The Diary Game (Kamis, 3 Juni 2021) Ketika Ayah Tak Tahu BTS

Abai dengan idola anak-anak membuat saya tak nyambung dengannya. Hampir beda server dengan putri pertama saja. Ada-ada saja.

Work From Home (WFH) memang banyak cerita. Punya banyak waktu bersama keluarga, tapi minim aktivitas di luar. Kesempatan itu dipakai betul oleh anak pertama saya, Safia. Katanya, ayah sepenuhnya jadi miliknya.

Begitulah seperti tadi pagi, Kamis, 3 Juni 2021. Saya harus manut padanya. Dia tahu kalau pagi saya belum banyak kerjaan. Saya baru sibuk depan laptop setelah siang hingga malam. “Pagi ini ayah belum ada kerja kan, belum ada yang kirim berita kan, yok kita pergi!” ajaknya.

Begitulah kalau anak sudah paham kerja ayahnya. Sebagai redaktur media, saya memang sering kebagian jadwal edit berita sore hari. Kalau pagi bisa off, belum ada jurnalis yang kirim berita, mereka masih di lapangan.

Mendengar kata “Yok kita pergi.” Saya sudah paham ke mana arahnya. Dari kemarin sore ia sudah pingin belanja lagi ke Gramedia. Kali ini bukan cari komik, tapi peralatan menggambar. Saya tak punya lagi alasan untuk basa-basi, selain tancap gas menemani dia kesana.

Sebelum masuk ikut Prokes dulu [foto: dokumen pribadi]

Sampai di Gramedia, kami memilih masuk lewat pintu belakang, dekat parkiran. Seorang Satpam melakukan cek suhu badan kami berdua, setelah itu diarahkan untuk cuci tangan sebelum masuk ke dalam. Safia langsung masuk, tadi katanya hanya cari peralatan menggambar, tapi sampai di sana malah “gerilya” ke setiap sudut, saya hanya jadi pengikut yang budiman.

Pertama ke rak buku catatan dulu, katanya buku diarinya sudah penuh, harus beli yang baru yang ada gambar BTS-nya. Sudah bolak-balik beberapa buku, yang dicari ternyata tak ada. Saya coba bantu. “Apa itu BTS biar ayah cari,” kata saya. Seketika dia melihat ke wajah saya, lalu berkata, “Alah ayah ni, itu aja gak tahu, itu artis Korea yang lagunya sering kakak nyanyikan saat mandi.”

Cari buku yang ada gambar BTS [Foto: dokumen pribadi]

Alamak, aku ketinggalan info soal boyband BTS itu. Padahal stiker cowok-cowok “alay” Korea itu ada di meja belajar Safia. Ayah kalah kali ini. Untung dia belum kegandrungan Drakor, kalau sudah, maka akan semakin beda server dengan ayahnya.

Saya kemudian bolak-balik beberapa buku, bantu cari yang ada sampul BTS. Tapi tak ada juga. “Ini gara-gara ayah ni, kemarin waktu beli keperluan sekolah adik masih ada,” kata Safia sambil berlalu dari meja buku itu.

Safia kemudian berhenti di rak tas kecil, ia hanya menimang-nimang saja, tampaknya tak ada yang menarik baginya. Selanjutnya sudah bisa ditebak kemana arahnya, pasti ke lantai dua, apa lagi kalau bukan ke rak komik. Belum sah ke Gramedia kalau belum obok-obok rak komik. Saya hanya awasi saja.

Timang-timang tas tapi gak jadi ambil meski ada diskonnya [Foto: dokumen pribadi]

Tapi, setelah menyisir komik di beberapa rak, Safia keluar dengan tangan kosong. Tampaknya belum ada yang menarik, atau bisa jadi lima komik yang dibeli sebelumnya bersama adiknya belum habis dibaca.

Dan, setelah itu baru pada misi utama, mencari peralatan menggambar. Kami kembali turun ke lantai dasar, mencari pensil warna dan peralatan menggambar lainnya. Begitulah kebiasaan putri pertama saya itu saat belanja, misi utamanya selalu jadi yang terakhir dieksekusi.

Pulang ke rumah, setelah ganti baju, maka mulailah coret-coret lagi. Tapi ia tak mau menggambar sendiri, diajaknya Nahra adiknya dan seorang anak tetangga. Kepada mereka dibuatkan gambar sesuai permintaan, lalu gambar di atas kertas HVS itu diberikan kepada mereka untuk di warnai. Sementara Safia sendiri oret-oret dan mewarnai di buku gambarnya.

Mewarnai gambar yang dibuat Safia [foto: dokumen pribadi]