Selamat pagi steemian …

Dalam hidup ini kita sering mendapatkan hadiah dari orang-orang kepada kita, terlepas dari apa yang sudah pernah kita berikan kepada mereka. Hadiah bisa jadi wujud penghormatan, penghargaan atau terima kasih yang diberikan orang lain.

Namun dalam memberikan tersebut, kita dituntut untuk ikhlas, tanpa mengharapkan atau beriming-iming sesuatu dari orang tersebut. Harusnya hadiah dipersembahkan betul-betul karena mengharap pahala dari Allah SWT.

Sebaliknya, si penerima hadiah juga punya tanggungjawab untuk membalas hadiah tersebut, sehingga ada hubungan timbal balik. Begitulah kesimbangan yang diajarkan dalam Islam.

Dalam hal menerima hadiah, kita tidak harus menilai besar-kecilnya nilai dari hadiah tersebut. Dan yang paling penting adalah kita harus tetap menerimanya, bukan menolaknya. Karena dengan menolak hadiah tersebut membuat si pemberi tersinggung dan tersakiti.

Di sisi lain, hadiah-hadiah yang telah kita terima dari orang lain mestinya kita membalasnya. Lebih bagus lagi jika balasan hadiah yang kita berikan melebihi dari apa yang sudah kita terima sebelumnya.

Jangan meniru hal seperti yang dikatakan dalam pepatah lama orang Aceh: ”Laba-labôh, meukri jiba, meukri tabôh,” (laba-labôh –kata persajakan— bagaimana dibawa, begitu pula diisi/ dibalas).

Maksudnya, seseorang membalas pemberian orang lain sesuai dengan apa yang telah diterimanya dari orang tersebut. Misalnya bawaah/ hadiah kado seseorang pada saat hajatan perkawinan atau takziah kematian.

Salam pagi dan tetap semangat,
@farizalm