The Diary Game (24 Mei 2024): Harga Sebuah Senyuman

Aroma menyengat yang datang dari dapur berhasil membuka mata saya dengan lebar dalam sekejap saja. Benar saja, si Salsa, sahabat saya yang datang menyambangi saya kemarin, sedang berbuat ulah. Dia menggoreng ikan sampai hangus, dan sebagai gantinya, aroma sangit yang bersumber dari wajan penggorengan berhasil sampai ke pangkal hidung. Dan kini, ke paru-paru.

Saya ikut terbatuk, sementara Salsa sudah mengeluarkan suara uhuk-uhuk laiknya survivor tebece kronis. Sepertinya suara melengkingnya-lah yang berhasil membalikkan saklar di otak saya ketimbang bau gosong yang menyengat. Mengingat beberapa jam lalu kami baru saja tertidur, dan dengan ajaib, dia bisa terbangun lebih dulu. Tanpa bau gosong ini mungkin saya masih tenggelam dalam mimpi bertemu pimpinan sekte penyembah boneka barbie (saya tidak bohong, sekte ini beneran ada, lho).

Saya bilang padanya, tamu seharusnya istirahat saja, biar tuan rumah yang memasakkan. Saya merasa tidak enak karena dia harus bangun lebih pagi dari saya sendiri, terlepas dari kekacauan yang telah dibuatnya. Kata dia, “keburu modyar tamunya kalau begitu, beb!”

_{Hanya sampul semata, tak ada hubungannya dengan cerita yang ini}

Hari ini, Salsa punya janji dengan mantan pacarnya untuk mengukur jalan. Katanya, ia berinisiatif untuk berekonsiliasi pasca retaknya hubungan mereka beberapa bulan lalu. Saat mereka masih bersama, gadis ini rajin sekali menabung, lalu setelah tabungannya cukup, ia akan berangkat ke Banda Aceh setiap liburan semester untuk menemui sang mantan.

Sejak tadi dia sudah sibuk mempersiapkan setelan dan gaya make up yang akan dipakainya nanti. Tidak lupa ia meminta pertimbangan saya, mana yang lebih cocok di antara latina style, atau makeup ‘no makeup’. Saya yang bingung sontak saja menjawab pilihan kedua, karena pilihan kedua lebih akrab di telinga saya. Latina style? Apakah itu semacam musik perkusi yang dimainkan orang-orang Kuba dan sekitarnya? Idk.

Lalu, apakah pilihan saya diamininya? Oh tentu saja tidak. Beberapa jam kemudian, ketika dia sudah siap dengan outfit lengkap yang senada dari ujung kaki sampai kepala, saya mengamati gemulai jari-jari lentiknya saat mengaplikasikan alat-alat make-up. Eyeliner yang panjang nan tebal, lip matte berwarna bold yang sengaja diaplikasikannya di luar garis bibir bagian atas, dan sedikit sentuhan bubuk penyorot di bagian akhir.

Tampilan baru ini berhasil membuat wajahnya jadi seperti sebait lagu “A Whole New World”, ✨Shining shimmering splendid ✨

Belakangan saya baru tahu bahwa inilah yang dimaksudnya dengan Latina Style. Riasan bold yang menyerupai ciri khas wanita Latin, yang tentu saja cucok sekali di wajahnya. Kami berencana untuk ke warung kopi yang semalam kami datangi dulu, lalu Salsa akan dijemput doi-nya dari sana.

Di Megah Kopi, sahabat saya yang lain, Mija, sudah hadir duluan. Dia masih mengeluhkan masalah yang sama seperti beberapa hari lalu, tentang seberapa lelet laptop jadul ibunya yang diwariskan padanya. Kali ini Mija sudah lebih legowo karena berhasil menerapkan prinsip-prinsip stoikisme-nya Seneca yang selama ini dipelajarinya siang malam.

Tidak berselang lama sebuah dokumen berformat .docx yang berisikan paper esai dikiriminya ke WA saya, meminta saya untuk me-review tipis-tipis saja. Setelah dirasa sesuai, ia segera mengirimkan soft-file paper tersebut ke tautan yang telah disediakan oleh dosen, karena paper ini nantinya akan menentukan nilai ujian akhir pada mata kuliah Resolusi Konflik.

Sementara itu, Salsa terlihat mulai bosan karena yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Saya meminta Mija untuk menemaninya ngobrol sebentar, sementara saya sendiri harus segera menuju ke sisi belakang warkop, sebab teman-teman dari tim Desa Energi Berdikari (DEB) USK sebentar lagi akan melangsungkan rapat progres peresmian PLTS di Pulo Aceh.

_{Rapat ini dipimpin langsung oleh oleh seorang guru besar yang ahli di bidang energi terbarukan, namanya Prof. Syuhada. Beliau mengurai kelengkapan teknis yang dibutuhkan untuk acara peresmian nanti, sementara untuk hal-hal yang bersifat administratif, kami dibina langsung oleh direktur direktorat kemahasiswaan, Dr. Ilham Maulana.}

Kedua sosok ini sudah sangat berbaik hati selama ini membimbing kelima belas mahasiswa yang menjadi awardee beasiswa Pertamina Foundation angkatan ke-10. Kelima belas mahasiswa inilah yang diamanahi Pertamina untuk melancarkan program pembangunan Desa Energi Berdikari (DEB) di Pulo Aceh.

Sekembalinya dari rapat barusan, saya segera menuju meja tempat di mana Salsa dan Mija berada tadi, sebab barang-barang saya masih tergeletak di sana, jika belum ada yang memindahkan. Lantunan ayat-ayat alquran digemakan dari masjid-masjid terdekat, begitu pula langit yang telah berubah menjadi jingga, menandakan waktu Magrib hanya tinggal sesaat lagi. Yang mengejutkannya adalah Mija masih berkutat dengan laptop bututnya, sementara di hadapannya, Salsa terlihat sangat murung dan berkaca-kaca. Saya menepuk pundak gadis itu, lalu mengelusnya dan seketika itu juga tangisnya pecah. Salsa terisak.

Ternyata, si mantan tak jadi menjemputnya dengan memberikan seribu alasan. Saya segera mengemas barang-barang ke dalam tas dan segera mengajaknya jalan-jalan saat itu juga. Kami berdua pamit pada Mija.

Entah berapa kilometer kami sudah berkeliling, dan entah berapa sudut perkotaan telah kami lewati. Salsa dan saya sama-sama sedang ”libur,” jadi kami bisa leluasa mengukur jalan tanpa ada rasa bersalah karena belum menunaikan sholat. Perut kami mulai keroncongan satu-persatu, dan kami memutuskan untuk berhenti di warung bakso prasmanan yang cukup terkenal di sini, walau harganya agak sedikit pricey.

_{Menyaksikan sahabat saya kembali bahagia, harga dua mangkuk bakso overpriced tak ada apa-apanya dibandingkan sebuah senyuman}

---