The Diary Game (12 Maret 2024) - Jejak Politik Amien Rais Sebagai Salah Satu Tokoh Reformasi

Namun aktifitas manusia juga jangan dianggap sepele. Sumbangsih kalimat “majas” membuat banyak orang perlu menelan kalimat tersebut dengan bijak. “Banyak orang-orang munafik yang masih tertidur membuat udara pagi hari masih segar”. Namun kita perhalus saja bahasanya menjadi “orang jahat”. Secara etika dalam hidup sudah pasti “orang-orang jahat” tersebut banyak menimbulkan kerusakan di muka bumi ini.

Tahun ini, aku berkesempatan untuk menjalankan puasa di Jogja sepenuhnya. Salah satu kultur shock yang sangat terasa pada awal sampai di sini tentunya berkenaan dengan waktu. Dulu aku telah membuat benchmark waktu-waktu shubuh sampai isya. Di sini, aku perlu mereset kembali dan membiasakan diri dengan waktu yang berlaku.

---

Setelah imsak tiba, aku mulai menuju masjid terdekat menyusuri jalan pasar. Biasanya penjual sayur sudah memadati lapak-lapak jalan sebelum shubuh berkumandang. Suasana berbeda shubuh ini, tidak terlalu banyak pedagang yang memenuhi jalanan.

Suasana pasar

---

Sepulangnya dari Mesjid, aku menunggu waktu matahari terbit. Supaya tidak termasuk orang-orang jahat, hahaha. Tidak ada jadwal di kampus hari ini, karena masih dalam waktu libur Hari Raya Nyepi. Setelah melewati hari yang tidak terlalu panas. Aku mulai menjadwalkan rute PPTG di Kawasan Kota Yogyakarta. PPTG itu Para Pencari Takjil Gratis. Mesjid-mesjid top seperti Jogokariyan, Mesjid UGM biasa menyuguhkan makanan favorit kelas atas.

Malam ini merupakan tarawih perdanaku disini. Muhammadiyah lebih dulu melaksanakan tarawih malam kemarin. Di Jogja, hampir semua masjid dikelola oleh Muhammadiyah. Asumsi saya sekitar 90 %, selebihnya NU. Indikator yang saya pakai cukup simple. Radius 2 kilometer dari tempatku tingal semua masjid bernuansa Muhammadiyah. Wajar saja, karena pergerakan organisasi pentolan KH Ahmad Dahlan tersebut dimulai dari kota ini. Mungkin akan kubahas lebih dalam mengenai kultur shock di lain kesempatan.

---

Aku salat di Mesjid Syuhada. Setelah menelusuri lebih jauh, masjid ini melaksanakan tarawih 8 rakaat dan formasinya 2 rakaat sekali salam. Sedikit lebih baik dibanding formasi 4 4 3 seperti formasi sepak bola. Biasanya aku lkut yang 20 rakaat, tapi disini bisa dibilang hampir tidak ada. Kalaupun ada jaraknya diluar jangkauan.
Prof. Amien Rais Ph.D. Seorang tua berjalan tertatih-tatih dibantu oleh beberapa asisten menuju mimbar mesjid. Terlihat umurnya sekitar 70 tahunan. Dia tidak semuda dulu lagi. Keilmuannya memiliki pondasi yang baik dalam Spritual terutama pada penafisran Al Quran. Tampaknya dia juga eks santri. Aku ingat yang disampaikannya melalui ayat 177 Al Baqarah, yang ditafsirkan secara komplek olehnya. Salah satu kalimat yang kuingat “Kita sangat beruntung dan bangga, karena bangsa kita menjunjung tinggi pada Ketuhanan. Lihat saja masyarakat kita memiliki spirit yang kuat dalam beragama”. Tapi bukan itu yg perlu kita dalami. Dia salah satu tokoh reformasi, puncak kejayaan karirnya yaitu sebagai ketua MPR-RI pada masa Habibie hingga Gudsur. Terlepas dari independensinya dalam merangkul MPR saat itu, konsistensinya dalam berpolitik selalu dipertanyakan. Bahkan stigma yg berkembang saat ini dalam perpolitikan modern (pasca reformasi) yang sering menyudutkannya, karna menendang Presiden ke 4 dari pemerintahan resmi. Begitu menarik saat melihat arah politiknya saat ini. Politik sering kali membuat orang baik menjadi jahat. Membuat org jahat terlihat baik. ~Mesjid Shuhada Yogyakarta 12 Maret 2024~

Amin rais mengisi ceramah