Ketika Lahuda Seukeum Jadi Agen Barang Antik

in Steem SEA3 years ago

Lahuda Seukeuem tak mau jadi "Biek Pajoh Ngeu Aron" maka ia pun beralih jadi agen barang antik.

Ada kebiasaan baru Lahuda Seukeum dalam pekan ini, ia selalu membawakan sebilah rencong kemana-mana. Rencong pusaka itu tidak diselipkan dipinggang, tapi dimasukkan dalam sebuah tas kecil. Ia baru mengeluarkannya dan memamerkan kepada seseorang kalau sudah berbuat janji terlebih dahulu.

Mengetahui ada rencong dalam tas Lahuda Seukuem, maka Gam Peureukuek pun berkata: Meunyoe awe jime talipat, meunyoe rincong jime talhat. Artinya kalau rotan itu bisa dilipat dan rencong itu bisa disisipkan di pinggang. Kiasannya, sesuatu harus diletakkan pada tempat yang sesuai dengan bakat dan keadaannya. Dengan ungkapan itu Gam Peureukuek seolah menyindir Lahuda Seukeuem yang menyembunyikan rencong dalam tasnya, bukan menyisipkannya di pinggang.

Sidik punya sidik ternyata Lahuda Seukeum selama ini memang sedang menjalani profesi baru, yakni jual beli barang antik. Rencong yang dibawa dalam tasnya konon katanya rencong penuh nilai historis dengan ukiran yang indah, harganya juga pasti mahal. Ia sudah lama mengoleksi rencong itu, tapi kini ingin dijualnya karena kebutuhan ekonomi. Ia menyebut keuntungan yang diperolehnya dari jual beli barang antik itu seperti meutumeung ie sicalok, meurumpok awe sideupa, penghasilanya serba terbatas, sementara kebutuhan hidup terus meningkat.

Selain itu tidaklah mudah mencari pembeli barang antik, ibarat mencari jodoh, tidak bisa didapatkan serta merta begitu saja. Kalau orang tersebut sudah cocok dengan barang antik yang ditawarkan, maka Lahuda Seukeuem menyebutnya sudah berjodoh. Ibarat ungkapan peribahasa Aceh lama aweueh di Kleng lada di Bigo, keudeh meusaho bak batee seuneupeh. Maknanya, meski suatu barang atau seseorang itu berada jauh di tempat yang terpisah, kalau sudah berjodoh pasti bertemua juga.

Namun masalahnya kemudian, ada orang yang mencela perbuatan Lahuda Seukeuem sebagai agen barang antik itu. Katanya Lahuda Seukeuem telah memperjualbelikan barang warisan nenek monyang, barang yang seharusnya dirawat dan dijaga kelestariannya. Terhadap orang seperti itu Lahuda Seukeuem hanya berkata singkat, Asee meudroh jareueng jikeumeukab, artinya anjing yang suka menyalak jarang menggigit. Makna lainnya, orang yang suka mengkritik itu sering tidak bisa berbuat.

Masalahnya, meski Lahuda Seukeuem sudah menjelaskan bahwa barang antik yang dijualnya itu merupakan koleksi pribadi, orang itu tetap saja mengkritiknya dengan kata-kata super pedas. Tak tahan dikata-katain terus, Lahuda Seukeuem berujar: Tabri bu puteh-puteh, asee paleh ek syit jimita. Dikasih makan nasi putih, anjing celaka taik juga yang dicarinya. Ungkapan itu merupakan kiasan terhadap tabiat orang yang kalau sudah bejat, walau bagaimana pun dinasehati, kelakuannya tidak akan berubah, tetap bejat juga.

Lahuda Seukeuem tidak menggubris lagi kata-kata orang itu, karena baginya yang penting bisa mencari rezeki secara halal. Ia menegaskan dirinya tak mau jadi biek pajoh ngeu aron. sebuah kiasan pemakan arang cemara yang bermakna orang yang tidak membedakan harta yang halal dengan yang haram.

turkis bread.jpg
Kopi espreso dan roti Turki menemani pembicaraan Lahuda Seukeuem [foto: ata droe]

Coin Marketplace

STEEM 0.28
TRX 0.24
JST 0.040
BTC 94957.40
ETH 3309.45
USDT 1.00
SBD 7.50