Teknologi Dapat Dipercaya, Orangnya Tidak: Bisnis |
“Jangan Bilang Bisnis, Jangan Bilang Investasi”
INI sebuah percakapan yang kebetulan saya curi dengar di sebuah kafe. Seorag lelaki muda, berpakaian seragam hijau bercampur krem, berbicara kepada tiga perempuan di depannya. Mereka duduk di meja belakang saya. Mudah ditebak, ketiga perempuan itu sedang diprospek untuk investasi.
Intinya, kalau ketiga perempuan tersebut ingin mengajak calon investor lain mendengar presentasi, jangan pernah mengatakan bahwa itu bisnis atau investasi. Kalimat itu, sudah sering saya dengar.
Jadi ingat pada 1990 ketika masih duduk di kelas dua STM Negeri Bireuen. Ketika itu, seorang kawan mengajak saya mengikuti sebuah presentasi tentang bisnis multilevel marketing. Produknya yang sering dipakai seperti sabun, parfum, dan sebagainya. Saya mendengarkan karena telanjur datang. Tapi urung bergabung.
Tiga tahun kemudian, kawan kuliah saya di Politeknik Negeri Lhokseumawe, mendapat kesempatan berkunjung ke Australia dari bisnis tersebut. Padahal, dia baru saja bergabung. “Bayangkan, kalau kamu sudah bergabung sejak 1990,” kata kawan kuliah tersebut. Ia memaksa saya bergabung.
Tapi saya tetap menolak, dan tidak menyesal dulu tidak bergabung. Nah, beberapa tahun kemudian, bisnis MLM tersebut sudah tidak terdengar lagi.
Awal 2016 silam, saya juga diajak mendengarkan sebuh presentasi peluang investasi berbasis online oleh seorang tetangga. Dengan modal sekitar Rp3 juta, bisa bergabung untuk mendapatkan produk bermerek internasional dengan harga murah. Saya datang, mendengar sesaat, lalu pulang. Tidak ada penjelasan tentang risiko dalam presentasi itu. Padahal, dalam sebuah invetasi apa pun selalu ada risiko.
Soal bisnis di bidang perkebunan yang dijelaskan oleh lelaki berseragam hijau krem di atas, juga pernah saya simak pada 2014 lalu. Banyak kawan yang tertarik, dan katanya di pengujung 2017 sudah mulai memetik hasil.
Tapi saya tetap belum tertarik.
Saya agak alergi terhadap prospek investasi yang tidak rasional, tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya, dan tidak dijelaskan risikonya, atau terlalu rumit prosesnya. Barangkali saya sangat berhati-hati karena pernah mengalami kerugian besar dalam investasi. Tapi itu saya anggap sebuah risiko. Rugi karena transaksi itu menyakitkan. Tapi juga karena nontransaksi (seperti tertipu), sakitnya di mana-mana, bukan hanya di hati.
Beberapa hari yang lalu, seorang sahabat menelepon saya dan minta waktu sekitar satu jam. Saya tanya ada apa, dia hanya bilang penting. Lalu, ia datang dengan sepasang suami istri dan seorang investor yang menjelaskan tentang bisnis emas dirham kepada saya. Saya langsung bilang akan mempelajari dulu.
Tapi, saya marah kepada sahabat saya itu karena belum makan malam, belum mandi seusai berolahraga, dan belum menyiapkan materi untuk pelatihan menulis besok. Barangkali, dia mendapat pesan yang sama seperti di atas; “Jangan bilang bisnis, jangan bilang investasi.”
Setelah sekian tahun, kini bisnis emas dirham yang katanya sudah beralih menggunakan teknologi blockcahin, jatuh harganya sehingga banyak investor merugi. Celakanya, karena percaya dengan teknologi blockchain, saya telanjur tertarik investasi di situ dan sampai sekarang jutaan uang menyangkut di sana.
Hikmah berikutnya yang harus selalu diingat; Teknologinya jujur, tetapi orang-orangnya tidak.
SELAMAT
Postingan anda telah mendapat kurasi secara manual dari akun komunitas @steemseacurator.
Terimakasih telah berpartisipasi dalam komunitas Steem SEA
Kami akan sangat berterimakasih jika anda bersedia mendelegasikan Steem Power (SP) anda untuk kemajuan komunitas Steem SEA ini
Salam hangat
Anroja
Link pintas untuk delegasi:
100SP 200SP 500SP 750SP
1000SP 1500SP 2000SP 2500SP 3000SP
Terima kasih @steemseacurator dan @anroja.
Begitulah coretan orang hebat, hehehe
Memiliki tujuan dan penuh makna, juga pelajaran dan pengajaran yang dapat diambil, terimakasih semoga saya dapat belajar banyak dari tulisan" anda.