil. Nah, ada satu tips dari penulis Amerika Serikat, Ernest Hemingway, menyarankan untuk berhenti menulis ketika masih banyak yang ingin ditulis. Jangan habiskan semuanya pada hari itu. Berhentilah ketika “ketegangan” dalam tulisan memuncak, jadi besok kita sudah tahu memulai dari mana. Tidak ada salahnya mencoba tips tersebut. Kalau memang cocok, terapkan. Kalau tidak cocok, temukan tips sahabat Steemians sendiri.

Membuat outline

Saya sudah pernah memposting tentang penting tidaknya menulis outline dalam sebuah tulisan. Secara umum, outline atau kerangka dibutuhkan untuk tulisan panjang agar kita memiliki panduan, tidak tersesat di tengah jalan. Ketika bingung mau menulis apa, semangat bisa menurun. Malas dan bosa menyerang. Dengan membuat outline, kita sudah berupaya menghindari datangnya malas dan bosan.

Ubah metodologi

Kita menemukan metodologi kepenulisan dari pengembangan yang terus menerus. Terkadang, metodologi yang kita lakukan belum tentu cocok dengan karakteristik kita dan situasi pada saat itu. Barangkali ada sahabat Steemians dalam menyelesaikan sebuah tulisan harus mengumpulkan bahan dulu termasuk foto dan menyelesaikan saat itu juga.
Namun, saat itu ada kegiatan lain yang tak bisa ditinggalkan. Jadi, kebiasaan kita yang menulis satu postingan dalam sekali duduk tidak bisa selalu diperhatankan. Kalau hanya bertahan dengan satu metode saja, maka tidak fleksibel ketika situasi berubah.

Metodologi menulis ini juga berlaku dalam banyak hal. Artinya, kita harus terbuka dengan berbagai varian agar tidak terjebak dalam kebosanan. Menulis memang kegiatan monoton, tetapi dengan mengubah metodologi akan meredakan kebosanan.

Ganti suasana

Di mana menulis yang nyaman? Di kamar yang sepi di tengah malam sunyi tanpa suara apa pun? Atau di ruang sejuk? Di warung kopi yang riuh, atau di mana dan bagaimana?

Ini juga menyangkut karakteristik masing-masing. Ada orang tidak bisa menulis di keramaian karena sulit berkonsentrasi. Ada juga yang tidak masalah dengan keriuhan suasana sekitar seperti penulis @masriadi yang bisa menyelesaikan opini “berat” di warung kopi yang ramai. Orang yang berbincang dan tertawa keras di sekelilingnya sama sekali tidak mengganggu konsentrasi @masriadi sebab ia sedang tenggelam dalam dunianya sendiri, yakni dunia pikiran dan imajinasi.

Suasana monoton di rumah juga bisa menimbulkan kebosanan dan kemalasan. Kalau biasa menulis di dalam kamar dengan menghadap dinding, coba sesekali menukar posisi dengan menghadap jendela. Atau bisa juga menulis di teras luar yang penuh dengan bunga. Itulah yang saya lakukan. Kalau malam saya menulis kamar dengan menghadap dinding. Tapi kalau pagi dan siang, saya menulis di teras samping. Kalau mata lelah, saya sering membuang pandang ke halaman untuk menyegarkan mata dengan pepohonan dan bunga yang hijau.

Saya juga sering menulis dengan sambil mendengar lagu yang saya sukai atau menyetel instrumental music fot relaxation untuk merangsang kreativitas dan semangat. Tapi jangan sampai mengantuk karena musiknya terlalu rileks. Intinya, Steemians harus menciptakan suasana sendiri yang nyaman untuk menulis.

Waktu yang tepat

Saya pernah menuturkan sebelumnya, bahwa setiap penulis memiliki kebiasaan berbeda. Penulis Turki, Orhan Pamuk, lebih nyaman menulis tengah malam, Murakami dan Tony Morisson selalu tidur cepat dan bangun cepat untuk menulis. Kita menemukan waktu yang tepat dan sesuai ini setelah menggeluti dunia tulis-menulis secara konsisten.

Nah, bagaimana kalau tidak ada waktu untuk menulis karena ada pekerjaan lain? Jangan menganggap tidak punya waktu sebab semuanya memiliki waktu yang sama, yakni 24 jam. Kalau seorang Barack Obama yang waktu itu presiden Amerika Serikat saja masih ada waktu untuk menulis, masak kita tidak?

Cara berpikir kita harus diubah. Bukannya mencari waktu luang untuk menulis,melainkan meluangkan waktu untuk menulis. Kalau belum bisa delapan jam sehari seperti Murakami, satu jam sehari masih bisa, yang penting menuliskan setiap hari.

Jangan tunda

Jangan menjadi si Juru Tunda. Sekali menunda menulis, maka bisa terjebak dalam kebiasaan menunda. Saya pernah mengalaminya dua kali dan saya sesali sampai sekarang karena rugi besar. Saya sesali juga karena saya gagal belajar sebab dua kali kejadian serupa saya lakukan.

Banyak yang bilang, wartawan atau penulis akan cepat menyelesaikan skripsi atau tesis. Itu keliru. Menulis memang bukan masalah besar bagi wartawan, tapi tidak menjamin skripsinya akan cepat selesai.

Saya menyelesaikan skripsi hampir dua tahun. Itu pun nyaris tak selesai kalau Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh tidak mengirimkan dua kali surat peringatan saya akan drop out tidak tidak segera menyelesaikan skripsi. Ancaman ini membuat saya bekerja keras menyelesaikan skripsi dan akhirnya lulus tahun 2008 dari yang seharusnya 2004.

Kejadian serupa terulang lagi ketika kuliah di Program Pascasarjana Ilmu Manajemen (PPIM) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh. Sebagai angkatan pertama tahun 2010, seharusnya saya sudah menyelesaikan skripsi pada 2012. Namun, saya menunda dan menunda dengan alasan banyak pekerjaan lain dan itu memang benar.

Tapi, jika mau sedikit saja berdisiplin dan menyediakan waktu satu jam sehari menyelesaikan riset dan tesis, saya bisa selesai paling telat pada 2013 dan masih bisa lulus cum laude. Namun, karena baru selesai pada Januari 2015, saya tidak bisa mendapatkan predikat cum laude karena sudah melampaui batas waktu. Saya kebut riset dan tesis juga setelah mendapatkan surat peringatan. Akhirnya, dua kali saya rugi umur dan rugi biaya. Dan tentu saja banyak kerugian ikutan lainnya.

Jangan pernah menunda menulis sebab kita tak pernah tahu nanti, besok, atau lusa ada kejadian apa. Orang Jepang tak pernah menunda pekerjaan sebab menyelesaikan pekerjaan saat itu juga berarti sudah menghindari satu kendala.
Jangan menulis nanti atau besok. Tulis saat ini juga. Besok pekerjaan lain sudah menunggu. Seperti kata pepatah; jika ada yang pantas ditunda, maka itu adalah menunda melakukan penundaan.

Olahraga

Kegiatan olahraga melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh, termasuk pasokan oksigen ke otak. Olahraga mampu menghalau malas dan bosan dalam menulis, kecuali dalam berolahraga pun kita malas.

Olahraga di sini tidak terbatas pada kegiatan membutuhkan waktu panjang seperti jogging atau gowes sepeda, tapi bisa juga menghalau kebosanan dengan olahraga singkat seperti sit up, push up, dan melakukan perenggangan (stretching) agar otot-otot lentur. Otot-otot yang kaku akan lentur kembali sehingga bersemangat melanjutkan tulisan.

Di sela-sela menulis panjang, saya terkadang melakukan sit up dengan berbagai varian gerakan. Memang perut belum sampai sixpack, tetapi buncit pun tidak.

Mencintai pekerjaan menulis

Jangan jadikan menulis sebagai beban. Apa pun pekerjaan kita, seberat apa pun, kalau kita mencintainya maka bisa diselesaikan. Steemians harus mencintai kegiatan baca-tulis agar bisa menikmatinya. Kita bersenang-senang dengan menulis, bukan sebaliknya justru mendapatkan beban dengan menulis. Semua beban akan terasa ringan kalau mengerjakannya dengan cinta.

Ada yang bilang, pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar. Temukan passion dalam menulis. Kalau passion dan cinta sudah kita temukan, meski postingan tidak ada yang upvote, atau tulisan kita ditolak redaksi, kita tidak patah arang dan akan terus menulis dan membaca. Tetap membaca dan menulis.

Target dengan lini masa

Biar lebih fokus dalam menulis, buatlah target dan lini masa. Targetnya harus jelas dan rasional. Misalnya, membuat dua postingan per hari dengan panjang minimal dua halaman dan dua lembar foto.

Lini masa adalah garis waktu yang berisi kegiatan per hari atau per minggu atau per waktu tertentu. Katakanlah, hari ini harus selesai satu bab tulisan dengan topic tertentu. Buat garis waktu yang tegas dan usahakan semaksimal mungkin tidak melanggarnya. Memang tidak ada sanksi kalau melanggar, tetapi kitalah yang akan menanggung kerugiannya.

Saya ketika menyelesaikan novel 389 KM Jejak Gerilya Sudirman, saya membuat target bisa menulis satu bab satu hari. Mulanya saya pikir target ini memberatkan. Tapi setelah saya kerjakan ternyata ada yang terpenuhi, meski ada juga yang tidak. Tapi setidaknya, saya sudah memiliki target waktu penyelesaian novel dan akhirnya memang selesai sesuai target.

Dengan adanya target dan lini masa, maka tidak ada waktu yang terbuang percuma. Kita sudah tahu apa yang akan kita tulis hari ini, besok, dan besoknya lagi.

Menulislah terus, membacalah terus

Tidak ada yang instan dalam menulis. Kita tidak akan mahir menulis hanya dengan membaca sebuah buku pedoman menulis. Keterampilan menulis juga membutuhkan latihan yang terus-menerus. Latihannya hanya dua saja; yaitu menulis terus dan membaca terus. Dua kegiatan ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Keduanya saling membutuhkan. Kita bersyukur karena ada Steemit yang menjadi media kita mengasah tulisan sambil mendapatkan reward yang memadai. Ada Steemians lain yang bisa saling mengoreksi untuk mengasah tulisan kita agar kian berkilau.
Jadikanlah menulis sebagai gaya hidup dan kebutuhan. Sama seperti makan nasi yang bisa tiga kali sehari tetapi kita tak pernah bosan sebab sudah menjadi makanan pokok. Begitulah menulis. Jadikanlah sebagai kegiatan pokok meski Steemians punya profesi lain. Semoga kata “malas” dan “bosan” hilang dari kosa kata kegiatan kepenulisan kita semua.[]

Terima kasih sudah membaca sampai pada kata terakhir. Maaf bila postingan ini terlalu panjang. Terima kasih sudah meninggalkan jejak yang indah dalam postingan ini yang membuat dua predator daam diri saya, yakni kemalasan dan kebosanan, perlahan menguap. Sampai jumpa lagi.
@ayijufridar


Sort:  
 3 years ago (edited)

Lebih parah lagi bang, uda diserang penyakit malas menulis kenak pulak penyakit malas membaca. Brat cobaan kalinyoe..

Biasanya, ketika datang rasa bosan atau malas menulis, kita selingi dengan membaca. Tapi kalau malas keduanya, maka seperti kata Mario Teguh; jangan malas. Itu saja.

Kalau saya, harus sekali duduk bang. Kalau nyicil, jadi nggak nyambung biasanya.

Setiap orang memiliki karakter kepenulisan yang berbeda dan itu tidak mudah diubah. Kalau menuli novel yang panjang, lebar, kali tinggi, tentu tidak bisa sekali duduk. Untuk membuatnya tetap nyambung; pertama harus ada outline. Kedua harus membaca ulang. Sepertinya ini menarik untuk didiskusikan lebih dalam.

Benar bang, ini sangat menarik untuk didiskusikan.

Terima kasih @rastaufik10. Komentarnya memberikan inspirasi.

Terima kasih kembali bang Ayi.

Saban-sama...

Menulis memang tidak ada teori mendasar. Bagi penulis, yang paling sulit ialah memulai, bukan menulisnya dan ketika sudah memulai, maka sulit untuk mengakhiri. Namun lucunya, sudah sulit memulai, mudah pula mengakhiri. Kedua rasa malas dan bosan ini, memang benar benar misterius.

Makanya, banyak penulis terkenal menyebutkan menulis bukan hanya persoalan teknis, tetapi bagaimana menjaga motivasi tetap berada di level atas.

Siap pak, ekstra latihan dan ekstra memotivasi diri sendiri.

Ketekunan bisa mengalahkan teknik. Itu sudah terbukti di berbagai bidang, termasuk menulis.

Sangat bermanfaat pak, saya yakin ilmu menulis dan ketekunan akan lahir dari komunitas ini.

Semoga @agunng. Menulis butuh konsistensi dan napas panjang. Konsistensi dan kualiti bisa menarik perhatian dan dukungan.

Sangat bermanfaat, sangat ingin berdiskusi panjang bersama pak @ayijufridar

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 57337.14
ETH 2342.62
USDT 1.00
SBD 2.35